Read More >>"> RAHASIA TONI (13. Friend !) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - RAHASIA TONI
MENU
About Us  

Friend

***

How friend supposed to be?

Is it supposed to be kind?

Is it supposed to be always by your side?

Is it supposed to be knowing you for a long time?

How friend supposed to be?

 

Pecicilan.

Itu kata yang bakal muncul di pikiran semua orang sebagai kesan saat pertama kali ketemu Salju Christabell.

Atau kalau nggak…

Bodo amatan.

Secuek itu memang kesannya.

Dia suka banget cerita. Dan kalau udah cerita suka heboh sendiri. Ya, mungkin nggak separah itu hebohnya. Tapi karena lawan bicaranya makhluk bermuka lempeng macem Dai, jadi kelihatannya kayak sales panci yang lagi promo demo masak manggilin ibu-ibu kompleks gitu. Rame banget, lepas, kayak nggak ada beban.

 

“Otak pinter, tampang oke, temen banyak, keluarga lengkap. Hidupnya semulus paha cherrybelle banget ya dia. Nggak ada kurangnya.”

Itu judge dari seorang Sadlan Sadewa, dalem hati.

Nggak tahu kenapa Sad berasa kayak anak cewek yang penuh iri dan dengki kalo lagi inget itu. Padahal sebenernya nggak.

 

Ya, dulu.

Sekarang, beda lagi.

Sedari...

 

 

“Kata Ran semenjak kelas dua, lo jadi suka bolos dan ikut tawuran sana-sini ya?”

“Bukan semenjak kelas dua.”

“Terus?”

“Tapi semenjak gue ngerasa lo jahat.”

“Hah?”

“Setahun lalu. Lo pergi, ninggalin gue, tanpa pamit.”

Hening. Cukup lama, karena kalimat Sad berhasil melempar ingatan Jul pada alasannya yang tak memberikan pilihan.

Jul pun buka suara.

“Maaf.”

Hanya kata itu yang baru bisa ia ucapkan. Sad menghirup nafas dalam sebelum kemudian menghembuskannya terdengar begitu berat.

“Sad?”

“Dulu gue nggak pernah nemu apa alasan lo pergi. Karena dulu gue ngerasa udah jadi baik. Dan itu nyakitin gue waktu gue ngerasa kalau lo jahat. Makanya gue cari cara dan gue nemu.”

“Sad-.”

“Setelah sekarang gue bisa denger orang-orang bilang gue bandel, gue pengecut, bahkan gue bukan apa-apa. Seenggaknya gue jadi nggak lagi ngerasa kalo lo jahat… Lo baik, Jul. Dan gue bisa terima alasan lo pergi sekarang.”

“Gue-.”

“Karena sekarang gue bukan orang baik, Jul. Jadi gue nggak akan ngerasa sakit lagi kalo lo ternyata sama kayak dia… Pergi, tanpa pamit, ninggalin gue.”

“Gue nggak gitu-.”

I’m not a good boy, Jul. You must have a million reasons to leave me now.”

Dua tahun lalu, tapi sampai sekarang percakapan itu masih terekam jelas di kepala Sad, dia ingat setelah mendengar jawabannya Jul langsung terdiam. Bahkan tak mengejarnya saat Sad mulai beranjak dan pergi.

Ya, dia tetap disana. Di tempat dimana selalu bisa Sad temukan. Di tempat dimana Sad butuhkan. Sekuat apapun Sad menghindari Jul. Jul akan selalu bisa menemukannya. Jul tak pernah menyerah pada Sad. Dan itu membuat Sad menjadi kesal, sampai akhirnya apa yang Jul katakan menyentuh tepat ke hatinya.

You are a bad, you are a coward, you are nothing. It doesn’t matter. I don’t care what people say about you out there. All that I know is you’ve the only one who guide me tobe blessed, filfull and happy.

Sad mendengus, masih tak mau mendengar penjelasan apapun dari Jul, “Then you leave me.

“But now I’m back.” Sergah Jul segera.

Tapi kemudian, dari ujung matanya Sad bisa melihat Jul yang entah kenapa malah terlihat rapuh. Sad tahu bahwa orang yang dikenalnya semenjak di taman kanak-kanak itu sedang menahan tangisnya. Membuat Sad merasa iba tapi tetap saja ego menguasainya.

“Sad,” Jul memanggil lirih nama yang sudah hampir setahun ini ia rindukan, namun saat mata itu beralih menatapnya, ia memilih untuk menundukan pandangan.

