Read More >>"> RAHASIA TONI (TUGAS MENYENANGKAN) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - RAHASIA TONI
MENU
About Us  

"KOK DILEPAS?" tanya Toni saat Kinanti melepas simpul tali yang ia buat. Mereka baru saja sampai di pintu depan sebuah toko buku. Seorang security yang berjaga di depan, tak melepaskan pandangan pada mereka sedari tadi. Belum lagi orang-orang yang berpapasan di tengah jalan tadi. Mereka semua memperhatikan Kinanti dan Toni.

Kinanti merasa dirinya tampak bodoh. Beda dengan Toni yang mau diapakan saja, tetap menawan.
"Kita jadi perhatian orang-orang," jawab Kinanti. Dia mengatakannya dengan ekspresi lugu dan nampak takut-takut.
"Ok. Lo boleh melepasnya."

Tanpa berkata-kata lagi, Kinanti langsung jalan usai simpul tali di antara mereka terbuka. Toni jadi heran. Gua ditinggal? Yang bener aja? gumamnya.

Cowok tampan itu jadi ingin melengkungkan bibir, kala mengingat Kinanti.

Mereka masuk ke dalam. Kinanti langsung mencari buku resep pesanan ibunya. Matanya menyoroti satu per satu judul buku yang dia temukan. 

Resep pastel, bolu dan cake, semua judul dia baca. Dia perhatikan cover buku satu persatu, menimbang mana yang akan dia pilih.

"Memangnya, ibu lo mau buat apa?" tanya Toni. Dia nampak ikut memperhatikan buku yang Kinanti pegang.
"Ibu bilang, sih, mau cari resep yang gampang dibuat," katanya dengan mata fokus pada buku-buku yang di pajang. "Plus anti gagal kalo bisa."

Toni mengambil salah satu buku. "Kenapa gak coba ini?" Toni menunjukkan buku resep puding. "Biasanya puding selalu berhasil dibuat. Kalaupun gagal, masih tetap enak dimakan."
Kinanti mengambil buku yang Toni tunjukan, dia baca sekilas isi resep itu.
"Boleh juga," katanya, "kalau gitu, gua bayar dulu ini."
"Sini!" Toni merampas buku yang Kinanti pegang. "Gua aja yang bayar."
"Gak perlu, Toni."

Toni melenggang menuju kasir, mengabaikan Kinanti. Kinanti coba mengikutinya. Tapi tak berani merebut. Tidak mungkin juga dia main rebut-rebutan buku dengan Toni di depan umum. Semua orang pasti akan mencap dirinya menel.

"Lo, tunggu sini aja! Ini perintah."
Kinanti mengangguk perlahan. "Tapi, uangnya udah ada dari ibu tadi. Jadi...."
"Kalau gitu, ini hadiah buat ibu lo. Jadi jangan ge-er."

Selalu saja jadi begini. Dia paling bisa buat Kinanti kelihatan benar-benar bodoh.

"Kenapa kalau mau traktir, lo gak pakai bahasa yang halus?"
"Suka-suka gua." Toni bicara dengan gayanya yang angkuh. "Antriannya panjang," kata Toni usai melongokan kepala melihat antrian yang mengular. "Lo tunggu sini aja, biar gua yang bayarin."

Kinanti hanya diam. percuma saja dia bicara, yang ada nanti Toni akan mengejeknya lagi.
Dia mengerling ke sekitar, mencari sesuatu yang mungkin bisa dibeli. Dia perhatikan Toni dari kejauhan, masih sibuk mengantri. 

Ponsel Toni bergetar, selagi dalam antrian. Dia menghela nafas saat tahu Prima menghubunginya. Dia yakin, Prima pasti akan mengomel.
"Iya, Prim?" Toni menjawab telpon.
"Lagi di mana?"
"Gua di toko buku, sama Kinan."
Prima menggeram. "Toko buku ada banyak, sebutin namanya. Gua ke sana sekarang!"

