Read More >>"> Jikan no Masuku: Hogosha (Chapter 06 (Moonlight)) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Jikan no Masuku: Hogosha
MENU
About Us  

            Nishida menemukan kunci yang dicarinya dari salah satu laci dalam kamar yang selalu Shin pakai jika datang dan menginap. Ia mengingat-ingat pesan dari sepupu tuannya ketika akhirnya telah berdiri di depan kamar Yuua. Katanya dia harus berhati-hati ketika melangkah, bersikap biasa dan sewajarnya, jangan mengatakan hal bodoh. Sedikit tak paham, tapi kalimat singkat itu terasa begitu dapat ia percaya ketika anak itu yang mengatakannya, entah kenapa.

            Nishida mengatur napas, mengetuk beberapa kali sebagai sikap yang “biasa dan sewajarnya”, kemudian memasukkan kunci dalam lubang dan dengan hati-hati membuka pintu. Pelayan yang lain merasa gugup dan cemas di belakangnya. Mereka juga hawatir dengan keadaan gadis itu. Pasalnya sejak nona mereka masuk ke dalam kamar dan Nishida memanggilnya untuk makan malam gadis itu tak merespon sedikitpun. Sudah beberapa kali para pelayan bergantian membujuk dan mengetuk pintu, tak ada jawaban dari dalam. Mereka takut sesuatu yang buruk terjadi lagi seperti sebelumnya. Sampai akhirnya saat itu Nishida harus menjemput sepupu tuannya hingga keluar kota untuk dapat menenangkan Yuua. Entah keberuntungan atau bukan, Nyonya Evelyn dan ayah Shin selalu tidak ada di rumah ketika hal itu terjadi. Kalau tidak pasti situasi akan lebih buruk, mengingat pribadi Nyonya Evelyn yang dinilai protektif dan cukup keras dengan cucunya. Bahkan sering kali meributkan hal-hal yang menyangkut mereka, sekalipun sepele.

            Ruang kamar Yuua sangat gelap. Ketika Nishida melangkah dia hampir terjatuh karena sesuatu. Matanya menyipit, berusaha melihat keadaan sekeliling ruangan. Untuk mencari gadis itu dia harus melakukan sesuatu tanpa mengubah apapun yang ada dalam ruangan. Biasa dan sewajarnya, ingatnya. Tapi bagaimana mungkin di saat seperti ini? Bahkan ia merasa kamar itu sangat berantakan tidak seperti biasanya.

            “Yuua-sama boleh saya nyalakan lampunya?” tanya Nishida.

            “Shin tidak menelepon ku hari ini. Shin... baik-baik saja, kan?” Katanya singkat tanpa ingin menjawab. Nada suaranya terdengar polos seperti biasa. Dan dari hal itu dirinya dapat mengetahui di mana gadis itu berada melalui asal suara. Seperti yang dilakukan Shin pada Yuua sebelumnya. Tapi anak itu bahkan terlalu “sewajarnya” waktu itu. Dengan mengatakan, “Aku lapar sekali. Fuu, mau temani aku makan?” dengan nada terlampau santai, tentu yang seperti itu Nishida tak dapat melakukannya, kan?! Benar saja, Yuua kembali tenang dan dengan patuh menemani cucu nyonya Evelyn makan, diiringi ekspresi para pelayan yang campur aduk. “Apa ini deja vu? Bisa-bisanya!” Celetuk seorang pelayan dengan heran dan takjub saat itu. Meski tak begitu terlihat, tetapi menurut kepala pelayan Shin-sama hanyalah meniru seseorang. Nishida hanya dapat menduga-duga pendapat itu. Meniru, ya... batinnya.

            Gadis itu berada di dalam salah satu lemari pakaian. Pintunya baru saja dibuka perlahan. Dan Nishida menghampiri tuannya. Dia berjongkok lalu memegang kedua tangan tuannya dengan hangat, kemudian dijawabnya dengan lembut, “saya yakin Shin-sama akan selalu baik-baik saja selama Anda berada di sisinya.”

