What’s wrong with you???
Naura memijat-mijat kepalanya saat berjalan menuju gerbang sekolah sepertinya benturan bola basket kemarin cukup keras sampai-sampai peningnya masih terasa belum lagi Naura harus bangun lebih pagi untuk mengerjakan pekerjaan rumah karena Mbok Minah masih sakit.
“Kepala Kamu masih sakit ya Ra?” Suara yang kini menjadi tak asing buat Naura cukup membuatnya membalikan badan untuk memastikan dugaannya tepat. Yaaaaapppppp tebakan Naura tepat, pertanyaan barusan terlontar dari mulut Tian yang kini menjadi orang aneh untuk Naura.
“Cuman agak pusing aja,” Naura kemudian meneruskan langkahnya menuju gerbang sekolah. “Makanya kalau lagi latihan itu fokus! jangan mikirin Aku terus! jadi gini nih, ketimpuk bola basket”, dengan gaya santainya Tian mengoceh pada Naura. “WHAT???? Ke-PEDE-an banget jadi orang!!!! Tau dari siapa Aku ketimpuk bola basket????” Ucapan Tian mampu menghentikan langkah Naura dan kini Naura berhadapan dengan Tian untuk mengintrogasinya.
“Masa Kamu gak inget? Kan Aku yang bawa Kamu ke Ruang UKS?” Tanya Tian dengan tatapan balik menyelidik Naura. “Mana inget Aku kan pingsan, suka belaga polos jadi orang!!!!”. “Heheheh,,, Iya-iya ..ya pokoknya Aku yang gendong Kamu ke ruang UKS!”. “Loooh Bukannya Kamu pergi buru-buru pas dapet telepon?”. “Tuh...Kan..Kamu beneran merhatiin Aku sampe tahu Aku dapet telepon segala?” Tian tersenyum puas tebakannya tepat. “Siaaaallll, Tengsin banget nich!!!!! bentar-bentar Dia bilang apa barusan?GENDONG????God.....”, batin Naura.
“Gini ceritanya...,”Tian mengeluarkan Tangan kanannya yang sejak tadi berada dalam saku celana seragamnya dan meraih tangan Naura, lagi-lagi menggenggamnya dan membawa Naura berjalan bersamanya. “Gak Usah pegangan tangan kalau jalan bisa kan??” Naura mengacungkan tangan yang digenggam oleh Tian.
“ENGGAK!!!!!!”, jawab Tian mendekatkan wajahnya pada wajah Naura dan semakin mempererat genggaman tangannya pada Naura. “Mau dilanjutin Gak nih ceritanya?”, Tian heran karna tak sepatah kata pun keluar dari mulut Naura selain langkahnya mengikuti langkah Tian.
“Aku pergi keluar buat nerima telepon, soalnya dalem gedung olahraga berisik banget, terus Aku balik lagi buat pamitan sama Kamu, Karena ...ya pada intinya panggilan telepon itu nyuruh Aku cepet pulang, pas balik ke gedung tau-tau Kamu dah pingsan dikelilingin sama temen-temen Kamu, Aku bawa ke ruang UKS dan nitipin Kamu sama temen Kamu yang namanya Kikan, minta tolong juga ke Dia supaya anter Kamu pulang ke rumah soalnya Aku bener-bener harus pergi”. “Tapi Kikan gak cerita apa-apa pas anter Aku pulang?”Naura berusaha mengingat-ingat kejadian setelah Dia siuman dari pingsan.”
“Gak penting lah, yang penting hari ini Aku dah bisa liat Kamu lagi, tanpa kekurangan satu apapun, yaaah kecuali muka Kamu yang pucet!!!!”. “Tunggu kok malah keruang UKS bukannya ke kelas????” Naura kebingungan, karena fokus mendengarkan cerita Tian, tak sadar Tian membawanya hingga kedepan ruang UKS.
“Kita kesini dulu aja, kalau Kamu dah gak pusing baru Kita ke Kelas!”. “Tapi...tapi...”. Penolakan Naura tak berarti, toh saat ini Naura dan Tian tengah berhadapan dengan Dokter yang bertugas di ruang UKS.
