Pekalongan, 22 April 2012
“Mentari, kapan engkau kan mengerahkan kekuatanmu kepadaku. Supaya aku dapat menghajar si Pecundang itu. Kala jago berkokok?, Kala Jagung mulai masak?, Kala petani mulai ke pasar tuk menjual beras mereka?” Goresan tinta dari tangan Far yang begitu marah. Yang begitu benci karna telah kalah dan marah di hadapan teman temannya.
Membuang bolpoin. Kemudian mengetik ke komputer. “Waktu terus berdetik ku menanti, seperti menanti kereta di stasiun tuk berangkat. Hati bertanya tak penting kala itu. Benar atau salah, kan kulakukan. Supaya nama yang telah kakek buat selalu setara tak di injak Ataupun Di puji. Mentari telah panas di atas, menyengat jalan jalan tentunya cacing yang ada di dalam tanah.”
Ia berhenti mengetik melihat nama yang telah dia coret. Rosyid. Udin, ICAN GLEN. Bahkan sahabatnya sendiri sedari SD. IKAM. Dia menulis begitu dengan emosi. Dia melampiaskannya ke Gelas Besi yang besar di bantingnya. Orang tua mereka keheranan. Mengira anak mereka satu satunya telah gila karna komik dan mendalami karakter yang ada di komik.
“Awal tahun kelas pertama. Benar benar menyebalkan. “Gumam Far. Sembari melanjutkan mengetik. Suara detik jarum berjalan. Suara kicauan burung yang terkadng lewat menghiasi sunyi dan amarah si anak ini. Di gabung dengn suara gebrakan tangannya yang selalu se irama dengan detik jam. Memikirkan naskah atau apa yang di bacanya.
Semua itu sia sia kala api itu sudah meledak. Yang ia inginkan adalah darah mereka. Darah pembully itu. Yang harus menetes di tangannya sendiri. Namun ia melihat pesan kertas yang di tulis salma “Mereka semua Cuma iri” tulisan tangan yang begitu rapi dan rajin.
Far menghela nafas merapika kamar. Kemudian dia langsung beranjak pergi. Meninggalkan kamar. Menunjukan karyanya ke kedua orang tua mereka. “Harusnya kamu fokus belajar bukan beginian!” itulah ucap mereka. Harga karya yang begitu rendah dalam rumah itu. Tak pernah dapat pujian ataupun di akui karya itu dan di simpan. Malah di buang oleh mereka. “ini semua tidaklah penting!” Ucap ibunya.
Far melemas. Menunduk. Tersenyum. “Yaudah, far belajar” semangat api begitu luntur kala itu. Kegagalan pertamanya yaitu yang mengira akan membuat kedua orang tua senang malah justru sebaliknya.
Pekalongan, 22 April 2012
Pekalongan, 23 April 2012
Suara orang berlari, semua kelas berkumpul. Pagi yang begitu sepi biasanya sekarang ramai bagai pasar. Yang ada harga murah dan diskon habis habisan. “PECUNDANG” ucap Far mencekik Rosyid. Bocah lugu itu mencoba menjadi pemberani supaya tak di injak. Muncul kharis labib semakin membully dan membantunya. Kaki mendarat di samping perut far. Kaki si bangsat Udin. Membantu si Rosyid yang jelas jelas dialah pengadu domba dalam kelas.
“Hah!!, KALIAN ini buta?” hentakan far yang kemudian ia di geret oleh udin di pojokan. Pukulan udin meleset karena bantuan dari Andon. “sudah, Far gak salah. Aku tahu yang salah!” Far menahan tangan yang mencekiknya. Lalu Udin tetap memukul. Ia di hentikan oleh Irfan Dengan satu tangan yang mendarat di wajahnya kemudian di gebrakan di meja. “Kau itu lbeih tua seharusnya kau dewasa bodoh. Aku sudah muak dengan kelas penuh drama, Far terus far terus yang disalahkan.”
Far membereskan seragamnya. Melihat Rosyid kabur dari kelas. Ia langsung melompat di atas meja mengejar Rosyid. Lalu menendang punggungnya. Ia jatuh. “Hey, Siapa yang bersembunyi di balik batu!!” Ucap Far. Belum memukul Far di Halangi oleh Excel, Kakak kelas Gendut dengan Berat bobot yang tyentu melebihi 60. Dia membanting far ke bekalang. “jangan Ganggu adikku Bocah tengik!” Ucap Excel sembari mengangkat Far.
“Mati, Excel...”Ucap nanda berusaha menyelamatkan Far. Perkelahian berhenti karna ada Bu BK yang menghentikan. Satu tangan saja ia bisa mengangkat orang berbobot 30. Far tergeletak lemas. Kelas tetangga menyaksikan hal itu.
