Read More >>"> Monday (1 Hari Senin) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Monday
MENU
About Us  

Cerita ini akan dimulai dengan dua kata:

Hari Senin.

Karena hari Senin selalu menjadi awal ceritanya.

Ini hari Senin. Hari pertama Refaya masuk sekolah sebagai kelas 12 di SMA Harapan. Tidak ada yang berubah. Dia masih tetap datang tepat 15 menit sebelum bel masuk berbunyi, masuk ke ruangan kelas yang sama, dan bertemu dengan teman yang sama. Angkatannya hanya mempunyai dua kelas IPA, yang tiap tahun di-rolling siapa-siapa saja siswa yang masuk kelas IPA 1 dan IPA 2. Tetapi bisa dibilang, IPA 1 dan IPA 2 adalah suatu kesatuan. Kelas mereka selalu bersebelahan dan selalu digabung menjadi satu tim bila ada perlombaan antar kelas. Jadi, Refaya sudah kenal baik dengan semua siswa di kelas IPA angkatannya.

Tidak ada yang berbeda, kecuali saat dia melihat daftar nama siswa yang ada di kelas 12 IPA 1. Nama itu tepat berada dibawah tulisan namanya. Dibawah tulisan Refaya Andini, ada tulisan nama Rekio Pamungkas Hadi. Tidak, mungkin Refaya salah lihat. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu memperhatikan kembali daftar nama siswa yang tertempel di depan pintu kelasnya.

REKIO PAMUNGKAS HADI

Kenapa? Padahal selama dua tahun ini, dia tidak pernah berada dalam satu kelas dengan Rekio. Kenapa sekarang harus berada di kelas yang sama? keluhnya dalam hati. Hampir saja dia berteriak.

“Woi! Duduknya menurut absen, coy! Mejanya udah ada nomor absennya!” teriak salah satu teman sekelasnya dari dalam ruangan.

Refaya buru-buru mencari nomor absennya di meja-meja yang sudah tersusun rapi, diatur per dua meja. Nomor 19. Ketemu. Baru saja ia ingin meletakan tasnya di atas mejanya, dia dibuat terkejut oleh nomor yang tertera di meja disebelahnya. Nomor 20.

Tentu saja, setelah 19 pasti 20. Masalahnya, nomor 20 menurut absen adalah Rekio.

“AHHHHHHH!!” Refaya tidak bisa mengontrol lagi keinginannya untuk berteriak.

Beberapa orang yang juga berada didalam ruangan, langsung menoleh kearahnya.

“Kenapa sih, pagi-pagi udah teriak-teriak? Belum juga ditindas sama guru Fisika!” komentar salah satu siswa laki-laki bertubuh gembul bernama Gordi.

“Itu si Faya, satu bangku sama si Kio!” cetus salah seorang lainnya yang langsung peka dengan situasi yang Refaya hadapi, si Lukman tukang comel.

“Ah, masa? Beneran? Ciee!”  

“Cieee... cie...”

“Faya sama Kio. Aw...aw!”

Dan seisi kelas menjadi ramai.

Refaya  langsung menatap tajam mereka satu persatu, menyuruh mereka diam. Tak berapa lama kemudian, Refaya bisa duduk dengan tenang tanpa gangguan dari suara ‘ciee-ciee’ temannya.

Refaya yang biasa dipanggil Faya meletakan kepalanya diatas meja, merenungi nasibnya.

Kenapa dia harus berada dalam satu kelas yang sama dengan mantan pacarnya? Lebih parahnya lagi, bersebelahan tempat duduk?! Hari Senin selalu menjadi awal cerita Refaya. Dan hari Senin ini menjadi awal dari cerita yang buruk. Faya yakin itu.

***

Ada siswi baru.

Kelas 12 IPA paling senang kalau ada sesuatu hal yang baru. Ada barang baru punya siapapun, selalu jadi rebutan untuk dipinjem. Ada cafe baru, langsung janjian nongkrong disana. Ada menu makanan baru di kantin, langsung pada ngutang buat nyobain.