“Selamat Pagi,,”sapa Dokter Regina dengan ramah pada Naura dan Tian. “Pagi Dok, ini temen Saya pusing soalnya kemaren ketimpuk bola basket,” Tian berusaha menjelaskan hal yang membawa mereka ke ruang UKS, disusul dengan cubitan ditangannnya yang diterima dari Naura.
“Oh gitu Saya catat dulu ya data-data Kalian, Dokter Regina bersiap memasukan data-data pada Layar PC dihadapannya. “Naura Wilensa kelas 11-A, dan Saya Tsubastian Stefanus kelas 11-A”, tanpa komando Tian memberitahukan data yang hendak diminta oleh Dokter Regina.
“Saya kira Kamu cuman nganter temen Kamu aja?”bukan hanya Dokter Regina yang menatap Tian dengan tatapan menyelidik tapi juga Naura yang berada disebelahnya pun seolah berkata “JANGAN BOHONG BILANG KAMU SAKIT!!!”, lewat tatapannya. “Aku beneran sakit...gak bohong kok , beneran periksa aja!!”, Tian merasa tak nyaman dengan tatapan kedua wanita yang berada didekatnya sekarang dan berusaha meyakinkan keduanya.
“OK kalau gitu Saya periksa dulu, silahkan!!”, Dokter Regina membawa Naura ke tempat pemeriksaan, seperti terhipnotis Tian mengikuti langkah Dokter Regina dan Naura. “Kamu bisa berbaring disini Naura! Dan Kamu Tsubastian di tempat tidur sebelahnya!” Dokter Regina kemudian bersiap untuk memerikasa Naura dan Tian.
“Saya rasa benturannya memang cukup keras, tapi untung tidak ada efek samping yang fatal, Kamu terlalu memporsir badan Kamu, jadi kurang istrahat”, Setelah selesai memeriksa Naura Dokter Regina menyiapkan obat yang akan diminum oleh Naura. “Empat hari lagi ada Kejuaraan bola basket tinggkat SMA/SMK Dok, mungkin jadwal latihan Saya terlalu padat,” tutur Nuara seraya menerima obat dan segelas air putih dari Dokter Regina.
“Berlatih dengan keras dan giat memang baik, tapi jangan sampai Kamu jadi gak peduli dengan kondisi tubuh Kamu!”. “Iya Dok, terimakasih,”Naura menerima obat dan segelas air dari Dokter Regina. “Setelah Kamu minum obatnya Kamu bisa istrahat dulu di sini, kalau memang tidak membaik juga Saya sarankan Kamu untuk pulang, Saya periksa teman Kamu dulu ya!”.
Setelah meminum obatnya, Naura membaringkan tubuhnya, memperhatikan Dokter Regina memeriksa Tian sayangnya posisi Dokter Regina saat ini membelakangi Naura, Naura hanya bisa melihat wajah Tian yang kemudian meringis menahan sakit saat Dokter Regina memeriksa bagian perut atau mungkin dadanya, Entahlah..yang jelas saat ini Naura sangat pernasaran, Tian tampak sehat dan tak seperti orang sakit bahkan beberapa menit yang lalu, tapi kenapa kini mukanya berubah pucat?Naura pun melihat butiran peluh membasahi dahinya, hanya karena pemeriksaan yang dilakukan oleh Dokter Regina.
“Sejak Kapan?”, Tanya Dokter Regina pada Tian setelah memeriksa keadaan Tian. “Sejak Saya berumur 9 Tahun,” Naura dapat melihat jelas Tian menghindari tatapannya seolah tak membiarkan Naura mendapat celah mengetahui keadaannya. “Saya tidak bisa berbuat banyak, Kamu bawa obatnya?” tanya Dokter Regina sambil menuju ke meja kerjanya.
