Read More >>"> Meta(for)Mosis (Rencana Masa Depan) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Meta(for)Mosis
MENU
About Us  

Usai kami menyelesaian makan dan mempersilakan Bi Dara untuk membereskan, kami pergi ke kamar Rana untuk membicarakan hal yang katanya peting tersebut.

“Udah di kamar ni. Apa yang hendak kau bicarakan pada saya? sepertinya engkau menginginkan aku menginap disini?” kataku sok fomal.

“Memang iya. Tapi sekarang aku mau membicarakan soal masa depan dulu. Aku mau buat suatu rencana yang terencana.” Katanya sambil mengayunkan tangannya membentuk bulatan besar dihadapannya.

“Kau ingin memiliki rencana apa?”

“Aku ingin mandiri. Meta. Kau tahu kan, tadi apa maksud Bi Dara?”

“Apa?”

“Bi Dara minta pulang kampung. Mungkin dia rindu dengan emaknya. Akhir-akhir ini, bibi selalu mengikuti apa permintaanku. Setelah aku cari tahu lebih dalam, suatu malam.”

“Suatu malam…”

“Malam yang sunyi. Hanya aku dan bibi. Dia berdoa, memohon kesehatan emaknya.”

“Lalu…”

“Nampaknya dia rindu dengan emaknya. Aku yakin, sebentar lagi bibi minta izin pulang. Aku tidak tega.”

“Lalu kau mau aku tinggal disini, menemanimu? Atau ingin mencari pengganti bibi?”

“Aku punya tiga rencana. Bersediakan Meta membantu menganalisanya?”

“Boleh, apa rencana pertama?”

“Pertama. Rana di rumah seorang diri. Tidak dengan siapapun. Jadi Rana mau urus semuanya sendiri.”

“Lalu…”

“Kedua, Meta temani Rana di rumah ini.”

“Oh, no…”

“Atau yang terakhir. Rana tinggal dengan Meta. Tidur dimanapun tidak masalah kok. Mau dengan simbok dengan Meta juga tidak masalah. Asalkan, Rana ada teman.”

“Sepertinya Rana sangat mengharapkan tinggal di rumah Meta. Tapi kamu yakin, Bi Dara akan minta pulang kampung?”

“Sangat yakin. Akhir bulan, pasti bibi akan membuka pembicaraan dengan Rana mengenai masalah ini.”

“Kalau opsi kedua, aku no. Alasan yang paling kuat, Meta ada rumah disini. Belum tentu nanti Meta akan kuliah di Jakarta. Semoga saja bisa. Tapi kalau rejekinya bukan di Jakarta, ya sudah. Meta mungkin akan menjadi anak kost. Alasan berikutnya, Meta sedikit takut dengan tempat sepi. Meskipun rumah Rana tidak terlalu besar, tapi kalau hanya berdua ini termasuk besar bagi Meta. Terus Meta orangnya nggak suka bersih-bersih. Hahaha jadi nanti Rana yang akan lebih bekerja keras mengurus rumah.”

“Masuk akal juga pendapat Meta. Rana juga tidak mau ah, kalau membersihkan rumah sendiri. Takut kalau mati lampu, genteng bocor, dan pekerjaan lelaki lainnya.”

“Masa Rana takut?”

“Iya. Kadang kalau ada apa-apa tentang rumah bocor, mengecat dan apa. Rana selalu minta tolong om satpam. Ituh, om satpam yang ada disana kan sering nggodain Bi Dara. Hahaha.” Usil Rana. Memang benar, om satpam bujang itu suka menggoda Bi Dara. Si bibi selain masih muda, cantik, dia juga ramah.

“Ya udah. Jadi analisis Meta tentang Rana dan rumahnya, jawaban terbaik untuk saat ini, Rana bicarakan dulu dengan ayah bunda. Terkait Rana mau di rumah sendiri atau di rumah Meta. Misalnya di rumah Meta, nggak masalah, nanti aku bilang sama mama. Masih ada kamar kosong kok, sudah ada kasur dan lemari, santai. Meta kan orang kaya.” Kataku.

