Read More >>"> Jingga (Dia yang Pernah Ada di Hatimu) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Jingga
MENU
About Us  

       Sepulang sekolah hari ini aku pergi ke perpustakaan yang masih buka. Aku melihat Ibu Danita sudah bersiap-siap tutup. Aku mendekati Ibu Danita.

“Maaf Bu masih bisa mengembalikan buku?” tanyaku, Bu Danita menoleh.

“O, bisa Jingga.” ucapnya, karena beberapa hari terakhir ini aku suka muncul di perpustakaan Bu Danita jadi mengingat namaku. Lalu aku menyerahkan buku yang ingin ku kembalikan lalu permisi pulang. Aku menyusuri koridor sekolah yang sudah mulai sepi hanya satu satu siswa yang masih terlihat, mungkin mereka piket kelas atau ada rapat organisasi siswa. Aku berjalan melewati ruang laboratorium (lab) yang pintunya sedikit terbuka. Aku mendengar suara orang bicara dari dalam, saat aku mendengar namaku disebut aku berhenti melangkah. Aku lalu berjalan pelan mendekati pintu, aku melihat ke dalam lab lewat celah pintu. Itu Banyu dan Mario? Ngapain mereka...

“Kamu jangan samakan Ayudia dengan Jingga, mereka berbeda.” ucap Banyu.

“Tapi kamu menjaganya sama seperti Ayudia.” ucap Mario lagi.

“Ku pikir itu bukan urusan kamu...” ucap Banyu.

“Aku hanya tidak mau Jingga juga menjadi sama dengan Ayudia.” ucap Mario.

“Kamu masih saja melimpahkan kesalahan kepada orang lain.” ucap Banyu dingin.

“Kalau saja hari itu kamu ngak menyuruhnya segera pulang dia tidak akan kecelakaan.” ucap Mario marah.

“Kalau kamu memang pacar yang baik, kamu tidak akan menahan Ayudia sampai malam seperti itu.” ucap Banyu lalu...

“Dan membiarkannya pulang sendiri..” ucap Banyu lagi. Mario diam, dan menatap Banyu dengan amarah.

“Kamu yang membuat semua seperti itu, kalau kamu tidak menelepon Ayudia. Aku dan Ayudia tidak akan bertengkar dan aku ngak akan membiarkannya pulang sendiri. Kamu hanya sahabatnya tapi kamu berlagak seperti pacarnya...” ucap Mario keras. Banyu hanya diam.

“Aku tahu kamu suka dia kan? kamu berusaha memisahkan aku dan Ayudia.” ucap Mario lagi. Jadi Ayudia itu pacar Mario dan Sahabat Banyu. Kecelakaan? Aku mendengar kata-kata itu tadi. Sebenarnya ada apa dengan Ayudia?

“Aku tidak ingin membicarakan hal ini lagi denganmu... Tidak akan pernah ada akhirnya.” ucap Banyu lalu berbalik hendak meninggalkan Mario..

“Kamu pengecut.” ucap Mario. Banyu tidak jadi melangkah ku lihat wajah Banyu menahan emosi. Aku mundur dari depan pintu dan melangkah menjauh. Aku tidak ingin ketahuan sedang mendengarkan pembicaraan mereka. Banyu, Ayudia dan Mario sepertinya ada cinta segitiga dianatara mereka. Seperti apa sosok Ayudia itu... Aku penasaran. Tapi kenapa bawa-bawa aku? Apa Banyu juga memperlakukan Ayudia dulu juga seperti aku? Kata Mario, Banyu menjagaku sama seperti dia menjaga Ayudia. Aku tidak mengerti maksud pembicaraan mereka tapi besok aku akan tanya Karel dan Weny. Kali ini mereka harus cerita ke aku tentang Ayudia

 

Besoknya di sekolah. Saat jam istirahat pertama aku menahan Karel dan Weny di kelas. Banyu sudah keluar dari kelas.

“Kamu mau nanya apa?” tanya Karel. Aku menatap mereka berdua lalu..

“Sudah beberapa bulan aku sekolah di sini. Kalian benar-benar mengangapku teman kan?” tanyaku pada mereka.

