Ayah :
Jika kau tetap berkeras. Jangan harapkan uang saku dari ayah lagi. Paham!!!
Joe tersenyum geli saat tidak sengaja membaca sebuah pesan di ponsel yang tidak terkunci, terletak diatas meja yang saat ini di tempati olehnya.
“Ada apa denganmu? Kenapa kau tersenyum seperti itu?” Tanya Arson merasa aneh.
“Coba kalian lihat ini.” Kata Joe sambil menunjukkan pesan tersebut pada Arson dan Seina.”Ancaman yang paling ampuh!!” lanjutnya dengan tawa lepas.
Keduanya tertawa kecil, menanggapi hal tersebut. Memang benar yang dikatakan oleh Joe. Tidak diberi uang saku adalah ancaman paling ampuh orang tua pada anaknya.
Joe meletakkan ponsel tersebut ke tempatnya semula, lalu dia mengalihkan pandangan ke sekitarnya.
“Lamarannya benar-benar surprise. Aku kira ini hanya kejutan pesta ulang tahun untuk Kak Renita. Tapi, ternyata sebuah acara lamaran.“ Ujar Joe sumringan.
“Mereka serasi sekali, walaupun usianya beda 13 tahun.” Sambung Seina kagum.
“Benarkah? Berarti aku sudah menjadi seorang inspirator sekarang.” Sahut Om Andi yang langsung ikut duduk bergabung dengan mereka, diikuti oleh wanita yang baru saja di lamarnya.
“Sekarang kami harus memanggilmu dengan sebutan apa? Kakak ipar? Kenapa buat lamaran begini, tidak diskusi dengan kami. Kami ini mak comblang kalian. Hormati kami.” Goda Arson dengan wajah sok serius, lalu di sambut dengan tawa Joe dan Seina.
“Sepertinya, boleh juga.” Sahut Seina geli.”Kakak ipar! Terdengar pantas?”
“Penampilan dan wajahnya memang masih terlihat pantas! Tapi, kalian harus sopan. Usia Kak Andi sama seperti usia orang tua kalian.” Sambung Renita, wanita yang duduk disebelah Andi dengan lembut.
“Salah siapa, dia memiliki wajah seperti pria usia 30-an. Lagi, pula kami sudah terbiasa. Itu tidak akan mudah berubah.” Jawab Arson santai.
“Selanjutnya Kak Brion akan menyusul kalian. Jangan lupa, bilang padanya kami tidak mau hanya sebagai tamu undangan. Kami juga ingin terlibat dalam rencana lamarannya.”
Tiba-tiba Andi teriak saat melihat Brion dengan tampang yang sangat kusut, melewatinya begitu saja. Dia sudah memperhatikan rautnya sejak tadi, bahkan sebelum acara berlangsung.
“Hei! Kau sedang mencari apa?” Tegur Andi dengan suara agak keras, tak sadar suaranya mengundang perhatian orang disekitarnya.
“Ponsel anakku!” Jawab Brion singkat.
“Anak.” Ucap Renita pelan, bingung dan terkejut.
Keterkejutan tersebut juga terlihat kentara pada raut wajah Arson, Joe, dan Seina. Selama ini, mereka mengenal Brion hanya sebagai fatner bisnis Andi dan termasuk seorang pekerja keras yang setiap bertemu dengan Andi hanya membicarakan tentang pekerjaan saja. Andi pun tidak pernah bercerita ataupun menyinggung tentang kehidupan pribadi Brion. Jadi, maklum saja, jika mereka terkejut sekali. Bahkan orang-orang yang berada disekitar mereka juga sama terkejutnya dengan mereka berempat.
“Ponsel ini yang Kak Brion cari?” Tanya Joe mengambil ponsel yang dimaksud dan menunjukkannya pada Brion.
Tanpa banyak bicara, Brion langsung mendekat dan mengambil ponsel tersebut. Dia memeriksanya dan benar itu adalah ponsel putrinya.
“Lalu dimana putrimu yang tercinta itu. Apa dia sudah pulang sebelum acara dimulai. Sebab, sejak tamu berdatangan, aku tidak lagi melihatnya.” Andi seketika sewot, apalagi ketika mengingat raut wajah putri Brion saat terakhir kali bertemu.
“Ya.” jawabnya santai.
Seketika Andi tersenyum miris mendengar jawaban yang meluncur dari bibir Brion.”Ancamanmu tidak berhasil? Sudahlah, suruh saja mereka mengadopsi anakmu secara sah. Sehingga kau tidak perlu repot-repot untuk mengurusnya.”
Brion langsung tertawa hambar mendengar nasehat Andi.”Tidak perlu disuruh, mereka sudah berkali-kali mengajukan itu padaku.”
“Sebaiknya, ponsel itu kau sita saja.”
“Lalu mereka akan membelikan ponsel baru untuknya. Percuma saja! Sulit sekali mengaturnya.” Ujar Brion menekankan suaranya geram.”Ancaman apapun tidak berguna. Aku sudah mencoba segala cara, dari mulai berkata lembut sampai keras. Dia bahkan tidak perduli, ketika aku mengancamnya tidak akan memberi uang saku atau membayar uang kuliahnya.”
Joe, Arson, dan Seina kembali saling berpandangan mendengar seluruh keluh kesah Brion, jadi pesan di ponsel tersebut adalah ancaman Brion pada putrinya. Saat ini, pria tersebut terlihat sangat letih. Dia bingung harus bagaimana lagi mengatur putrinya.
Seina menyikut pelan lengan Joe, lalu berbisik pelan sambil melirik ke seberang kolam renang. ”Itu Silvi, kan?”
“Sedang apa dia disini?” Joe balik berbisik.
“Sudah pasti dia tamu undangan.”
“Tadi siang, aku baru bertemu dengannya di mall, dia buru-buru pulang katanya mau belajar.”
“Silvi di percaya!” Kata Seina sewot.
“Sudahlah, Kak. Jangan terlalu dipikirkan. Itu bisa membuatmu sakit.” Kata Arson prihatin dan menghentikan aksi bisik-bisikan Joe dan Seina.
Brion menanggapinya dengan senyuman, karena dia tidak tahu lagi harus berkata apa.
"Seina, untuk apa kau memotretnya?" Tanya Joe berbisik kembali saat melihat Seina menyentuh aplikasi camera pada ponselnya.
"Untuk mengejeknya!" Seina menjawabnya dengan senyuman lebar."Belajar di pinggiran kolam renang dengan taburan mawar merah. sangat mengasikkan, ya. Bagaimana kata-katanya, bagus, kan? Aku akan mengirimnya segera. Dia pasti jengkel setengah mati padaku."
"Seina." Tegur Joe agar tidak mengundang perhatian orang-orang yang berada disekitar mereka.
"Jangan membelanya."
"Mengejek siapa?" Tanya Arson terusik dengan obrolan kedua temannya.
"Si harimau berbulu domba." Jawab Seina semangat.
"Siapa?" Tanya Andi ulang, antara geli dan penasaran saat mendengarnya nickname yang disematkan oleh Seina untuk orang tersebut.
Suka banget dengan tema reuni. Semangat ya, kak.
Comment on chapter 18 : Pertanyaan Leo