“What the matter is you are still being my friend and you always be. No matter for you… I’m not.”

Sad ingin sekali menyanggahnya, karena jauh di dasar hatinya. Sebagaimanapun ia pikir Jul sudah melukainya sedalam ini.

She’s still being his friend and she’s always be. But then, he’s wondering how friend supposed to be.

Terlalu banyak pikiran-pikiran yang berseliweran di kepalanya saat itu, sehingga ia hanya bisa diam. Sampai akhirnya kali ini Jul yang gantian beranjak dari sana.

Namun sebelum benar-benar pergi, gadis itu kembali menoleh. Dalam senyum pedihnya dia berkata,

“I have a reason to leave yesterday. Just leave. But to leave you, I have no choice.”

 

Dan Sad kembali merasa bingung.

What the reason that makes you have no choice?

Hingga akhirnya jawaban itu datang sendiri padanya tanpa ia perlu mencari. Meleburkan judge nya pada Jul selama ini.

 

Hidup tidak sesempurna yang Sad pikirkan.

If there is a perfect life, it must be something wrong in it.

Semua orang punya kekurangan, tak peduli seberapa sempurnanya ia terlihat dari luar.

 

Hidup tidak sebahagia yang Sad pikirkan.

If there is a happily ever after, it must be the thing that only you could find in a fairytale.

Semua orang punya masanya. Masa ia mencari bahagia dan masa ia menjadi bahagia.

 

Dan gadis itu sama menderitanya dengan Sad, atau bahkan Sad yakini lebih.

Jul tidak jahat pada Sad.

Gadis itu dulu tidak pergi begitu saja.

Jadi dari awal bukan Jul yang membuat Sad jatuh.

Meskipun begitu Jul kembali, lagi.

Membantu Sad untuk bangkit, lagi.

Gadis itu tidak jahat pada Sad.

Yang jahat pada Sad adalah diri Sad sendiri.

 

“She’s never give up on me.

No matter how hard I try to hide and being disappears.

No matter how far I take one step backward. She will always take two step to keep going forward on me.

Rewind, replay, unrestrained, again and always.

She’s never give up… on me.”

 

Jadi, baik bukanlah sebuah ukuran. Karena…

 

She have a reason to leave when I’m a good one.

But she choose to keep stay when I became a bad.

Accepting my flaws while I try to find my light in the darkness.

 

Jadi baik bukanlah sebuah ukuran.

***

“AC dingin bisa gue matiin, lah kalo orang yang dingin masa harus gue matiin juga.”

“Kita itu deket kan sama dia. Tapi kenapa seringnya ngerasa jauh gitu loh, Sad. Lo ngerti kan maksud gue?”

Kis tipe orang yang lebih lempeng dari Dai, cenderung dingin. Di awal-awal kenal, mereka tidak banyak saling bicara. Malah pernah Jul yang duluan memulai pembicaraan dan berakhir dijawab singkat-singkat saja. Jika Jul sedang kumat cerita heboh tentang hal tidak penting ke Sad dan ada Kis. Jul tak jarang tersinggung karena muka kinclong cowok itu yang di matanya kelihatan tidak bersahabat dan lebih mengintimidasi. Jul merasa seperti sedang di judge diam-diam dalam hati sama Kis.

Kadang Jul bingung sendiri, kesel sendiri, keki sendiri.

Dan itu mulai ngebuat Jul menjudge juga.

Karena pada dasarnya, when you judge someone, there’s always somebody else who will judge back to you too.

Tapi waktu kemarin terpaksa harus pulang bareng cowok itu, Jul jadi inget kalimat don’t judge the book from it’s cover.

Karena dari senyumnya waktu itu, entah bagaimana Jul bisa merasakan hangatnya seorang Calkis Fiandillah. Terlebih saat tempo hari di Mall.

 

“Lo nggak lagi butuh pulang cepet kan hari ini?”

Jul yang masih setia melihat jejak punggung Sad dan Salsa pun menoleh ke arah Kis.

Dia tersenyum pahit kemudian menggeleng, “Kenapa?”

Perfect.

Jul hanya bisa menyernyitkan dahi tak mengerti dengan jawaban Kis. Apalagi melihat senyuman Kis yang rasanya misterius itu. Tapi kemudian dia hanya membiarkannya saja saat cowok itu membawa langkah mereka ke suatu tempat di dalam Mall tersebut.