“Kok nanya serius amat.” ucap Weny, aku senyum.

“Jawab dong.” ucapku mendesak mereka.

“Iya.” ucap Karel.

“Iya, aku juga sudah menganggapmu teman.” ucap Weny.

“Kalau begitu kalian mau kan cerita tentang Ayudia.” ucapku, mereka menatapku tanpa bicara lalu saling melihat satu sama lain.

“Ayolah.” ucapku membujuk mereka.

“Okelah, sebenarnya ini bukan rahasia hanya kami tidak ingin membicarakannya. Rasanya sedih mengingatnya.” ucap Karel, aku menatap Karel.

“Ayudia itu adalah teman kami satu kelas saat kelas 1 SMU. Aku dan Weny langsung akrab dengan Ayudia yang ramah dan baik. Dari Ayudia kami kenal Banyu. Banyu itu adalah sahabat Ayudia semenjak SMP. Banyu saat itu berbeda kelas dari kami namun setiap jam istirahat dan pulang sekolah kami selalu bertemu. Aku kira dulu Banyu dan Ayudia akhirnya akan pacaran ternyata tidak. Ayudia mulai dekat Mario saat semester dua di tahun pertama SMU kami. Ayudia mulai jarang bersama kami, Mario dan teman-temannya termasuk si Deri adalah anak-anak yang suka berpesta. Mario sering membawa Ayudia ke pesta mereka dan sering pulang larut malam. Banyu sering mengingatkan Ayudia untuk tidak terlalu sering keluar malam. Ayudia akhirnya mengurangi pergi dengan Mario, hal itu yag membuat Mario tidak suka dengan Banyu. Malam itu Ayudia pergi dengan Mario dan belum pulang pada jam 10 malam padahal itu bukan akhir minggu. Besok mereka harus sekolah. Orangtua Ayudia yang sudah lama kenal Banyu menelpon Banyu menanyakan Ayudia karena Ayudia tidak mengangkat telepon orangtuanya. Banyu mencoba menghubungi Ayudia berulang kali sampai akhirnya Ayudia mengangkatnya. Banyu menyuruh Ayudia pulang, dan malam itu saat perjalanan pulang Ayudia mengalami kecelakaan dan koma sampai hari ini.” ucap Karel. Ayudia koma...

“Waktu itu saat Banyu pulang tanpa tasnya, sebenarnya dia ke rumah sakit. Seorang perawat yang dikenal Banyu menghubunginya karena kondisi Ayudia yang tiba-tiba drop. Dulu Banyu tidak sependiam ini, dia siswa yang aktif dan berprestasi. Cita-cita Ayudia dan Banyu adalah menjadi seorang Arsitek. Karel juga.” ucap Weny.

“Tapi sejak itu aku tidak pernah menggambar lagi. Biasanya aku dan Ayudia suka mengambar bersama.” ucap Karel. Aku melihat Wenny dan Karel wajah mereka terlihat sedih.

“Mmm.., apa benar Banyu menyukai Ayudia?” tanyaku pada Karel.

“Kami tidak tahu, tapi itu mungkin saja karena Banyu sangat sayang pada Ayudia.” ucap Karel.

“Sejak kejadian itu, Banyu jadi pendiam dan tidak mau bergaul dengan teman-teman yang lain. Biasanya teman satu bangkunya tidak akan pernah bertahan lama duduk dengannya. Mungkin karena sikap dingin Banyu atau ntahlah kami juga tidak tahu. Guru-guru kita tahu tentang mereka, jadi mereka tidak pernah menegur Banyu jika dia telat masuk atau tiba-tiba menghilang. Asalkan nilai-nilai Banyu harus tetap baik. Guru-guru kita punya pengertian yang tinggi pada Banyu. Apalagi mereka tahu sebelumnya Banyu itu tidak seperti itu. Aku harap Banyu akan kembali seperti dulu.” ucap Weny.

“Tapi... kadang-kadang aku melihat harapan itu. Aku melihat Banyu perduli padamu, sejak kejadian itu Banyu tidak perduli pada siapa pun termasuk kami. Tapi kami tidak perduli dan terus saja mencoba kembali menjadi bagian hidupnya.” ucap Karel.

