Leo, Hazen, Rona, dan Fani dengan langkah yang sama memasuki restoran. Setiap mata yang berada di sana mengarah pada mereka. Banyak yang menebak jika mereka akan menjadi bintang pada acara esok seperti masa kuliah dahulu.
Pandangan tersebut juga tak luput dari Seina yang dari kejauhan melihat kedatangan mereka. Dia tersenyum dapat melihat Leo kembali, namun siapa wanita yang berada di sampingnya. Dia tidak pernah melihat wanita itu sebelumnya, yang dia tahu teman wanita yang paling akrab dengan Leo hanyalah Rona seorang dan Rival terberatnya hanya Silvi.
“Olan!” Ujar Hazen kegirangan melihat sahabat lamanya, hingga tanpa sadar dia melangkah setengah berlari menghampiri Olan yang duduk sendirian di salah satu meja restoran.
Olan yang sedang memandang ponselnya, segera mengalihkan pandangan mencari sumber suara yang memanggil namanya. Olan kenal betul suara tersebut, Dia tidak membalas panggilan Hazen, hanya tersenyum simpul melihat kedatangan karibnya.
“Kapan kau tiba? Kenapa kau tidak pernah menghubungiku atau membalas email ku?” Tanya Hazen tanpa basa-basi ketika sudah duduk di kursi yang bersebelahan dengan Olan.
“Aku terlalu sibuk.” Jawab Olan santai.
“Kau berbohong.” Ucap Hazen dengan raut wajah serius.
“Apakah wajahku tampak seperti sedang berbohong?” Tanya Olan yang tersenyum melihat keseriusan dari raut wajah Hazen.
“Apa yang kalian berdua lakukan? Bersyukurlah, kita masih bisa bertemu saat ini.” Rona melirik kedua teman akrabnya tersebut, agar menghentikan pertanyaan-pertanyaan tidak penting.
“Siapa dia? Pacar mu?” Pertanyaan Olan mengarah pada Leo yang sejak tadi tidak bersuara.
“Akan ku perkenalkan wanita yang berada disamping ku ini, jika Arson, Joe, dan Fikri sudah tiba.” Sambung Hazen menunjuk Fani dengan tersenyum menang.
“Heii, aku tidak bertanya pada mu.” Seru Olan dengan keras.
Rona berdeham keras, menatap Hazen dan Olan secara bergantian.
Hazen, Leo, Olan, Rona, Fikri, Arson, dan Joe merupakan teman akrab sejak awal ospek, masuk kuliah hingga saat ini. Komunikasi mereka lancar, walaupun mereka tinggal di daerah yang berbeda-beda.
Mereka dari berbagai jurusan yang berbeda. Rona dan Leo berasal dari jurusan manajemen. Arson dan Joe berasal dari fakultas kedokteran. Sedangkan Hazen dan Olan berasal dari fakultas teknik, namun berbeda jurusan. Hazen jurusan arsitektur sementara Olan teknik mesin. Lalu, Fikri berasal dari fakultas hukum dan saat ini dia berprofesi sebagai pengacara.
Meski memiliki waktu dan belajar di gedung yang berbeda ketika kuliah, mereka tetap sering bertemu. Satu hal yang membuat mereka selalu bersama, yaitu bermain bola kaki setiap menjelang sore hari.
Leo mengedarkan pandangannya ke sekeliling restoran. Dia melihat Seina yang berada di sudut restoran bersama teman-temannya bercerita dengan riang. Namun dia tidak melihat sosok Silvi. Bagaimana wanita itu sekarang? Itulah kalimat yang selalu terlintas dibenaknya. Sebab, saat terakhir kali bertemu di acara wisuda mereka, Silvi seperti mayat hidup. Tanpa ekspresi dan tidak mau berbicara pada siapapun. Bahkan, ucapan selamat darinya diacuhkan begitu saja.
“Tora.” ucap Leo pelan yang secara tidak sengaja melihat Tora sedang berjalan keluar dengan cepat, namun dia tidak yakin dengan penglihatannya tersebut.
Tora seketika berhenti mendengar namanya disebut dan melihat ke sekeliling restoran. Akan tetapi, satu menit kemudian dia kembali berjalan mengejar Zeze dan Ila yang sudah keluar terlebih dahulu. Heboh melihat pantai.