Toni terkesiap. "Maksudnya, lo mau nyusul? Gua rasa gak perlu. Gak lucu juga, kalau kita jalan bertiga."
Antrian Toni sudah semakin pendek. Sampai tiba gilirannya.

Setelah buku belanjaan Toni di-scan, petugas kasir menyebutkan nominal yang harus dibayar.
"Lagipula," lanjut Toni sambil menjepitkan ponsel di telinga sebab kedua tangannya sedang sibuk mengeluarkan uang dari dompet, "ini hari Minggu. Pegawai bank aja libur, masa lo gak mau libur?"
"Udah, deh, Ton, cepet kasih tau di mana posisi lo sekarang. Inget, lo baru aja keluar dari rumah sakit."
"Gua udah sehat dari lama, orang-orang rumah sakit itu aja yang brengsek! Mereka nahan gua supaya gak pulang. Mereka bilang istirahatlah, observasi ini, observasi itu, suntik sana suntik sini. Nyatanya gua gak sembuh."
"Mereka harus jadi brengsek, untuk mengurus pasien brengsek seperti lo."

Toni tertawa. Dia mulai lagi, mempermainkan perasaan orang yang khawatir dengannya. 
"Yah, kalau pun punya umur pendek. Paling nggak, gak dihabisin di ranjang rumah sakit."

Toni selesai membayar, buku pun sudah ia terima.
"Gua telpon lo nanti." Toni menutup telpon.
"Hei, Ton!" Prima mencoba menahan, sayangnya dia gagal.

Usai panggilannya terputus, Toni segera memasukkan ponsel kedalam pocket nya.
"Nih!" Toni menyerahkan buku pada Kinanti.
Kinanti menerimanya. "Makasih, ya."
"Sama-sama. Sekarang lo, ikut gua!"
"Ke mana?"
"Udah lo ikutin aja. Gak usah mikir macem-macem, ya!"

Kinanti menghela nafas jengah. Perasaannya pada Toni sungguh membawa sial. Jika tidak, harusnya dia bisa menampar atau meninju perut Toni. Tapi dia tak bisa. Sebab di perlakukan seperti apapun, jantung Kinanti tetap saja berdebar setiap dekat Toni.

***

Pet shop? Kinanti heran. Ada urusan apa, Toni mengajaknya ke tempat itu.
"Tunggu sebentar," pinta Toni. Dia menyuruh Kinanti untuk tetap di tempat sambil melihat-lihat beberapa hewan peliharaan. 

Toni menemui seorang front office dan tampak membicarakan sesuatu. Tak lama dia memanggil seorang pramuniaga untuk mengambilkan titipan Toni.
"Terimakasih!" kata Toni.

Toni kembali pada Kinanti. "Nih!" Dia menyerahkan satu buah kandang yang berisi seekor monyet kecil pada Kinanti.
"Gua mau, lo jaga hewan ini."
"Ini...." Kinanti membuka kandangnya.

Benar saja, monyet kecil itu nampak mengenali Kinanti. Dia berjingkat-jingkat melihat Kinanti. Dan sekarang penampilannya lebih baik, Toni sudah membersihkannya dan mengganti rantai yang baru.
"Ini monyet kecil yang ada di dekat sekolah itu, 'kan? Jadi lo yang beli?" tanya Kinanti. Dia tampak semringah saat diperintahkan untuk mengasuh monyet tersebut.
"Bukan urusan lo siapa yang beli dia," jawab Toni.

Sebenarnya ini semua buah kerja keras Prima. Dia yang mencari siapa pembeli monyet kecil itu. Dimulai mendatangi rumah pemilik awal, kemudian dia mendapatkan nomor handphone pemilik kedua untuk meminta alamat. Usai mendapatkan alamatnya Prima, bergegas menuju kesana. Prima membeli lagi dengan harga tiga kali lipat menggunakan uang Toni. 