“Apakah mungkin karena Deri? Deri itu teman Mario jadi Banyu tidak suka kalau Deri mengganggu aku.” ucapku.

“Mungkin saja.” ucap Karel. Bel tanda masuk sudah berbunyi. Satu persatu teman-teman sekelas masuk. Tidak lama kemudian Banyu juga masuk, aku meliriknya. Mungkin Banyu merasa bersalah pada Ayudia dan hatinya pasti sakit melihat kondisi Ayudia sekarang. Aku mengambil buku pelajaranku dari dalam tas dan aku masih saja melirik-lirik Banyu.

“Lihat bukumu...” ucap Banyu tiba-tiba tanpa menoleh padaku. Aku kaget Banyu tahu aku sedang meliriknya. Aku langsung mengarahkan mataku ke bukuku. Huhh...buat malu aja kamu Jingga. Sepanjang pelajaran hari itu aku sering kali tanpa sadar menatap Banyu dan membuat Banyu menatapku tajam. Pulang sekolah Banyu menahanku di kelas. Weny dan Karel melambai padaku dan pergi. Mereka ini...

“Kenapa hari ini kamu menatapku seperti itu?” tanyanya, dia merasakan tatapanku berbeda dari hari biasanya.

“Seperti apa? Aku biasa saja.” elakku, Banyu menatapku tajam lalu pergi meninggalkanku. Aku medesah lega. Aku melangkah keluar kelas dan kaget saat Banyu berdiri di depan kelas.

“Kamu dengar pembicaraanku dan Mario di lab kemarin?” tanyanya, aku diam. Kok Banyu tahu ya?

“Aku melihatmu berjalan menjauhi lab saat aku ke luar dari lab.” ucapnya menjawab keherananku. Oh... Aku berdehem kecil.

“Mmm...hanya sedikit. Aku kebetulan lewat saja.” ucapku tenang.

“Apa yang kamu dengar...?” tanyanya lagi. Banyu menatapku tajam menanti jawabanku.

“Itu... Aku dengar seorang cewek bernama Ayudia kecelakaan.” ucapku sambil memperhatikan raut wajah Banyu, raut wajahnya tidak berubah hanya matanya yang sesaat bergejolak. Lalu kembali menatap tajam.

“Tidak baik mendengar pembicaraan orang lain.” ucapnya

“Sebaiknya kalau kalian bicara suaranya dipelankan saja.” ucapku membalas perkataan Banyu, Banyu hanya diam. Aku mendesah pelan lalu menyingkir dari hadapan Banyu. Aku berjalan  menuju gerbang sekolah. Banyu membiarkanku pergi. Sekolah sudah sepi hanya pak Gimin penjaga sekolah yang masih mondar-mandir ke setiap ruangan...

 

       Aku melirik Banyu yang sedang sibuk dengan sketsanya. Teringat pembicaraan aku dan Banyu kemarin, Banyu mengangkat wajahnya aku langsung menatap ke depan. Aku ngak mau Banyu mengetahui aku melakukan hal yang sama seperti kemarin. Jam istirahat baru saja selesai, Pak Dayat masuk ke kelas. Huhhh...kenapa aku kepikiran cerita tentang Ayudia dan Banyu sih. Pasti Banyu sedih sekali sampai dia menjadi pendiam seperti sekarang ini. Aku lirik lagi Banyu, dia serius memperhatikan pelajaran yang diajarkan Pak Dayat. Sepulang sekolah aku berjalan pelan di koridor sekolah di depanku Banyu berjalan pelan. Karel dan Wenny masih di ruangan kelas, hari ini giliran  mereka piket kelas. Aku menatap Banyu dari belakang, kenapa Ayudia lebih memilih Mario daripada Banyu. Mario memang tampan tapi Banyu... dia lebih menarik di mataku Eh... sejak kapan Banyu menarik di mataku? Apa yang aku pikirkan... Aku ngak mau memikirkan hal-hal seperti itu. Bukankah aku pindah sekolah untuk bisa lebih fokus belajar supaya aku bisa segera pergi dari kota ini sama seperti Bang Digo... Aku menunduk, segala pikiran yang tidak perlu harus disingkirkan. Karena berjalan menunduk aku menabrak seseorang.