Jul tidak bisa menebak dari mana seorang yang kelihatannya tidak peduli pada sekitarnya dan hanya nyaman dengan dirinya sendiri itu tahu bahwa Jul memang sedang benar-benar butuh pengalihan semacam ini. Kis membuat hari itu berbeda dengan hari-harinya dulu.

“Gimana?”

“Apanya?”

“Perasaan lo.”

“Ha?”

Feeling better kan?”

Jul hanya mengerjap, hampir saja roti yang ia kunyah itu keluar dari mulutnya yang melongo.

Hingga senyum itu perlahan terbit di bibirnya, “Jangan sedih sendirian.”

Jul saat itu hanya diam, menyimak. Seperti apa yang sebenarnya Kis lakukan biasanya.

“Lain kali, lo harus hubungi gue kalau ngerasa kayak gini lagi.”

Dan dengan bodohnya Jul menimpali dengan gumaman, “Kenapa?”

Kis otomatis menoleh dengan alisnya yang mengerut.

 “Harus ada alasannya?”

 Iya, kenapa jarak itu kayak nggak kerasa nyata lagi sekarang?

Jul mengangguk polos membuat cowok itu terkekeh. Terkekeh, iya bener. Si dingin itu terkekeh di depan Jul, karena Jul.

Kenapa lo jadi sehangat ini tiba-tiba?

“Kalo alasannya karena gue peduli, cukup?”

“Uh?”

Kenapa mendadak lo jadi kerasa sedekat ini?

We are friend, aren’t?

Hari itu untuk pertama kalinya Jul tidak berakhir sendirian lagi karena perasaannya pada Sad. Mereka menghabiskan waktu bersama untuk bermain di Gam zone bahkan ice skating.

Untuk pertama kalinya, Jul merasakan betapa hangatnya seorang Calkis Fiandillah di tengah dinginnya wahana ice skating. Bahkan hanya dari senyuman-senyuman tipis cowok itu.

Untuk pertama kalinya, Jul merasakan jarak yang selama ini ia anggap ada, ternyata hanya bagian dari persepsi yang ia ciptakan sendiri dalam pikirannya. Karena nyatanya Kis tak pernah berjarak sejauh itu sejak dulu.

Senyum itu lagi-lagi tersemat di sana. Membuat Jul otomatis ikut tersenyum juga.

Yeah, We are.”

 

Sometimes, what isn’t seen doesn’t mean there is not exist.

Jadi jarak bukanlah suatu yang bisa dinilai.

How friend supposed to be?

***

“Dai?”

Cewek yang sedang duduk santai ditemani novel dan cemilannya hanya menjawab dengan deheman.

“Curut, malam minggu nih.”

“Trus?”

“Lo nggak ada mau ajak gue kemana gitu kek?”

“Nggak.” Jawabnya tanpa menoleh.

“Kalau gue yang ajak lu?”

Dai hanya diam.

Ran akhirnya beralih pada ponselnya. Melihat grup chat yang tumbenan sepi banget. Buka medsos juga nggak ada yang bikin tertarik. Terdiam cukup lama, melihat ke sekeliling ruang keluarga di rumah teman kesayangannya itu. Lalu entah kenapa sesuatu merasuki pikirannya.

“Dai?”

Karena hapal betul bagaimana Ran yang selalu mengisenginya saat ia tengah membaca. Meski Ran tahu Dai tidak suka diganggu, tapi Dai juga tahu kalo Ran tidak suka diabaikan. Jadi setidak penting apapun pertanyaan Ran untuk menarik perhatianya dari bacaan. Dai akan berusaha selalu menanggapi, sesimpel apapun responnya.

“Hem.”

 “It must be lonely, rite?”

Tapi saat mendengar suara Ran yang tiba-tiba menjadi lirih dalam keheningan yang ia ciptakan, gadis itu perlahan menoleh.

“Maksudnya?”

Gantian kini Ran yang tak menoleh, cowok itu lebih memilih menatap lantai. Dai awalnya tak mengerti, namun kemudian Ran berkata lagi. Satu kata yang melemparkan Dai ke memori biru cowok itu.

“Alone.”

 

Come and gone.

Sejak dulu begitulah pertemanan yang Dai jalani. Selain jumlahnya yang hanya bisa dihitung jari. Datang dan hilang juga menjadi salah satunya. Dia tak pernah benar-benar punya seorang teman. Dai punya teman TK hanya pada saat dia TK karena saat dia SD semuanya entah pergi kemana. Dai punya teman SD hanya pada saat dia SD karena saat dia lulus SD seperti otomatis lulus juga masa pertemanannya. Dai punya teman SMP hanya pada saat dia SMP karena ketika lulus, mereka tak meninggalkan jejak.