“Ada di tas Saya,” masih dengan memalingkan wajahnya dari Naura, Tian mencoba bangkit dari tempat tidurnya meraih tas ransel dan membawa beberapa botol obat kehadapan Dokter Regina.
Naura tak bisa menghalau rasa penasarannya berusaha bangkit dari tempat tidurnya walaupun pusing dikepalanya serasa menekan tubuhnya untuk berbaring. “Kamu sudah minum obatnya?”, kini perhatian Dokter Regina beralih pada botol-botol obat yang diserahkan Tian. “Sudah, Hanya yang itu yang belum saya minum,” Tian menunjuk salah satu botol yang segera menjadi perhatian Dokter Regina bahkan Naura walapun dengan samar Dia memperhatikan dibalik tirai penyekat meja kerja Dokter Regina dan tempat pemeriksaan.
“Sebaiknya Kamu segera minum obatnya, jangan sampai terlewat, karena bisa bahaya walaupun terdengar seperti penyakit yang sepele tapi penyakit ini bisa merenggut nyawa Kamu!”, Setelah minum obatnya Kamu bisa istirahat di sini, Saya akan menyerahkan Laporan medis kalian kepada Kepala Sekolah.”
Dokter Regina berlalu meninggalkan ruangan UKS, semantara Tian kembali membaringkan badannya di tempat tidur sebelah tempat tidur Naura. Seolah tak peduli dengan Naura yang dilanda rasa penasaran, Tian lalu memejamkan matanya. Naura ikut bebaring dengan terus menatap wajah Tian. “Kamu sakit apa?”, Naura sadar Dia bukan tipekal orang yang Kepo dengan urusan orang lain tapi entah kenapa rasa penasaran dan ingin tahu Naura mendorongnya untuk Kepo dengan penyakit Tian.
“Aku gak sakit apa-apa, istirahat sana Kamu gak denger pesen Dokter Regina?” Jadi begini rasanya diacuhkan pikir Naura, karena Tian berbicara bahkan dengan mata terpejam, wajahnya menghadap langit-langit ruangan, tanpa mempedulikan Naura yang saat ini diam-diam mengagumi wajah putih, alis hitam yang tebal, garis hidung yang membentuk sudut sempurna dengan lekuk bibir tipis yang merah. Pantas banyak murid perempuan yang tergila-gila padanya.
“Tian....Tian... panggil Naura melihat temannya itu tak beraksi, hanya hembusan halus nafasnya diiringi gerakan bahu, serta diafragma menjadi suatu rytem saat Tian bernafas. “Yaaaaahhhh....Dia dah tidur duluan”, dengus Naura. Karena merasa kesal lagi-lagi diacuhkan oleh Tian.
Naura berbalik membelakangi Tian yang dianggap tengah tertidur. Sesaat kemudian Naura berbalik kembali menghadap Tian, memandangi pahatan sempurna wajah Tian, terlepas dari seberapa banyak rahasia mengenai dirinya, seberapa berat masalah yang dihadapinya, seberapa kuat dan kaya-nya keluarga yang mendidik dan membesarkannya, ada hal lain yang kini dirasakan oleh Naura.
“Andai Aku punya kesempatan untuk menjadi sedikit sempurna saat ada dekat Kamu, Aku pasti tergila-gila sama Kamu sama seperti murid perempuan lainnya,” ucapan lirih Naura tersapu angin yang masuk dari jendela ruangan UKS, Kini Naura merasa matanya terlalu berat hingga kesadarannya pun mulai tak bisa ia pertahankan.
Tian membuka matanya perlahan, melihat Naura yang kini tengah tertidur dengan tangan yang terlungkai disamping Tian. Tian meraih tangan Naura, menggenggamnya seperti yang sudah biasa Dia lakukan.
“Kamu gak perlu menjadi sempurna buat tergila-gila sama Aku Ra, Karena dengan ketidak sempurnaan Aku yang gak Kamu tahu, Aku dah sayang sama Kamu”, Tian menutup matanya diiringi butiran bening yang meleleh dari kedua sisi matanya.
To Be Countinued...