            Pelayan pribadi Yuua hampir mengatakan sesuatu yang lain sebelum ponsel miliknya bergetar. Apa nanti Shin-sama akan kembali memberi peringatan? Aku dalam masalah! pikirnya. Pasalnya ia sudah mengabaikan larangan Shin untuk tidak menghubunginya. Tapi menurutnya yang ia lakukan jauh lebih baik, mengingat terakhir kali hal yang sama berakhir buruk hingga sepupu Yuua dinilai tak bertanggung jawab dan mengabaikan gadis itu. Dan perang dinginpun terjadi selama hampir dua minggu antara Nyonya Evelyn dan cucunya. Beruntung, Yuua yang kondisinya telah membaik dapat mencairkan mereka.

            Nishida kembali mengingat hari itu, bagaimana wajah bangun tidur dan lelah Shin berubah serius, hingga tatapan tajamnya seakan memberi peringatan keras padanya. Bahkan sampai sekarang kadang Shin masih menyinggung masalah itu.

           Setelah beberapa saat, Nishida memberikan ponsel miliknya pada Yuua. Tak ada keluhan atau peringatan, atau mungkin belum dari Shin. Tidak dalam situasi seperti ini. Firasatnya mengatakan seperti “tenang sebelum badai”.

            “Maaf, Fuu, hari ini aku sangat lelah. Kali ini saja, bisa kau nyanyikan lagu pengantar tidur untukku?” kata Shin dari seberang telepon.

            “Ada apa? Kamu baik-baik saja?” Yuua melupakan apa yang baru saja terjadi pada dirinya. Dia merasa ada sesuatu yang menimpa sepupunya, dan mungkin ini lebih buruk dari pada masalahnya sendiri. Apa mungkin perasaannya saja? Tiba-tiba dia mengingat sesuatu, “Kouya...” celetuknya tanpa sadar. Di seberang telepon Shin terdiam, jadi pasti dia mendengarnya. Yuua segera menutup mulutnya, “....maaf, tidak akan kuulangi lagi. Lagu mana yang ingin kamu dengar?”

            Nishida tersenyum dan kembali keluar ruangan setelah menyalakan lampu di samping tempat tidur tuannya. Sedangkan Yuua masih tetap duduk di dalam lemari, tapi kali ini kedua kaki yang terus didekapnya dengan kencang telah di luruskannya dengan rileks sampai menjulur keluar pintu. Dan nyanyian pengantar tidur untuk sepupunya terdengar hingga lorong depan pintu kamarnya.

            Berkat Shin para pelayan yang masih menunggu di depan pintu dapat mendengar bagaimana suara Yuua ketika bernyanyi meski sebentar. Ini kemajuan yang sangat baik, karena merupakan sesuatu yang sulit dan mustahil dilakukan gadis itu, menurut mereka. Memang bukan suara yang merdu, tapi nyaman untuk didengar.

            Setelah Nishida keluar mereka kembali pada tugas masing-masing dengan perasaan lega. Kepala pelayan yang baru saja datang dan segera paham situasinya hanya memberi Nishida sebuah senyuman.

            “Dalam situasi seperti ini, bukankah tuan putri sangat cantik?” kata kepala pelayan sembari berjalan.

            “Iya. Saya rasa lebih cocok disebut ‘ratu’, ya...” ungkap Nishida jujur.

            “Selama ini tuan putri memang Quinn, bukan?!” pria tua itu tertawa kecil. Kadang selera humornya memang tak bisa diprediksi.

###

            Cahaya bulan purnama menghilang di balik awan. Membuat bayangan semakin samar dan bahkan tak terlihat. Waktu yang baik untuk berjalan di luar tanpa ingin dilihat orang lain. Dengan langkah santai seseorang melangkah melalui pintu kaca, lalu halaman yang hanya diterangi lampu jalan. Setelah berhenti di depan gerbang, sesaat dilihatnya sebuah bangunan besar hitam di belakangnya. Berbagai macam rumor menyeramkan yang ada di sana bahkan tak mengusiknya. Tidak ada rasa takut. Baginya sebuah rumor hanyalah cerita yang dibuat seseorang tanpa bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya. Yang seperti itu tidak dapat dipercaya. Begitulah yakinnya dalam hati.