Rosyid meledek Far kemudian dia berjalan bersama Excel menuju ke kantin. Bell berbunyi. Waktu masuk dan pelajaranpun di mulai. Nanda duduk di sampingnya. “Untung kau tidak di apa apakan” Ucapnya. “Sudah tahu kan siapa yang pecundang sekarang”.
Saat itulah nanda dan Far berteman. Far menulis puisi untuk pertama kalinya berjudul. “SMP KEMATIAN” mengisahkan dengan kata kata ytang masih alay mengkritik smp yang begitu tidak adil. Nanda yang membaca nya berkomentar. “Knapa tak buat lagu” sembari berpura pura mendengarkan guru menjelaskan
“aku belum tertarik dengan lagu, hanya komik dan cerita saja, belum terlalu mahir dengan alat musik” Ucap Far sembari menulis dan mencatat yang telah di catat gur di papan tulis. “Eh, Far kenapa tak kau tembak si Mutiara,? Dengan puisimu?” Tanya nanda sembari melirik mutiara.
“Ahhh, nggak ah” Ucap Far. “Ayolah psti seru” Ucapnya, Far mengangguk merapikan buku, bersiap siap untuk pulang. “Nanti aku pulang akhiran dulu, aku harus menyelesaikan beberapa puisi dan cerita”. Ucapnya. Nanda mengangkat jempol mengisyaratkan oke.
Ring bell berbunyi semua berbaris pulang, tak beraturan. Far dengan curi curi. Menjatuhkan kertas di meja mutiara. “Ehh kertasmu jatuh” ucapnya Mutiara mengambil langsung berkata terimakasih. Ia meninggalkan Far karna hal tadi pagi.
Tak ada api tak ada hujan. Hantaman mendarat di wajahnya yang begitu senang. “hah!!. Siapa yang pecundang sekarang ?” ucap Rosyid. Far panas mulai mengejar Rosyid. “Rosyid
!!!!” Teriak Far yang udah panas di hentikan oleh Irfan “Udah orang seperti itu tak usah di urus. Kau kalah kalau semakin kau urus. Mengerti?”
Nafas far yang tak teratur dan wajah merahnya masih terlihat. “ayo lebih baik kita ngenet”. Ajak si Irfan. Kemudian Far mengangguk. Mengatur nafas dan berjalan menjauhi yang sebenarnya petaka untuk dirinya. Jika ia melawan.
Pekalongan, 23 April 2012
Pekalongan, 29 April 2012
Cerita rumor Far menembak Mutiara mulai terkenal hingga satu kelas dan hampir ke semua angkatan. Far yang duduk di dalam kelas pura pura tak tahu akan hal itu. Memandangi langit dengan senyum. “ beginikah yang rasanya suka?” gumamnya. Datang dengan menggebrak meja. Merusak lamunan Far. Menarik seragamnya. “beraninya kau menembaknya, kau pikir kau siapa?” Ucap lelaki yang tak di kenalinya, yang katanya anak kelas sebelah.
Far bingung menoleh sana sini. “Bukan aku pelakunya, kau sudah tahukan?, kalau disini ada orang yang suka mengadu domba?, coba saja tanya dia?” ucap far yang menunjuk Rosyid yang sedang membaca majalah entah tentang apa. Tatapan yang penuh benci di tunjukan oleh Far. “Apa aku terlihat bohong?” ucapnya sembari melepastangan si anak sebelah itu. Kemudian membersihkan seragamnya dari kotoran tanganya. Dia tertawa kemudian dia mulai menghajar Far. Far Menendangnnya sebelum itu terjadi. Mutiara menghentikan Perkelahian itu. Kemudian memutuskan si anak sebelah itu. Di hadapannya. Lelaki itu hanya diam, setelahnya mengancam far.
Far duduk lemas sembari menghela nafas. “Kau itu kenapa?, tak ada tanda tanda suka, sudah main nembak?, aku bukan murahan loh ya?” ucapnya sembari memberikan kertas surat. “Kucing hitam, aku menyukaimu” tulisan tangan dari tiara. “ jangan dekati aku lagi” Ucap mutiara. Menjauhi Far. “Ini apa?, suka ataukah petaka yng sudah berada di depan mata?” Gumam Far Menoleh ke Mutiara yang pergi keluar kelas.
Dengan hati yang berkecamuk, bercampur rasa pahit dan manis iaa mulai menulis “ Kucing putih, aku bukanlah pahlawan. Ini pahit?, atau manis?. Sial. Permainan apa lagi ini?”
Goresan tinta berhenti kemudian dia menghela nafas. Mutiara kembali menuju dia dan Far mulai keluar dari meja dan bangkunya. Kaki ia terpeleset di depannya. Far memeluknya. “Maaf” Ucapnya sembari mebangunkannya. Dia menampar Far begitu keras. Dengan menutupi kedua gunungnya. “ sama-sama” Ucap Far yang kemudian menjauhinya.