Jika dihitung-hitung, Prima lebih banyak berjasa untuk hal ini.
"Yang jelas," sambung Toni, "gua sibuk dan gak ada waktu buat mengurusnya. Jadi gua tugasin lo sebagai asisten, buat mengurusnya."
Kinanti berusaha menahan bibirnya agar tak tersenyum terlalu lebar. Toni tak tahu, betapa senangnya dia bisa mendapat tugas mengasuh hewan yang ia sayangi.
"Dia udah gua vaksin dan dibersihin. Nanti setiap minggu-nya gua kirim stok makanan untuk dia."
"Gak usah, pokoknya lo jangan khawatir. Pasti gua jaga baik-baik."
"Makasih ya," tambah Kinanti.
"Makasih buat apa?" Toni berusaha menunjukkan wajah angkuhnya.
"Semuanya. Lo nolong gua tadi." 

Kinanti yang hanya berani menatap Toni sekilas, lalu menunduk lagi. "Juga ini," Kinanti menunjukkan monyet kecil yang bermain-main di tangannya.

Wajah Toni sedikit berubah, dia nampak ingin tersenyum tetapi ia tahan.
"Oh, soal yang tadi. Karena gua bukan laki-laki yang gak punya perasaan. Jadi meski lo asisten gua, gua wajib menolong lo."
Kinanti mendengarkan Toni sambil mengerucutkan bibir.
"Kedua, gua kasih lo tugas ini, karena lo itu asisten gua. Jadi jangan anggap lebih."
"Baik, Tuan." Kinanti tak dapat menutupi lagi senyum di bibirnya. "Apa pun itu, gua berterimakasih."
Toni membuang muka ketika Kinanti menatapnya. "Sama-sama," dia berbisik.

Kinanti tak peduli, ia kembali sibuk bermain dengan monyet kecil pemberian Toni. Disaat itulah, lelaki sombong itu diam-diam memandang Kinanti sambil menarik sudut bibirnya.
 

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (36)
  • dede_pratiwi

    when he gone. huhu judulnya bikin baper. wkwk. ku udah like and komen. tolong mampir ke ceritaku juga ya judulnya 'KATAMU' ://tinlit.com/story_info/3644 jangan lupa like. makasih :)

    Comment on chapter PROLOG
  • yurriansan

    @sarisariwah mantap masukannya kak. ayo, itu mksdnya klbhan "K". semoga lanjut baca chapter selnjutnya ya kak...

    Comment on chapter PROLOG
  • sarisari

    Baru baca chapter satuny. Ide ceritanya bagus. Gaya berceritanya juga bagus. Cuma, pelajari lagi PUBInya, ya. Ada beberpa penggunaan tanda baca yang salah. Juga huruf akhir kata kapital. Oh iya. Untuk kata ayok, itu maksdunya dalam aksen Jawakah? Kalau iya di italic. Kalau bukan, tanpa huruf 'k'

    Comment on chapter PROLOG
  • yurriansan

    @ShiYiCha maksih. tpi sbnrnya ini bukan cerita SMA aja loh, aku harap klian baca sampai akhir. krena ini kisah Toni yang berjuang melawan kanker dan Prima yang berjuang demi bertahan hidup dari kemiskinan.

    Comment on chapter PROLOG
  • ShiYiCha

    Wiw... Pembukanya seru, nih. Baka lanjutin baca. Mwehe... Cemungut, Kak Yurlian

    Comment on chapter PROLOG
  • yurriansan

    @Ivaumu thanks ya udah mau berkunjung, aku harap kamu bakalan baca sampai selesai. karena ini sbnrnya crita tntang prjuangan anak yg mlwan kanker dan pngorbnan orgtua, sgaja aku bumbui dengan kejenakaan supaya crita makin hidup dan natural. :D

    Comment on chapter MONYET KECIL DAN LELAKI TAMPAN
  • Ivaumu

    mungkin karena aku jarang baca teenfic jadi merasa agak aneh. Tapi lucu sih... 😄

    Comment on chapter MONYET KECIL DAN LELAKI TAMPAN
  • yurriansan

    @aisalsa09 ooh masih kuliah, berarti masih d bawah saya lah ya, hihi

    Comment on chapter MONYET KECIL DAN LELAKI TAMPAN
  • aisalsa09

    @yurriansan udah kuliah kaka. Tapi krna yang itu genreny teenfict, jadi gaya bahasa dan pemikiran ngikutin anak sekolah lagi, ehhehe