            Gerbang sekolah itu tinggi menjulang. Tetapi bahkan tak dapat menyaingi tinggi dari pepohonan yang seakan hampir menutupi bangunan-bangunan dibalik gerbang besi hitam itu. Seolah sebuah tempat dengan lapisan pelindung sihir dalam dunia fantasy, Sekai Gakuen lenyap ditelan rimbun pepohonan dan gelap malam.

            “Selanjutnya akan seperti apa?” ucapnya melangkah melalui jalan memutar meninggalkan bangunan yang tetap diam dan dingin di belakang sana.

            Angin pun menyapu awan hingga langit purnama terlihat lebih cerah dari sebelumnya. Cahayanya membuat bayangan semakin kuat. Sementara langkahnya menghilang diantara rerimbunan rhododendron.

###

            Moonlight Sonata dari Beethoven masih mengalun dari sebuah alat perekam. Tepat sebelum musik berhenti....

                Gadis itu duduk di sudut kamarnya yang gelap. Cahaya bulan menembus tirai jendela yang sedikit terbuka. Membuat garis panjang dari pantulan cahaya yang seakan menjadi batas dirinya dan sesuatu yang ada di sisi lain garis cahaya di depannya. Tak lama, pintu kamar itu terdorong ke dalam, seorang pria dan wanita masuk. Tetapi gadis itu tetap tak bergerak atau terganggu dengan kedatangan keduanya.

            Mereka mendekati si gadis perlahan lalu melepas handsfree yang masih terpakai. Ketika si pria memindahkannya ke tempat tidur, sesuatu terjatuh dari pangkuan gadis itu. Si wanita mengambil bingkai foto yang terjatuh dan menaruhnya di atas meja. Dengan bantuan cahaya bulan yang tak banyak dalam ruangan, foto itu terlihat tak begitu jelas. Tetapi, tetap menjadi lebih jelas dalam ingatan kedua orang itu. Di dalamnya terlihat seorang anak laki-laki dan seorang gadis kecil tersenyum ceria di tengah ladang bunga matahari, pada siang yang cerah di musim panas.

            Bergantian kedua orang dewasa itu melihat pada jendela yang masih tertutup. Si pria memeriksa jendela kaca lebar di depannya. Terkunci. Mereka saling bertukar pandang dalam keremangan. Lalu merasakan sedikit kelegaan yang sama. Wanita itu hampir merapatkan tirai sebelum si pria berbicara lirih padanya.

            “Apa dia sedang mencoba untuk memainkannya?” tanya si pria terdengar terkejut dan heran.

            “Hm?”

            Si pria menunjuk pada lantai tempat gadis itu duduk sebelumnya. Tepatnya pada sebuah papan shogi lipat yang terbuka tanpa bidak.

            “Mungkin dia ingin melakukannya dengan cara yang lain. Tapi kalau begini, dia membutuhkan seseorang supaya dapat bermain, bukan?”

            “Kupikir dia bukanlah tipe anak yang menyukai atau mau bermain board game,”

            “Memang bukan. Saya rasa dengan papan itu.... dia hanya menuggu dan melampiaskan.” Ucap seorang anak laki-laki yang telah berdiri diambang pintu, tangannya mengelus dengan lembut seekor kucing dalam dekapan. “akan lebih baik kalau kami tidak bertemu terlebih dulu. Tolong jangan katakan padanya kalau saya datang.” Dia menatap gadis yang tertidur itu, “sampai jumpa, Jill.” katanya pergi.

            Tak lama keduanya pun keluar dari ruangan itu dalam diam. Sebelum akhirnya menatap si gadis yang tertidur, kemudian pada jendela yang terkunci. Perlahan pintu itu tertutup, menarik dan membawa pergi cahaya lain dari luar.