“Lalu, rumah ini gimana? Kan sayang. Hmmm….” Rana berfikir sedikit keras.

“Sementara kosongin aja.” Kataku.

“Tidak, nanti ada yang nunggu.”

“Mau dikontrakin?”

“Boleh nggak ya, sama Bunda. Coba nanti Rana izin dulu deh. Kalau boleh, nanti Rana mau pasang iklan. Lumayan kan, dapat uang dari ngontrakin rumah. Udah gitu tinggal gratis di rumah Meta. Betapa indahnya hidup ini.”

“Iya. Ih, enak kan punya saudara kaya aku. Saudara jauh, saking jauhnya jadi deket.”

“Meta bilang mama dulu tapi ya, soal rencana ini. Sambil Rana juga bilang sama Bunda.”

“Beres.” Kataku mengakhiri persoalan pertama mengenai Rana dan rumah.

Malam itu aku menginap di rumah Rana. Selain untuk memikirkan persoalan Rana dan rumah, ternyata ia memiliki rencana jangka panjang yang sedang dipikirkannya. Nggak papa lah, mumpung belum terpisah karena tugas atau hal yang lainnya. Setidaknya aku bisa membantu menyelesaikan masalah Rana malam ini juga. Aku menelfon papa untuk meminta izin menginap di rumah Rana. Perihal kepindahan Rana, aku izin nanti saja setelah mendapat jawaban pasti dari Bunda Rana. Toh, rumahku selalu terbuka untuk Rana. Sebelum menyelesaikan permasalahan berikutnya, Rana membereskan masalah rumah dan Bi Dara. Ia menelfon Bundanya saat itu juga.

“Udah telfon Bunda, Na?” tanyaku setelah Rana kembali ke kamarnya.

“Udah.” Jawabnya singkat.

“Bunda bilang apa?”

“Makan dulu yuk. Aku tiba-tiba pengen makan ketoprak nih. Mau nggak?”

“Diet gimana diet?”

“Ah, sesekali. Mumpung ada Meta yang siap menghabiskan ketoprak Rana.”

“Hmmmm?”

“Dengan catatan Rana sudah kenyang. Ahahahaa. Ayo ah, kita tunggu di depan rumah. Abangnya biasanya lewat depan. Nanti makan di teras rumah aja ya. Biasanya tetangga pada makan bareng juga. yuk.” Ajaknya sedikit memaksa. Baiklah, aku turuti saja permintaanya untuk hari ini dan hanya hari ini.

Kami pun keluar rumah untuk menunggu abang ketoprak yang lewat. Sambil menunggu, tentunya kami tidak diam dan membahas masalah Rana. Beberapa kali aku tanya, ia tidak menjawabnya. Tapi kalau melihat dari raut bibirnya, dia tidak memiliki masalah sih. Tidak ditekuk dan juga tidak penasaran. Ah, sepertinya ia puas dengan jawaban bundanya. Tapi jawaban apa yang disampaikan pada bunda ya? Nanti aku pasti akan mencecarnya.

“Ketopraaaaaak. Ketopraaaaaak…” suara abang ketoprak sudah terdengar. Tapi kok yang datang justru mas mas dan om om sih. Duduk di teras rumah Rana. Ada yang langsung duduk ada yang menyapa Rana “Hay cantik, abang sudah datang tuh,” kata seorang pemuda memakai seragam satpam. Sepertinya si itu om satpam yang pernah Rana ceritakan. “Si cantik masih di dalam om, ini Rana sengaja nunggu abang. Sebentar lagi juga keluar si cantik itu,” jawab Rana pada lelaki itu. Ternyata benar, itu om satpam. Beberapa detik kemudian munculah Bi Dara dan juga abang ketoprak.