“Aduh... Maaf.” ucapku sambil mengangkat wajahku dan mundur selangkah ke belakang. Banyu... ternyata aku menabrak Banyu yang masih membelakangi aku. Dia berbalik.

“Kamu mengikuti aku ya.” ucapnya sambil menatapku.. Hahh... Aduh kok aku bisa menabrak Banyu sih...

“Nggak.” jawabku cepat. Dia menatapku tak percaya.

“Untuk apa aku ikuti kamu, aku mau ke gerbang sekolah kok. Ya... jadi kan searah dengan kamu.” ucapku mencoba mengatasi kekagetanku. Yah... nggak bisa dikatakan aku mengikuti dia sih, kan jalan ke arah gerbang sekolah ya dari sini. Walau aku memang sengaja berjalan lambat di belakangnya sambil memperhatikannya. Itu sama saja ya? Dia mendesah pelan lalu menarik tanganku ke ruangan kosong di sebelah kami.

“Kenapa kamu membawaku ke sini?” tanyaku sambil melepaskan tanganku dari genggaman Banyu.

“Aku cuma mau jelasin ke kamu, apa yang aku dan Mario bicarakan waktu itu tidak sepenuhnya benar. Kamu tidak ada hubungan dengan Ayudia dan aku tidak bermaksud menyamakan kamu dengan Ayudia.” ucapnya. O... jadi Banyu pikir aku curiga ke dia kalau aku berpikir aku dianggapnya seperti Ayudia. Aku mendesah pelan.

“Aku tidak ada berpikir seperti itu.” ucapku sambil menatap mata Banyu yang terlihat suram.

“Lalu kenapa kamu terus menatapku seperti itu.” ucapnya, kenapa dia tahu aku sering menatapnya. Dia kan selalu menunduk dan tidak pernah memperhatikan sekelilingnya.

“Tidak, bukan karena itu. Aku hanya berpikir kamu pasti sedih dengan kondisi Ayudia sekarang.” ucapku pelan. Dia menatapku masih menunggu aku bicara.

“Kamu merasa bersalah padanya?” tanyaku hati-hati. Dia masih dengan tatapan yang sama.

“Itu bukan urusan kamu.” ucap Banyu.

“Maaf kalau aku ingin tahu ya.” ucapku, Banyu hanya diam dan menatapku.

“Kamu sudah jarang melamun akhir-akhir ini.” ucapnya mengalihkan pembicaraan kami. Melamun? Apa maksudnya saat aku menatap langit dan  merasakan kehadiran Bang Dega...

“Seperti kamu yang ingin sembunyikan perasaanmu yang akhirnya membuatmu mengalami banyak tekanan. Aku pun tidak ingin orang mengetahui apa yang ku rasakan.” ucapnya, kenapa dia seolah mengerti apa yang ku rasakan.

“Aku ingin kita kembali sama seperti pertama kali kamu datang ke sekolah ini. Tidak saling mengganggu satu sama lain.” ucapnya dingin. Setelah kedatangan kamu ke rumahku waktu itu aku pikir kita sudah menjadi teman. Kenapa sekarang harus menjadi orang asing lagi? Apa karena aku mengungkit tentang Ayudia? Sama seperti Weny dan Karel yang tidak suka membicarakan Ayudia. Lalu Banyu berbalik dan berjalan meninggalkanku di ruangan kosong. Aku masih diam di ruangan kosong, jadi sekarang kami akan menjadi orang asing lagi? Padahal aku... Ah... Jingga sudahlah itu lebih baik. Tidak usah ikut campur atau perduli dengan urusan orang lain. Kamu akan lebih fokus untuk belajar ucapku dalam hati. Berusaha membuang pikiran-pikiran aneh yang muncul di pikiranku. Aku lalu berjalan perlahan meninggalkan ruangan kosong itu dan berjalan menuju gerbang sekolah. Kenapa rasanya ada yang hilang...