            Moonlight Sonata kembali terdengar dalam sebuah ruangan, di tempat yang berbeda.

--------

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Lost you in Netherland
3      3     0     
Short Story
Kali ini aku akan benar - benar kehilangannya !!
Let Me Go
27      11     0     
Romance
Bagi Brian, Soraya hanyalah sebuah ilusi yang menyiksa pikirannya tiap detik, menit, jam, hari, bulan bahkan tahun. Soraya hanyalah seseorang yang dapat membuat Brian rela menjadi budak rasa takutnya. Soraya hanyalah bagian dari lembar masa lalunya yang tidak ingin dia kenang. Dua tahun Brian hidup tenang tanpa Soraya menginvasi pikirannya. Sampai hari itu akhirnya tiba, Soraya kem...
Lost in Drama
23      9     0     
Romance
"Drama itu hanya untuk perempuan, ceritanya terlalu manis dan terkesan dibuat-buat." Ujar seorang pemuda yang menatap cuek seorang gadis yang tengah bertolak pinggang di dekatnya itu. Si gadis mendengus. "Kau berkata begitu karena iri pada pemeran utama laki-laki yang lebih daripadamu." "Jangan berkata sembarangan." "Memang benar, kau tidak bisa berb...
Teman Khayalan
15      4     0     
Science Fiction
Tak ada yang salah dengan takdir dan waktu, namun seringkali manusia tidak menerima. Meski telah paham akan konsekuensinya, Ferd tetap bersikukuh menelusuri jalan untuk bernostalgia dengan cara yang tidak biasa. Kemudian, bahagiakah dia nantinya?
Noterratus
29      5     0     
Mystery
Azalea menemukan seluruh warga sekolahnya membeku di acara pesta. Semua orang tidak bergerak di tempatnya, kecuali satu sosok berwarna hitam di tengah-tengah pesta. Azalea menyimpulkan bahwa sosok itu adalah penyebabnya. Sebelum Azalea terlihat oleh sosok itu, dia lebih dulu ditarik oleh temannya. Krissan adalah orang yang sama seperti Azalea. Mereka sama-sama tidak berada pada pesta itu. Berbeka...
Her Glamour Heels
290      214     3     
Short Story
Apa yang akan kalian fikirkan bila mendengar kata heels dan berlian?. Pasti di khayalan kalian akan tergambar sebuah sepatu hak tinggi mewah dengan harga selangit. Itu pasti,tetapi bagiku,yang terfikirkan adalah DIA. READ THIS NOWWW!!!!
Lilian,Gelasmu Terisi Setengah
2      2     0     
Short Story
\"Aku bahkan tidak dikenali oleh beberapa guru. Sekolah ini tidak lain adalah tempat mereka bersinar dan aku adalah bagian dari figuran. Sesuatu yang tidak terlihat\"
SEPATU BUTUT KERAMAT "Antara Kebenaran & Kebetulan"
37      12     0     
Humor
Bukan sesuatu yang mudah memang ketika dalam hidup berhadapan dengan hal yang membingungkan, antara kebenaran dan kebetulan. Inilah yang dirasakan oleh Youga dan Hendi saat memiliki sebuah Sepatu Butut Keramat....
Ketika Cinta Bertahta
2      2     0     
Short Story
Ketika cinta telah tumbuh dalam jiwa, mau kita bawa kemana ?
Memories The Series - Pandora Box
23      10     0     
Action
Kanaya, ahli forensik yang mengelilingi dunia hanya untuk mencari penjelasan dari setiap mimpi buruk yang hadir disetiap tidurnya. Hari-hari dilaluinya tanpa penjelasan yang pasti, langkahnya kini terhenti di kota SEOUL, tempat yang menorehkan setitik petunjuk. Dalam perjalanannya Kanaya terjebak dalam cinta yang membuatnya rapuh dan ingin menyerah. Park Minwo seolah menjadi magnet bagi Naya un...