Aku menuruti permintaan Rana untuk makan ketoprak dulu. Sangat yakin, dia tidak akan ingkar pada janjinya karena aku sudah mau menginap di rumahnya. Satu piring ketoprak sudah kami lahap dengan santai. Benar kata Rana, Bi Dara hendak pulang kampung, aku mendengar sayup-sayup pembicaraan om satpam dengan Bi Dara yang sedikit jauh dari kami. Pada pembicaraan itu pun aku tahu kalau Bi Dara belum berkata apapun pada Rana. Mereka berdua sedang berfikir keras bagaimana mencari ganti dan juga melepas Rana. Padahal Rana sendiri suka kalau dilepas. Singkat cerita, makanan kami sudah habis dan melepas nafas ketoprak di depan televisi dahulu.  Di ruang tv, sudah ada kertas dan pena. Mungkin Rana yang sudah merencanakan hal ini.

“Enaknya ketoprak si abang itu,” kata Rana sambil mengusap perutnya.

“Banget. Baru kali ini aku makan ketoprak sama orang satu kompleks.” Jawabku.

“Wahahaa. Besok pagi aku ajakin makan bubur ayam satu RT deh. Biar Meta punya pengalaman juga.”

“Hmmmm. Sebelum besok, Meta mau tanya tentang jawban bunda.”

“Ha, iya sampai hampir lupa.” Katanya sambil mengubah posisi duduk menghadapku. “Kata bunda, dia bilang. Kalau sementara Rana di rumah sendiri dulu aja. Sambil berlajar mandiri. Toh beberapa bulan lagi Rana kuliah, kalau mau sering-sering aja ajak Meta di rumah.”

“Kok gitu,”

“Iya, biar Rana nggak kesepian. Lalu Bunda bilang, kamar yang kosong katanya boleh dikostkan. Tapi hanya sampai pada Rana kuliah saja. Setelah Rana tidak di rumah itu, katanya urusan nanti. Bunda hanya bilang itu saja sih.”

“Kalau dikostkan, tidak dalam waktu lama. Kurang tahu juga ya sama peminatnya. Menurut Meta sih mungkin akan susah mencari orang yang mau ngekost tidak dalam jangka waktu lama. Nanti pindah lagi, sepertinya kemungkinannya akan kecil.”

“Tadi Rana juga sudah bilang begitu pada Bunda. Tapi entah kenapa, Bunda menekankan pada Rana untuk tinggal mandiri di rumah ini. Ketika Rana bilang mau pulang Yogya pun, Bunda melarang. Katanya Bunda masih ada di Singapura.”

“Di Singapura ngapain? Lalu di Yogya ada siapa?”

“Ya kerja. Di Yogya ada kakek dan nenek. Ayah juga ikut Bunda ke Singapura. Bantu kerjaan Bunda. Katanya mumpung ayah libur.”

“Hm.. memang nanti rencana kamu kuliah ada dimana Na?”

“Jakarta aja mungkin ya. Biar Rana nggak perlu mikir soal menginap dimana. Di rumah ini juga sudah nyaman. Nggak papa lah, sementara ini Rana belajar mandiri di rumah seorang diri saja. Didepan ada tetangga yang baik dan dekat dengan Rana juga kok. Ada om satpam juga. Nanti kalau Rana gelisah, paling ke rumah Meta. Tidur sama simbok. Hehee.”

“Baiklah, jika sudah keputusan Rana. Tapi kalau kita pisah kota gimana?”

“Meta berani kan? Beberapa hari lagi, bibi akan pergi. Setidaknya Rana sudah mempersiapkan diri untuk mandiri. Jadi kalau sudah terbiasa sendiri, Rana kuliah di luar kota pun tidak masalah. Asalkan masih tetap komunikasi dengan Meta.”

“Baiklah kalau begitu. Meta mungkin akan tetap tinggal di rumah kalau kuliah di Jakarta. Tapi kalau jarak kampus terlalu jauh, Meta juga harus kost. Semoga Meta juga berani tinggal sendiri.”

“Meta latihan saja, inap di rumah Rana, ketika tidak ada bibi. Kan nanti kita hanya berdua dan mengurus semuanya sendiri. Mau?”

“Okay. Sepakat.” Kataku. “Lalu, Meta boleh tanya sesuatu kah?”

“Apa itu?”

“Masalah kedua Rana apa? Apa perihal Anto?”