Nah, sekarang ada siswi baru. Cantik pula. Terang aja para lelaki sekelas langsung berbinar-binar matanya. Cuitan membuat riuh kelas.

“Duh....cantik banget sih.”

“Jadian yuk, cantik!”

Kalau Bu Saras tidak menghentikan mereka dengan teriakannya yang super menggelegar, aksi gombal-gombalan tidak akan berhenti.

Bu Saras mempersilahkan siswi baru itu untuk memperkenalkan dirinya.

“Nama saya Claudia Sierra. Saya pindahan dari SMA Bhakti Bandung.”

“Aduh Neng Claudia, Aa Lukman siap menjadi sandaran neng Claudia,” celoteh salah seorang siswa laki-laki yang langsung mendapat pelototan dari Bu Saras.

“Oke Claudia, kamu duduk di paling belakang, nomor absen kamu 25 ya, paling akhir. Soalnya kamu baru pindah.”

Claudia mengangguk sopan lalu beranjak ke tempat duduknya, diiringi oleh mata-mata jahil para lelaki yang terpana dengan kecantikan neng Bandung yang satu itu.

“Baiklah, saya akan menjadi wali kelas kalian di tahun terakhir kalian ini.” Bu Saras mengalihkan perhatian para siswa dari si anak baru yang cantik.

“Ah, ibu... pake disebut-sebut ‘tahun terakhir’. Kan kita jadi sedih, bu...” si Lukman tukang comel memulai kecomelannya.

“Iya bu, gak bisa ketemu ibu lagi,” disambung lagi oleh si Gordi.

“Yahhh...... sedih deh.”

“Alah, kalian! Sudah, sudah. Sekarang belum saatnya sedih-sedihan. Belajar buat ujian nasional dulu. Lulus aja belum pasti!”

“Yah.... ibu..... kok doain kami gak lulus?!”

“Ibu jahat ih!”

 “Siapa yang doain begitu? Ibu juga pengennya kalian lulus semua, makanya pada belajar yang bener!”

Seisi kelas langsung merespon serentak, “Amin!”

“Sekarang kita mulai absen. Baru setelah itu, kita tentukan pengurus kelas.  Alfa... Anta... Andi....Dodi..”

Semua siswa hadir sampai ketika nama Rekio disebutkan.

“Mana Rekio?” tanya Bu Saras.

“Oi, Faya, mana si Kio?” Lukman, lagi-lagi menginisiasi keonaran.

“Iya, Faya, mana dia? Gak barengan berangkat kalian?” timpal siswa lain.

“Ya mana gue tau?!” sahut Refaya sewot.

“Paling juga telat lagi, bu Saras. Biasalah anak itu. Kerjaannya telat mulu!” Dodi yang merupakan sahabat karibnya Rekio, menenangkan situasi.

Lima belas menit berlalu, Refaya masih saja bersungut-sungut. Pasalnya, Rekio didaulat menjadi ketua kelas dan Refaya menjadi sekretaris kelas. Memang sepertinya hari Senin adalah awal kesialan untuk Refaya.

Refaya baru saja memaki-maki Rekio didalam hatinya saat tiba-tiba si empunya nama muncul didepan pintu.

“Selamat pagi, Bu Saras,” ucapnya dengan mengumbar senyuman lebar yang dibuat-buat.

“Kenapa kamu baru datang?”

“Anu, bu.... Tadi ban motor saya kempes dijalan. Terus, cari bengkel pada masih tutup semua, bu. Mereka pada males buka pagi-pagi kali ya, bu. Jadi, saya terpaksa naik taksi, walaupun ongkosnya mahal. Eh ternyata sopir taksinya gak tau jalan, bu. Tadi saya dibuat muter-muter, padahal saya udah bilang rute jalannya, tapi sopirnya ngotot bu. Terus ya bu, ternyata sopirnya itu...”

“Sudah sudah... Cerita kamu ribet banget. Ini baru hari pertama dan kamu sudah ditunjuk jadi ketua kelas, jadi perhatikan kedisiplinan kamu!”

