“Hei, Silvi, kemarin kau kemana? Kenapa kau tidak ke kampus untuk menemui Tora?” Tanya Leo saat berselisihan jalan dengan Silvi ditaman sebelah fakultas ekonomi & bisnis.
“Oh, itu. Aku kembali ke rumah sakit untuk menemani Seina. Aku kasihan dia sendirian di kamarnya.” Jawab Silvi jujur.”Memangnya apa yang dia katakan?”
“Dia terlihat sangat marah?” Seru Leo tersenyum.
“Ah, itu sudah biasa. Sebenarnya yang salah dia, kenapa dia tidak menepati janjinya.”
Leo menganggukkan pelan kepalanya, dia mencoba memahami mengapa Silvi bertingkah seperti itu pada Tora. Meski, sebenarnya dia tidak paham.
“Leo, kita ada kelas pagi. Ayo, cepat. Sebentar lagi waktunya masuk.” Tiba-tiba Rona datang dan menarik lengan Leo untuk masuk ke gedung. Sekilas dia merilik sinis pada Silvi yang sedang tersenyum pada Leo, saat Leo pamit padanya.
“Dia sengaja melakukannya! Dia pikir aku tidak tahu, dia berbohong. Sudah seminggu Pak Ali tidak datang ke kampus, karena kritis di rumah sakit. Mau belajar pada siapa dia? Hantu? Dasar mamak tiri, hobi kali menganggu.” Oceh Silvi menatap Rona yang sudah hilang masuk ke dalam gedung. Dia mengeluarkan ponsel dan mengirim pesan pada Rona.
Silvi :
Kau ingin belajar pada siapa? Hantu? Kalau berbohong, kau harus bisa merancangnya dengan sebaik mungkin. Agar tidak ketahuan. Malu, loh ketahuan. Itu saran dariku.
Dalam beberapa detik ponsel Silvi berbunyi, ada pesan masuk.
Rona :
Kau dapat nomorku dari mana?
Silvi :
Pertanyaan aneh! Huh. Kita, kan panitia untuk seminar minggu depan. Sesama panitia, komunikasi harus lancar dong! Kau juga menyimpan nomorku, sejak semester 2?
Rona :
Tidak!! aku dapat dari panita lain.
Silvi :
Jangan menyangkal! Aku tahu, kau membuat namaku di situ SG alias Silvi gila. Benar, kan?
Rona :
Tidak!!!
Silvi :
Bohong!!!
“Kenapa kau senang sekali menganggunya?” Ujar seorang pria yang berdiri dibelakang Silvi, secara tiba-tiba.
“Aku tidak menganggunya! Aku hanya memberitahu dia, jika mau berbohong harus dipikirkan dengan baik, agar tidak ketahuan.” Jawab Silvi tanpa melihat siapa yang berdiri dibelakangnya. Mendengar suaranya saja, sudah cukup untuknya tahu jika yang berdiri dibelakangnya adalah Alga.
“Bohong!” Ucap Alga pelan, memahami maksud Silvi.”Kenapa masih berdiri disini, bukan, kah, sudah waktunya masuk.”
“Hari ini aku malas masuk? Tugasnya belum selesai.” Keluh Silvi.”Lalu kau sendiri, kenapa masih disini? Aku punya ide. Bagaimana jika hari ini kita bolos saja, kita jalan-jalan. Sudah lama kita tidak pergi ke toko buku, nonton, makan. Bagaimana?” Silvi membalikkan tubuhnya, lalu menatap Alga dengan tatapan memelas.
“Tidak!” Tegas Alga pergi.
“Ah, dia terlalu lurus, jadi orang!” Kata Silvi jengkel pada dirinya sendiri. Mengapa dia punya teman seperti itu. Lurus. Setiap diajak untuk bolos, tidak pernah mau.
Silvi menjadi bingung sendiri, kemana dia harus pergi. Kelas sudah masuk 15 menit yang lalu. Tugas belum selesai. Dosennya baik, sih. Tapi, kalau tugas belum selesai, sudah pasti dia akan ditandai. Paling tinggi dapat nilai B, padahal targetnya A.”Kalau seperti ini, lebih baik pulang dan pura-pura sakit. Jadi tugasnya bisa dikumpul minggu depan.” Ujar Silvi tersenyum bangga dengan ide cemerlangnya.
Nice.
Comment on chapter 1 : Rencana