    Comment on chapter MONYET KECIL DAN LELAKI TAMPAN
  • yurriansan

    @aisalsa09 kelhiran thun brp?
    Aku kira dari baca gaya berceritamu di novel imajinyata msh anak sekolah. hoho.
    ternyta udh pernah sma

    Comment on chapter MONYET KECIL DAN LELAKI TAMPAN
Similar Tags
The Black Envelope
48      32     0     
Mystery
Berawal dari kecelakaan sepuluh tahun silam. Menyeret sembilan orang yang saling berkaitan untuk membayarkan apa yang mereka perbuatan. Nyawa, dendam, air mata, pengorbanan dan kekecewaan harus mereka bayar lunas.
Meet You After Wound
10      9     0     
Romance
"Hesa, lihatlah aku juga."
Save Me From Myself
48      36     0     
Romance
"Kau tidak akan pernah mengerti bagaimana rasanya menjadi aku."
Kinanti
0      0     0     
Romance
Karena hidup tentang menghargai yang kamu miliki dan mendoakan yang terbaik untuk masa nanti.
Hei cowok...I like you
37      31     0     
Romance
Hei cowok...i like you, kalimat itulah yang keluar dari mulut cewek berwajah pas-pasan kepada cowok berparas tampan yang wajahnya gak kalah cakep dengan cowok-cowok korea.
Dia Dia Dia
182      110     0     
Romance
Gadis tomboy yang berbakat melukis dan baru pindah sekolah ke Jakarta harus menahan egonya supaya tidak dikeluarkan dari sekolah barunya, saat beberapa teman barunya tidak menyukai gadis itu, yang bernama Zifan Alfanisa. Dinginnya sikap Zifan dirasa siswa/siswi sekolah akan menjadi pengganti geng anak sekolah itu yang dimotori oleh Riska, Elis, Lani, Tara dan Vera. Hingga masalah demi masalah...
Simbiosis Mutualisme seri 1
269      151     0     
Humor
Setelah lulus kuliah Deni masih menganggur. Deni lebih sering membantu sang Ibu di rumah, walaupun Deni itu cowok tulen. Sang Ibu sangat sayang sama Deni, bahkan lebih sayang dari Vita, adik perempuan Deni. Karena bagi Bu Sri, Deni memang berbeda, sejak lahir Deni sudah menderita kelainan Jantung. Saat masih bayi, Deni mengalami jantung bocor. Setelah dua wawancara gagal dan mendengar keingin...
My Sweety Girl
246      167     0     
Romance
Kenarya Alby Bimantara adalah sosok yang akan selalu ada untuk Maisha Biantari. Begitupun sebaliknya. Namun seiring berjalannya waktu salah satu dari keduanya perlahan terlepas. Cinta yang datang pada cowok berparas manis itu membuat Maisha ketakutan. Tentang sepi dan dingin yang sejak beberapa tahun pergi seolah kembali menghampiri. Jika ada jalan untuk mempertahankan Ken di sisinya, maka...
Perahu Waktu
9      9     0     
Short Story
Ketika waktu mengajari tentang bagaimana hidup diantara kubangan sebuah rindu. Maka perahu kehidupanku akan mengajari akan sabar untuk menghempas sebuah kata yang bernama rindu
Reminisensi Senja Milik Aziza
36      32     0     
Romance
Ketika cinta yang diharapkan Aziza datang menyapa, ternyata bukan hanya bahagia saja yang mengiringinya. Melainkan ada sedih di baliknya, air mata di sela tawanya. Lantas, berada di antara dua rasa itu, akankah Aziza bertahan menikmati cintanya di penghujung senja? Atau memutuskan untuk mencari cinta di senja yang lainnya?