“Silvi mana? mengapa tidak ada bersama mereka.” seru Hazen mengamati kepergian Tora, dengan tatapan penuh tanya pada Leo
“Kau pikir Leo siapanya Silvi. Lagi pula apa urusanmu dengannya?” Sahut Rona ketus, tanpa mengalihkan pandangannya dari ponselnya.
“Apa kau lupa jika aku penyelenggaranya?” Ujar Hazen sewot.
Rona mengangkat sedikit wajahnya memandang Hazen yang jengkel karena selalu menyahut setiap apa yang dikatakannya. Apalagi, jika hal tersebut menyanggut Silvi. Dia menjadi sangat sensitive. Kebiasaan itu tidak pernah hilang dari Rona. Dia tersenyum bersalah lalu kembali melanjutkan chattingannya
Suasana restoran semakin ramai, sedangkan mereka hanya diam, bermain ponsel, menikmati makan siang yang sebenarnya sudah lewat dari jam makan siang, dan saling memandang satu sama lain. Tidak ada kata yang ingin dikeluarkan oleh Leo, Olan, Fani, Rona ataupun Hazen. Tidak seperti orang-orang yang berada disekeliling mereka. Sibuk dengan cerita mereka, saling tertawa, dan pamer dengan apa yang telah mereka raih saat ini.
“Aku ingin istirahat. Kita akan bertemu makan malam nanti.“ Seru Hazen yang beranjak dari kursi dan pergi meninggalkan teman-temannya.
“Rona, kau jangan pernah bersikap seperti itu lagi padanya. Sudah berapa kali kau ribut dengan Hazen hanya karena sikapmu itu. Dan satu lagi, jangan pernah membanding-bandingkannya dengan Fikri, Arson ataupun Joe.” seru Leo dengan tatapan Jengkel, setelah kepergian Hazen.”Atau juga membandingkan antara Seina dan Silvi.” Leo memperingati sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkannya. Mereka sudah semakin dewasa, harus bijak dalam mengambil sikap. Apalagi mereka baru kembali bertemu. Sikap itu hanya akan merusak tali persahabatan yang akan mulai mereka bangun kembali.
“Tubuhku terasa lelah sehabis perjalanan jauh. Aku juga ingin istirahat. Sampai bertemu nanti malam.” Seru Rona yang ikut pergi meninggalkan Leo, Fani, dan Olan.
Leo semakin kesal melihat tingkah Rona, sehingga dia juga berdiri dan pergi dari restoran tanpa pamit dan meninggalkan dua orang yang tidak saling mengenal tersebut. Olan dan Fani saling menatap diam, lalu keduanya tersenyum tanpa alasan. Mereka lucu melihat tingkah teman-teman mereka barusan.
“Aku Fanita Aldila, temannya Leo dan Hazen sejak kecil. Kau bisa memanggilku Fani.” Ujar Fani memulai sambil mengulurkan tangannya.
“Olan! Sejak kapan kau mengenal mereka berdua? Sejak sekolah dasar atau di taman kanak-kanak.” Olan menyambut jabatan tangan Fani dengan ramah.
“Orang tua kami bersahabat.” Jelas Fani singkat.”Kau sangat akrab dengan Hazen.”
Olan mengangguk paham.“Itu karena kami satu fakultas. Tapi—”
Ucapan Olan tertahan, ketika mendengar Ponselnya berdering. Saat melihat layar ponselnya, Olan mengendus kesal. Dia membiarkan ponselnya terus berdering hingga akhirnya dia menerima panggilan tersebut.
“Untuk saat ini, aku belum melihatnya. Aku mohon, jangan hancurkan acaraku. Hanya itu yang aku minta. Cukup hari ini dan besok. Selebihnya terserah kalian.” Bisik Olan tegas penuh penekanan, lalu segera menutup sambungan teleponnya. Dia melirik Fani sesaat, lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Dia berharap Fani tidak mendengar atau bilapun mendengar, dia harap gadis itu tidak penasaran dengan perkataannya tersebut.
“Aku sering liburan ke sini. Apa kau ingin jalan-jalan ke pantai? Bagaimana kalau kita keluar sebentar!” Ajak Fani dengan riang.
“Tentu saja. Ayo, kita jalan-jalan ke pantai. Aku sudah muak berada di tempat ini.” Sambut Olan tersenyum, memandang sekitarnya.
Olan segera berdiri, begitu juga dengan Fani. Mereka bersama-sama berjalan keluar hotel menuju pantai.
Suka banget dengan tema reuni. Semangat ya, kak.
Comment on chapter 18 : Pertanyaan Leo