“Saya ketua kelas bu?”

“Iya, dodol. Elu sih, telat. Syukuriin lo!” Alfa nyeletuk.

“Rejeki  saya jadi ketua kelas, bu. Akhirnya Tuhan mengizinkan saya bisa ngehukum cecunguk-cecunguk kelas ini, bu. Aminnn....” Rekio menengadahkan tangannya sambil tersenyum lebar.

“Enak aja! Kamu gak boleh hukum orang sembarangan!” bantah Bu Saras. “Sudah, cepat sana pergi ke tempat duduk kamu.”

Rekio celingak-celinguk ke seluruh penjuru kelas, lalu matanya bertemu tatap dengan Refaya. Refaya buru-buru mengalihkan pandangan matanya kearah lain. Rekio berjalan menuju satu-satunya tempat duduk yang kosong di kelas  itu, disebelah Refaya.

Refaya merasa kikuk. Dia berdebat dalam hatinya, apakah ia akan menyapa Rekio dan tersenyum kepadanya atau diam saja menunggu Rekio yang mulai menyapanya terlebih dahulu.

“Hei, Faya. Satu kelas ya kita ternyata.” Rekio memulai terlebih dahulu.

Refaya tidak tahu harus menjawab apa. Dia hanya tersenyum, lalu kembali memperhatikan Bu Saras yang sedang menjelaskan peraturan kelas.

“Oke, sekarang tulis peraturan kelas dan jadwal-jadwal penting tentang pengayaan untuk ujian nasional. Cepat. Saya bacakan.”

Refaya sudah siap menulis. Sementara Rekio belum juga bergerak menyediakan pulpen dan buku.

“Tulis, Kio.” Refaya mengingatkan.

Ibarat robot yang baru disetel, Rekio mengambil buku dari tasnya, lalu diletakan dimeja didepannya. Hanya buku, tidak ada pulpen. Refaya menghela dan menghempaskan nafas cepat. Dia mengambil sebuah pulpen dari tempat pulpen berwarna hijau tosca-nya, lalu memberikannya kepada Rekio.

Rekio menerima pulpen itu dengan cengiran khas-nya yang tak pernah berubah dari pertama kali Refaya bertemu dengannya. “Tau aja.”

Refaya menggeleng-gelengkan kepalanya, mengingat kemalasan Rekio dalam menyediakan alat tulisnya padahal dia anak orang kaya yang bisa membeli pulpen seharga seratus ribu sekalipun. Dulu, Refaya yang selalu membelikannya pulpen. Lalu Refaya tersenyum dalam hati mengingat hari-hari di masa lalu. Tapi senyum itu tak berani ditunjukan lewat bibirnya.

“Fay...”

“Ya?”

“Itu anak baru?” Rekio menunjuk ke arah Claudia yang duduk satu row dibelakang mereka.

Refaya mengangguk. “Claudia. Dari Bandung.”

Rekio menggumam kata ‘oh’, lalu menampilkan senyuman kecil.

“Kenapa?” tanya Refaya. “Cantik?”

“Hah?” Rekio mengalihkan pandangannya dari Claudia ke Refaya.

“Cantik kan anaknya?”

“Iya.” Rekio tidak berusaha menutupi pikirannya yang sebenarnya. Dia selalu begitu. Jujur. Apa adanya. Tidak peduli perasaan orang lain.

