Tugas Silvi hanya membagikan snack dan goodie bag kepada peserta seminar yang sudah mengisi daftar hadir. Dia berdiri di samping pintu dengan senyum manis sambil menjalankan tugas dengan telaten.
“Masih ada snack-nya? Aku belum sarapan.” Tanya Rona. Tapi, dia tidak bertanya pada Silvi melainkan panitia yang berada disebelah Silvi.
“Habis.”
“Kau pesan berapa kotak? Kenapa panitia tidak dapat?” Tanya Rona ketus, melirik Silvi.
Silvi diam. Berpura-pura tidak tahu kalau pertanyaan tersebut ditujukan padanya.
“Hei, Silvi. Aku bertanya padamu. Kau pesan berapa kotak? Kenapa bisa habis begini.” Tanya Rona berusaha sabar menghadapi Silvi.
“Oh, kau bertanya padaku. Ku kira, kau bertanya padanya.” Silvi menunjuk panitia disebelahnya. Panitia disebelahnya berusaha menahan tawa, dia geli melihat Rona kesal.
“Anggota seksi konsumsi, itu adalah kau. Tentu saja aku bertanya padamu?”
“Aku dan Leo, ehmm, maksudnya kami berdua pesan sesuai dengan apa yang ditertulis di dalam proposal. Kau bilang tadi lapar, kan? Belum sarapan. Kalau begitu, ini ambil saja punyaku. Aku sudah sarapan. Lain kali, kalau ada acara seperti ini, kau harus sarapan dulu. Bagaimana jika tiba-tiba kau pingsan? Kan, jadi kami yang repot. Repot mengurus acara, repot juga mengurusmu. Kau sudah berpengalaman menjadi panitia, seharusnya kau—“
Ucapan Silvi tiba-tiba terputus lantaran ponselnya berdering.”Belum. Sebentar lagi. Iya, cepat, ya. Sebentar lagi acaranya dimulai. Ku tunggu ditempat yang tadi.”
Setelah sambungan teleponnya terputus, tak berapa lama Sinta dan Cynthia datang menghampiri Silvi. Dari bawah meja Silvi mengambil 2 kotak snack dan 2 buah goodie bag dan langsung memberikannya pada kedua gadis itu.
“Belakang, oke.” Bisik Sinta pelan.
Silvi memberi kode anggukan. Jika, dia mengerti maksud kata-kata tersebut.
“Kau bilang habis, tapi itu masih ada?” Tanya Rona mulai emosi.
“Yang bilang habis, kan, bukan aku.” Jawab Silvi cuek.
Silvi masuk ke dalam auditorium, meninggalkan panitia yang berada disebelahnya dengan wajah bingung. Bagaimana cara dia menjelaskannya? Dia juga tidak tahu mengapa itu bisa berada disitu. Sekilas, dia melirik Rona. Tatapannya sangat tajam. Mungkin Rona berpikir, jika dia berpihak pada Silvi untuk mengganggunya. Dia kembali melirik Rona yang masih diam ditempat, sebelum akhirnya dia berlari menyusul Silvi masuk ke auditorium karena takut dengan tatapannya yang begitu seram.
Suka banget dengan tema reuni. Semangat ya, kak.
Comment on chapter 18 : Pertanyaan Leo