“Rana sudah terbiasa tanpa Anto. Seperti yang tadi kukatakan sebelumnya, kalau Anto sudah mendapatkan karmanya. Kemarin Anto minta ketemu sama Rana dan meminta untuk kembali. Tapi Rana tidak mau, alasannya tidak Rana sebutkan. Malah aku tinggal pergi.”

“Jadi yang kedua apa nih?” tanyaku penasaran.

Rana kemudian mengambil pena dan kertas yang ada di meja tadi. Kemudian menuliskan angka tahun dan dilingkarinya. Ia berkata, “Rana mau buat rencana.”

“Rencana apa? Untuk apa?”

“Masa depan. Setelah lulus ini, apa yang Rana kejar dan ditargetkan. Ini, satu kertas untuk Meta. Kita buat rencana masing-masing ya.”

Kami berdua pun berfikir untuk menuliskan apa yang menjadi target dan impian kami kedepan. Aku menuliskan singkat karena masih tidak bisa membayangkan apa saja hal yang harus aku lakukan,  Rana pun demikian. Ia hanya menuliskan garis besarnya saja.

“Rana selesai.” Katanya.

“Sama. Ayo kita baca dan saling bertukar pendapat.”

“Rana dulu ya.”

“Boleh.”

“Tahun ini,  lulus sekolah kemudian melanjutkan kuliah,  jurusan Psikologi. Universitas manapun Rana mau. Setelah lulus kuliah Rana harus sudah kerja selama minimal dua tahun, baru menikah. Setelah kerja sebelum menikah, Rana harus umroh dahulu. Tujuannya agar dipertemukan dengan lelaki yang luar biasa. Nah, tepat sebelum menabung untuk menikah Rana ingin menuju tembok besar China. Buat jaga-jaga kalau suami tidak mengizinkan Rana jalan-jalan. Jadi harus pergi jauh dulu, sebelum mengabdi pada suami. Selanjutnya Rana mau buka toko makanan, atau mungkin kafe. Menunya tentu menu yang sudah pernah Rana buat, resep dari simbok, dan nanti mencari karyawan yang pandai memasak. Tapi sebelum membuka kafe, Rana mau buat kedai dan jualan kecil-kecilan dulu. Itung-itung untuk mengumpulkan modal. Yak, sepertiya hanya itu, untuk target yang tidak diberi tahun, Rana masih ragu.” Katanya. Kemudian aku menyahut dengan anggukan setuju.

“Baiklah, Meta acc. Semuanya bagus dan tidak perlu ada yang dikoreksi. Sekarang Meta. Tidak banyak sih, nggak papa ya. Belum berfikir soalnya. Meta ingin kuliah di jurusan kedokteran, Meta mengejar kuliah di Jakarta. Sambil kuliah, membantu toko papa dan membuka cabang di kota lain. Selama kuliah, tidak mau terjebak oleh lelaki lain macam Handi. Sebelum kuliah, permasalahan dengan Handi tuntas semua. Meta ingin keliling dunia dengan Rana, terakhir Meta menikah setelah kerja.” Kataku singkat.

“Baiklah, Rana juga setuju. Tapi mengundang pertanyaan.”

“Apa?”

“Masalah dengan Handi belum selesai?”

“Belum. Meta tidak berani tanya pada simbok. Takut.”

“Mau Rana temani?”

“Boleh. Tapi kalau ternyata buruk gimana?”

“Kan sudah selesai. Santai saja.”

“Sebenarnya lusa ada pertemuan.. aduh, gimana ya.. Meta…”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • Aziz