***

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Luka Adia
6      2     0     
Romance
Cewek mungil manis yang polos, belum mengetahui apa itu cinta. Apa itu luka. Yang ia rasakan hanyalah rasa sakit yang begitu menyayat hati dan raganya. Bermula dari kenal dengan laki-laki yang terlihat lugu dan manis, ternyata lebih bangsat didalam. Luka yang ia dapat bertahun-tahun hingga ia mencoba menghapusnya. Namun tak bisa. Ia terlalu bodoh dalam percintaan. Hingga akhirnya, ia terperosok ...
Persapa : Antara Cinta dan Janji
58      16     0     
Fantasy
Janji adalah hal yang harus ditepati, lebih baik hidup penuh hinaan daripada tidak menepati janji. Itu adalah sumpah seorang persapa. "Aku akan membalaskan dendam keluargaku". Adalah janji yang Aris ucapkan saat mengetahui seluruh keluarganya dibantai oleh keluarga Bangsawan. Tiga tahun berlalu semenjak Aris mengetaui keluarganya dibantai dan saat ini dia berada di akademi persa...
Story of Love
4      3     0     
Romance
Setiap orang memiliki kisah cintanya masing-masing. Ada perjalanan cinta yang sepahit kopi tanpa gula, pun ada perjalanan cinta yang semanis gula aren. Intinya sama, mereka punya kisah cintanya sendiri. Kalian pun akan mendapatkan kisah cinta kalian sendiri. Seperti Diran yang sudah beberapa kali jatuh tempo untuk memiliki kisah cintanya
When I Was Young
43      23     0     
Fantasy
Dua karakter yang terpisah tidak seharusnya bertemu dan bersatu. Ini seperti membuka kotak pandora. Semakin banyak yang kau tahu, rasa sakit akan menghujanimu. ***** April baru saja melupakan cinta pertamanya ketika seorang sahabat membimbingnya pada Dana, teman barunya. Entah mengapa, setelah itu ia merasa pernah sangat mengenal Dana. ...
If Is Not You
97      28     0     
Fan Fiction
Kalau saja bukan kamu, mungkin aku bisa jatuh cinta dengan leluasa. *** "Apa mencintaiku sesulit itu, hmm?" tanyanya lagi, semakin pedih, kian memilukan hati. "Aku sudah mencintaimu," bisiknya ragu, "Tapi aku tidak bisa melakukan apapun." Ia menarik nafas panjang, "Kau tidak pernah tahu penderitaan ketika aku tak bisa melangkah maju, sementara perasaank...
Katamu
13      7     0     
Romance
Cerita bermula dari seorang cewek Jakarta bernama Fulangi Janya yang begitu ceroboh sehingga sering kali melukai dirinya sendiri tanpa sengaja, sering menumpahkan minuman, sering terjatuh, sering terluka karena kecerobohannya sendiri. Saat itu, tahun 2016 Fulangi Janya secara tidak sengaja menubruk seorang cowok jangkung ketika berada di sebuah restoran di Jakarta sebelum dirinya mengambil beasis...
The Difference
83      29     0     
Romance
Diana, seseorang yang mempunyai nazar untuk berhijab setelah ada seseorang yang mengimami. Lantas siapakah yang akan mengimami Diana? Dion, pacar Diana yang sedang tinggal di Amerika. Davin, sahabat Diana yang selalu berasama Diana, namun berbeda agama.
Senja di Sela Wisteria
3      3     0     
Short Story
Saya menulis cerita ini untukmu, yang napasnya abadi di semesta fana. Saya menceritakan tentangmu, tentang cinta saya yang abadi yang tak pernah terdengar oleh semesta. Saya menggambarkan cintamu begitu sangat dan hangat, begitu luar biasa dan berbeda, yang tak pernah memberi jeda seperti Tuhan yang membuat hati kita reda. “Tunggu aku sayang, sebentar lagi aku akan bersamamu dalam napas abadi...
Memeluk Bul(a)n
213      40     0     
Fantasy
Bintangku meredup lalu terjatuh, aku ingin mengejarnya, tapi apa daya? Tubuhku terlanjur menyatu dengan gelapnya langit malam. Aku mencintai bintangku, dan aku juga mencintai makhluk bumi yang lahir bertepatan dengan hari dimana bintangku terjatuh. Karna aku yakin, di dalam tubuhnya terdapat jiwa sang bintang yang setia menemaniku selama ribuan tahun-sampai akhirnya ia meredup dan terjatuh.
Katanya Buku Baru, tapi kok???
4      4     0     
Short Story