Hati remuk. Semua kelas menyaksikan. Tiara yang menyaksikan goresan tinta balasan sang Kucing Hitam. Kini telah tersakiti. Dan percaya bahwa itu tolakan. Yang sebenarnya ia di terima. Menjadi hero yang selalu menjaganya.
Pekalongan, 29 April 2012.
Suara bising air yang sudah matang kala mentari pagi bersinar. Seorang ibu tampak merapikan lemari belajar sang anak. "Sudah, Kelas 8 Masih aja Ngegambar, apa pentingnya sih?," Ucap Ibu, Banyak pikiran itu yang masih terlontar di pikiran kedua orangtua bahwa seni atau karya tidaklah penting, yang tepenting sukses dapat uang. "aku hanya suka menggambar dan menulis bu" Ucap Far. "Lebih baik belajar. ibu dan ayah udah Nyekolahin kamu mati matian malah Di habisin kertas dan bukunya buat beginian." Ucap Ibu sembari menaruh kertas kertas karya Far ke dalam tong sampah. "Masih belum ya?" Gumam Far tertunduk lemas.
"Sudah cepat makan, ayah punya film bagus buat kamu." Ucap ayah sembari memberikan kaset CD. Matanya mulai terbakar. "WOAAAHHH, Dragon Ball" ucapnya kegirangan. "Kalau mau nonton setelah bersih bersih"Ucap ayahnya sembari menaruh kaset CD ke atas almari tua yang dikira ayahnya Far tak sanggup mengambilnya. Far langsung mengambil sapu dan mulai menyapu rumahnya. Ia tak memikirkan karya-karyanya. setelah menyapu datanglah para sahabatnya. "Far...Far.." Mereka adalah 7 sekongkol. Amar, Bedhess, Arif dan Ihza di tambah satu Ardhi. Far yang paham akan kedatangan mereka dia langsung menyalakan komputer dengan setelahnya menyuruh mereka untuk masuk. "Ayoo masuk" Ucapnya sembari memegangi sapu. mereka masuk satu persatu menuju kamar komputernya yang biasa ia gunakan untuk menulis karya yang akhirnya mati di dalam sampah.
"Wah, udah di instal ya game barunya." tanya Bedhess. " Iya dong, loh obama mana?" Tanya Far Kebingungan. "Dia lagi di bengkel. sepedanya rusak lagi katanya." Ucap Amar. setelah menyapu ia taruh di depan sapunya. kemudian menghampiri mereka. beberapa dari mereka membaca karangan Far yang terplester di tembok. "Ini tulisannya Tiara kan?" tanya mereka. Far terdiam " Yahh, itukan udah setahun yang lalu. dan untuk pertama kalinya rasa itu ada." kata kata yang terlontar dengan bumbu kisah lalu yang begitu kotor dan berlumpur akibat dari tamparan.
"Halah, Seharusnya kamu bersyukur, Kau masih bisa tersenyum karna kami" Ucap Amar. senyum pasrah dan agak Ikhlas terpampang di wajah far. "Yah sudah setahun lamanya, Namun rasa itu masih saja ada, Rasa yang tidak bisa di jelaskan. Rasa yang tidak enak. namun terkadang manis jika di ingat. rasa yang tidak ingin di lupakan namun aku ingin melupakan." Kata dia dalam hati sembari memainkan stik PS-nya. Ramai yang sepi, Hati yang harusnya senang sedih karna kenangan. Bedhess tanpa sengaja merobek Kertas. Far yang melihatnya terasa ada yang begitu retak. "Maaf... Gak sengaja" Ucap Bedhess. " Ahh, Gak papa" ucap Far.
Senja mulai menjamah langit yang biru mengecat dengan warna jingga di hiasi dengan awan yang sedari siang lelah di sengat. Mereka pulang. Keseruan bersama mereka Far langsung menuju ke komputer. mulai mengetik kembali.
"Setahun yang lalu sunggguhlah suram. aku tak tahu harus bagaimana menghadapi bullyan mereka. namun kini aku bertemu dengan kalian yang selalu mendukung dan selalu saja membuat senyum itu hadir. meski kadang kita berkelahi. meski kadang kita tak ada kabar. atau tak pernah makan bersama. Setahun yang lalu juga membuktikan siapa sahabat yang sebenarnya ada untuk kita. Sahabat sedari sd yang aku percaya malah memusuhi begitu saja. mungkin karna malu. Mungkin karna Yah begitulah. Aku sangat terkenal kala itu. dengan sebutan anak Indigo. Sekarang bullyan itu telah menghilang. aku pun senang. aku tak bersama si Pecundang itu lagi. Aku harap si pecundang itu akan mendapatkan karma yang setimpal di akhir hidupnya. atau ya semoga ia sadar. dia hampir saja membunuh seseorang dan membuatku menyerah. Terima kasih untuk kawan kawanku. Yang telah menemaniku. Setengah tahun di Kelas 8. Dan untuk kalian yang telah membullyku kalian benar benar anjing."