    Mantap Betul, ditunggu ini karyanya

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
fall
50      15     0     
Romance
Renata bertemu dua saudara kembar yang mampu memporak-porandakan hidupnya. yang satu hangat dengan segala sikap manis yang amat dirindukan Renata dalam hidupnya. satu lagi, dingin dengan segudang perhatian yang tidak pernah Renata ketahui. dan dia Juga yang selalu bisa menangkap renata ketika jatuh. apakah ia akan selamanya mendekap Renata kapanpun ia akan jatuh?
Begitulah Cinta?
136      30     0     
Romance
Majid Syahputra adalah seorang pelajar SMA yang baru berkenalan dengan sebuah kata, yakni CINTA. Dia baru akan menjabat betapa hangatnya, betapa merdu suaranya dan betapa panasnya api cemburu. Namun, waktu yang singkat itu mengenalkan pula betapa rapuhnya CINTA ketika PATAH HATI menderu. Seakan-akan dunia hanya tanah gersang tanpa ada pohon yang meneduhkan. Bagaimana dia menempuh hari-harinya dar...
Meet You After Wound
5      4     0     
Romance
"Hesa, lihatlah aku juga."
CAFE POJOK
44      16     0     
Mystery
Novel ini mengisahkan tentang seorang pembunuh yang tidak pernah ada yang mengira bahwa dialah sang pembunuh. Ketika di tanya oleh pihak berwajib, yang melatarbelakangi adalah ambisi mengejar dunia, sampai menghalalkan segala cara. Semua hanya untuk memenuhi nafsu belaka. Bagaimana kisahnya? Baca ya novelnya.
Kama Labda
4      4     0     
Romance
Kirana tak pernah menyangka bahwa ia bisa berada di jaman dimana Majapahit masih menguasai Nusantara. Semua berawal saat gadis gothic di bsekolahnya yang mengatakan bahwa ia akan bertemu dengan seseorang dari masa lalu. Dan entah bagaimana, semua ramalan yang dikatakannya menjadi kenyataan! Kirana dipertemukan dengan seseorang yang mengaku bahwa dirinya adalah raja. Akankah Kirana kemba...
Nothing Like Us
213      40     0     
Romance
Siapa yang akan mengira jika ada seorang gadis polos dengan lantangnya menyatakan perasaan cinta kepada sang Guru? Hal yang wajar, mungkin. Namun, bagi lelaki yang berstatus sebagai pengajar itu, semuanya sangat tidak wajar. Alih-alih mempertahankan perasaan terhadap guru tersebut, ada seseorang yang berniat merebut hatinya. Sampai pada akhirnya, terdapat dua orang sedang merencanakan s...
NADI
23      15     0     
Mystery
Aqila, wanita berumur yang terjebak ke dalam lingkar pertemanan bersama Edwin, Adam, Wawan, Bimo, Haras, Zero, Rasti dan Rima. mereka ber-sembilan mengalami takdir yang memilukan hingga memilih mengakhiri kehidupan tetapi takut dengan kematian. Demi menyembunyikan diri dari kebenaran, Aqila bersembunyi dibalik rumah sakit jiwa. tibalah waktunya setiap rahasia harus diungkapkan, apa yang sebenarn...
One Step Closer
15      5     0     
Romance
Allenia Mesriana, seorang playgirl yang baru saja ditimpa musibah saat masuk kelas XI. Bagaimana tidak? Allen harus sekelas dengan ketiga mantannya, dan yang lebih parahnya lagi, ketiga mantan itu selalu menghalangi setiap langkah Allen untuk lebih dekat dengan Nirgi---target barunya, sekelas juga. Apakah Allen bisa mendapatkan Nirgi? Apakah Allen bisa melewati keusilan para mantannya?
Wannable's Dream
351      42     0     
Fan Fiction
Steffania Chriestina Riccy atau biasa dipanggil Cicy, seorang gadis beruntung yang sangat menyukai K-Pop dan segala hal tentang Wanna One. Dia mencintai 2 orang pria sekaligus selama hidup nya. Yang satu adalah cinta masa depan nya sedangkan yang satunya adalah cinta masa lalu yang menjadi kenangan sampai saat ini. Chanu (Macan Unyu) adalah panggilan untuk Cinta masa lalu nya, seorang laki-laki b...
Tenggelam dalam Aroma Senja
3      3     0     
Romance
Menerima, adalah satu kata yang membuat hati berat melangkah jika harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Menunggu, adalah satu kata yang membuat hati dihujani ribuan panah kerinduan. Apakah takdir membuat hati ikhlas dan bersabar? Apakah takdir langit menjatuhkan hukuman kebahagian? Entah, hanyak hati yang punya jawabannya.