*

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
SURAT.
3      3     0     
Romance
Surat. Banyak rasa akan datang bersamanya. Bacalah dengan bisikan pelan. Sebutir demi sebutir perasaan akan mengalir bersama kata yang terangkai. Perlahan, keping rasa itu akan lengkap dan jatuh tepat di sebuah gubuk penampungan rasa di lubuk hati. Setelah berhasil diterjemahkan, barangkali tubuh akan kegirangan. Atau bibir akan tersenyum, mungkin tertawa. Atau mata taklagi sanggup membendung der...
Sweetest Thing
68      35     0     
Romance
Adinda Anandari Hanindito "Dinda, kamu seperti es krim. Manis tapi dingin" R-
AMORE KARAOKE
176      82     0     
Romance
Dengan sangat berat hati, Devon harus mendirikan kembali usaha karaoke warisan kakeknya bersama cewek barbar itu. Menatap cewek itu saja sangat menyakitkan, bagaimana bila berdekatan selayaknya partner kerja? Dengan sangat terpaksa, Mora rela membuka usaha dengan cowok itu. Menatapnya mata sipit saja sangat mengerikan seolah ingin menerkamnya hidup-hidup, bagaimana dia bisa bertahan mempunyai ...
Broken Wings
29      19     0     
Inspirational
Hidup dengan serba kecukupan dan juga kemewahan itu sudah biasa bagiku. Jelas saja, kedua orang tuaku termasuk pengusaha furniture ternama dieranya. Mereka juga memberiku kehidupan yang orang lain mungkin tidak mampu membayangkannya. Namun, kebahagiaan itu tidak hanya diukur dengan adanya kekayaan. Mereka berhasil jika harus memberiku kebahagian berupa kemewahan, namun tidak untuk kebahagiaan s...
Gagal Menikah
40      30     0     
Fan Fiction
Cerita ini hanya fiktif dan karanganku semata. Apabila terdapat kesamaan nama, karakter dan kejadian, semua itu hanya kebetulan belaka. Gagal Menikah. Dari judulnya udah ketahuan kan ya?! Hehehe, cerita ini mengkisahkan tentang seorang gadis yang selalu gagal menikah. Tentang seorang gadis yang telah mencoba beberapa kali, namun masih tetap gagal. Sudut pandang yang aku pakai dalam cerita ini ...
Frekuensi Cinta
8      8     0     
Romance
Sejak awal mengenalnya, cinta adalah perjuangan yang pelik untuk mencapai keselarasan. Bukan hanya satu hati, tapi dua hati. Yang harus memiliki frekuensi getaran sama besar dan tentu membutuhkan waktu yang lama. Frekuensi cinta itu hadir, bergelombang naik-turun begitu lama, se-lama kisahku yang tak pernah ku andai-andai sebelumnya, sejak pertama jumpa dengannya.
Letter hopes
27      20     0     
Romance
Karena satu-satunya hal yang bisa dilaukan Ana untuk tetap bertahan adalah dengan berharap, meskipun ia pun tak pernah tau hingga kapan harapan itu bisa menahannya untuk tetap dapat bertahan.
Survival Instinct
4      4     0     
Romance
Berbekal mobil sewaan dan sebuah peta, Wendy nekat melakukan road trip menyusuri dataran Amerika. Sekonyong-konyong ia mendapatkan ide untuk menawarkan tumpangan gratis bagi siapapun yang ingin ikut bersamanya. Dan tanpa Wendy sangka ide dadakannya bersambut. Adalah Lisa, Jeremy dan Orion yang tertarik ketika menemui penawaran Wendy dibuat pada salah satu forum di Tripadvisor. Dimulailah perja...
Menghukum Hati
4      4     0     
Romance
Apa jadinya jika cinta dan benci tidak bisa lagi dibedakan? Kau akan tertipu jika salah menanggapi perlakuannya sebagai perhatian padahal itu jebakan. ???? Ezla atau Aster? Pilih di mana tempatmu berpihak.
My Universe 1
47      20     0     
Romance
Ini adalah kisah tentang dua sejoli Bintang dan Senja versiku.... Bintang, gadis polos yang hadir dalam kehidupan Senja, lelaki yang trauma akan sebuah hubungan dan menutup hatinya. Senja juga bermasalah dengan Embun, adik tiri yang begitu mencintainya.. Happy Reading :)