Jadi sebenarnya dia tak benar-benar punya teman selama ini.

Sejak kepergian ibunya, Dai menjadi lebih rajin belajar. Apalagi pas masuk SMP. Dia minta di daftarin les sana-sini. Kesehariannya diisi dengan sekolah-les-les-les-dan pulang. Dai lebih suka menghabiskan waktu luangnya di rumah bersama kenyamanannya dalam kesendirian.

Dai kecil tumbuh dengan pembawaannya yang songong. Kebanyakan orang yang baru pertama kali bertemu bakal enggan buat nyapa duluan dan Dai bukan tipe orang yang bisa mengawali pembicaraan. Dia emang nggak bakal banyak omong di awal, dia masuk ke tipe yang lebih banyak mendengarkan. Itulah yang ngebuat Dai kelihatan berteman sama yang itu-itu aja, itu-itu lagi.

“I’m alone. But not lonely.”

Itu jawaban Dai waktu Ran selalu datang dengan keramaiannya dan rusuh ngajak main Dai karena nggak mau liat dia sendiri dan kesepian.

Kenal Ran sejak lahir dengan hubungan persahabatan kedua orang tua masing-masing. Membuat Dai berasa tahu banyak tentang Ran.

Tentang Ran yang anak semata wayang.

Juga tentang orang tuanya yang sibuk.

Nggak beda jauh sama dia. Papa dan dua kakaknya yang terpaut usia cukup jauh diatas Dai seringnya sibuk dengan urusan orang dewasa kebanyakan. Tapi Dai tidak pernah ada masalah dengan itu. Masih ada Mbok Nah dan Bik Jum. Emang tetep aja sepi sih, tapi selama ada buku-buku yang bisa dia baca Dai akan merasa ramai.

Mirip-mirip sama Ran yang selalu berisik sama PSnya meski sendirian.

Dai kira Ran juga begitu, sama dengannya.

Tapi…

“I’m not alone, yet feel so lonely.”

Itu kalimat Ran beberapa tahun lalu, yang menyelinap ke ingatan Dai saat ini.

Dai baru sadar kalau when you feel know so much, but end up with know nothing for real.

Dai ngerasa nggak tahu apa-apa tentang Ran.

 

Tentang Ran yang ramai tapi sebenarnya… sepi.

 

Mulai dari sana, setiap mendengar kalimat itu. Dai akan mengalah, menutup bukunya dan menghampiri Ran.

Dai berpikir lalu mulai merasa.

“Rameinlah.”

 

Hingga kemudian…

“Gue pengen ramen, makan berdua yuk!” Ajaknya yang tiba-tiba.

 

Hal itu membuat Ran tersenyum lebar. Kemudian ia merangkul Dai dengan senangnya.

“Yok! Itu baru namanya temen gue.”

No matter a long time is never enough.

I will try.

 

Okay,

How friend supposed to be?

Is it supposed to be knowing you for a long time?

Bagi Dai waktu bukan penentu.

Buktinya selama apapun dia mengenal Ran. Dia masih merasa belum sepenuhnya mengenal cowok itu.

 

Dai bersama kerumitannya.

Kepalanya kembali terpenuhi oleh berbagai macam pemikiran.

Pemikiran yang mungkin hanya akan ia mengerti seorang diri.

 

Tapi dari beberapa moment itu, mereka banyak belajar. Dan membuka pandangannya terhadap kata ‘teman’.

 

Kadang bukan soal baik buruknya, karena itu cuma tentang kerelatifan.

Kadang juga bukan soal dekat jauhnya, karena itu cuma tentang jarak.

Dan kadang bukan soal lama nggaknya, karena itu cuma tentang waktu.

Ini bukan tentang siapa baik untuk siapa.

Bukan juga tentang siapa ada untuk siapa.

Ini hanya tentang ‘teman’.

Satu kata berjuta makna.

 

It can be an adjective, but also it could be a verb necessary.

***

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (36)
  • aisalsa09

    Aku king Queen pas mos smp
    Kalo sma king Queen sma pas prom

    Comment on chapter MONYET KECIL DAN LELAKI TAMPAN
  • sport

    Toniiii!!!

    Comment on chapter SEJARAH
  • yurriansan

    ikutin aja terus critanya ya

    Comment on chapter MONYET KECIL DAN LELAKI TAMPAN
  • dayana_putri

    Toni atit? Gimana nih?

    Comment on chapter MONYET KECIL DAN LELAKI TAMPAN
  • yurriansan

    @hijauoren hihi, biar yang baca gak tegang

    Comment on chapter PROLOG
  • dayana_putri

    Obat pereda nyeri haid? Kiranti kaliiii hahaha penulisnya ngelucu nih

    Comment on chapter PROLOG
Similar Tags
PUBER
52      37     0     
Romance
Putri, murid pindahan yang masih duduk di kelas 2 SMP. Kisah cinta dan kehidupan remaja yang baru memasuki jiwa gadis polos itu. Pertemanan, Perasaan yang bercampur aduk dalam hal cinta, serba - serbi kehidupan dan pilihan hatinya yang baru dituliskan dalam pengalaman barunya. Pengalaman yang akan membekas dan menjadikan pelajaran berharga untuknya. "Sejak lahir kita semua sudah punya ras...
My Big Bos : Mr. Han Joe
5      5     0     
Romance
Siapa sih yang tidak mau memiliki seorang Bos tampan? Apalagi jika wajahnya mirip artis Korea. Itu pula yang dirasakan Fraya ketika diterima di sebuah perusahaan franchise masakan Korea. Dia begitu antusias ingin segera bekerja di perusahaan itu. Membayangkannya saja sudah membuat pipi Fraya memerah. Namun, apa yang terjadi berbeda jauh dengan bayangannya selama ini. Bekerja dengan Mr. Ha...
Iblis Merah
202      154     0     
Fantasy
Gandi adalah seorang anak yang berasal dari keturunan terkutuk, akibat kutukan tersebut seluruh keluarga gandi mendapatkan kekuatan supranatural. hal itu membuat seluruh keluarganya dapat melihat makhluk gaib dan bahkan melakukan kontak dengan mereka. tapi suatu hari datang sesosok bayangan hitam yang sangat kuat yang membunuh seluruh keluarga gandi tanpa belas kasihan. gandi berhasil selamat dal...
V'Stars'
41      31     0     
Inspirational
Sahabat adalah orang yang berdiri di samping kita. Orang yang akan selalu ada ketika dunia membenci kita. Yang menjadi tempat sandaran kita ketika kita susah. Yang rela mempertaruhkan cintanya demi kita. Dan kita akan selalu bersama sampai akhir hayat. Meraih kesuksesan bersama. Dan, bersama-sama meraih surga yang kita rindukan. Ini kisah tentang kami berlima, Tentang aku dan para sahabatku. ...
School, Love, and Friends
476      236     0     
Romance
Ketika Athia dihadapkan pada pilihan yang sulit, manakah yang harus ia pilih? Sekolahnya, kehidupan cintanya, atau temannya?
Garden
115      88     0     
Fantasy
Suatu hari dimanapun kamu berada,selama kita menatap langit yang sama. Bolehkah aku merindukanmu?
Neverends Story
113      71     0     
Fantasy
Waktu, Takdir, Masa depan apa yang dapat di ubah Tidak ada Melainkan hanya kepedihan yang di rasakan Tapi Harapan selalu menemani perjalananmu
Unknown
9      9     0     
Romance
Demi apapun, Zigga menyesal menceritakan itu. Sekarang jadinya harus ada manusia menyebalkan yang mengetahui rahasianya itu selain dia dan Tuhan. Bahkan Zigga malas sekali menyebutkan namanya. Dia, Maga!
SILENT
166      97     0     
Romance
Tidak semua kata di dunia perlu diucapkan. Pun tidak semua makna di dalamnya perlu tersampaikan. Maka, aku memilih diam dalam semua keramaian ini. Bagiku, diamku, menyelamatkan hatiku, menyelamatkan jiwaku, menyelamatkan persahabatanku dan menyelamatkan aku dari semua hal yang tidak mungkin bisa aku hadapi sendirian, tanpa mereka. Namun satu hal, aku tidak bisa menyelamatkan rasa ini... M...
Alfazair Dan Alkana
10      10     0     
Romance
Ini hanyalah kisah dari remaja SMA yang suka bilang "Cieee Cieee," kalau lagi ada teman sekelasnya deket. Hanya ada konflik ringan, konflik yang memang pernah terjadi ketika SMA. Alkana tak menyangka, bahwa dirinya akan terjebak didalam sebuah perasaan karena awalnya dia hanya bermain Riddle bersama teman laki-laki dikelasnya. Berawal dari Alkana yang sering kali memberi pertanyaan t...