Tetes embun yang jatuh kesekian kalinya membuat daun-daun segar kembali. Banyak pohon besar yang lebat daunnya tumbuh di sekitar sini. Memang, saat malam hari terlihat menyeramkan, tapi lihatlah pagi hari yang indah ditemani lingkungan hijau. Bermacam jenis burung berkicau dalam sarang mereka yang tersembunyi di balik dedaunan lebat itu. Air danau yang sangat jernih bagaikan kaca, memantulkan bayangan kupu-kupu yang beterbangan di atasnya. Sungguh pemandangan alam yang bisa menyegarkan mata.
Batu-batu di sini juga sangat bersih. Sampah? Jarang ada sampah. Masyarakat lokal pintar dalam melestarikan lingkungan mereka. Alam masih terjaga dengan baik.
Beruntung sekali Manda yang diberi tugas untuk mengeksplorasi keindahan Danau Labuhan Cermin. Wisata impiannya sejak SMK. Tahu sendiri 'kan, Manda senang melihat sesuatu berparas bening atau bersih. Lokasi ini sangat cocok menjadi destinasi idamannya.
Berbeda dengan orang lain. Saat mereka memakai style modern untuk menginjak spot foto, Manda malah memakai hoodie, celana, dan sepatu berwarna hitam. Semua serba hitam. Bahkan ia membawa kamera berwarna hitam. Tidak lupa juga dengan boneka panda kecil kesayangannya. Apakah hidupmu terlalu gelap, Manda?
Manda berjongkok di tepi danau, ia menyiramkan air pada tumbuhan di depannya. Dingin. Ia menyukai benda dingin seperti es, apalagi eskrim. Satu ember eskrim akan habis dalam lima menit. Kerakusan seorang Panda.
Tes..
Tetes air jatuh tepat pada hidung Manda. Ia melihat tetes air itu sambil memutar matanya, "Hum.. Satu tetes aja dingin. Gimana kalo gue nyebur nanti yak?"
"Mau nyebur? Saya siap menemani," seseorang di sampingnya membungkuk dan menaruh telapak tangannya di dada untuk memberi hormat.
Si Udang lagi. Sepertinya dia ada di mana-mana.
"Entut lu! Kenapa selalu ganggu gue? Enyah sana, gerah lama-lama," ucap Manda ketus.
"Dinginnya kayak gini kok bisa gerah?"
"Bisa, lah. Lu 'kan api."
Garing. Krik, krik..
"Hah?"
Manda mendesah, "Perut gue ada kompornya. Jadi kalo lu dateng, artinya lu ngidupin kompor gue."
Bobby bergidik ngeri, "Jangan gitu, Mbak. Serem amat. Padahal saya ngga punya lilin, tapi kok bisa ada apinya?"
"Lu punya lilin, Udang! Gede lagih. Tapi ngga ada sumbunya..," Manda protes dengan memasang ekspresi tak berdosa. Walaupun sebenarnya ia paham betul dengan apa yang ia katakan barusan.
"Laahh, Mbak jorok, ih! Sampe menelisik 'senjata' saya segala. Hati-hati lho, kalo kena 'senjata' saya, Mbak bisa.."
"Gue ngga bisa hamil. Gue 'kan panda jantan. Gimana sih lu?!"
"Yah.. Jadi udang sama panda ngga bisa jadi satu, ya? Sakitnya hatiku..," Si Udang menaruh kepalan tangannya di dada, berakting seolah ia kesakitan. Manda hanya meliriknya jijik.
Wanita serba hitam itu memainkan boneka panda kecilnya di dalam sampan dekat kakinya. Bobby memperhatikan tingkah Manda dengan seksama, lalu berjongkok untuk merangkulnya.
"Mbak.. Naik sampan sambil berduaan sama saya, yuk?"
Plakk. Perut Bobby menjadi sasaran empuk tangan Manda.
"Anak gue mau main air dulu, jangan ganggu!"
"Lho, tadi katanya ngga bisa hamil, tapi kok udah punya anak?"
Skakmat. Namun wanita panda itu tidak akan tinggal diam. Gengsi menguasainya.
Manda menerawang jauh sambil memasang wajah jahil, "Gue punya sahabat cowok. Namanya Arez. Nah, Kak Arez yang hamil, abis lahir anaknya gue culik."
"UHUKK.. UHUKK!!"
Seumur hidup Bobby belum pernah tersedak dengan omongan wanita. Baru kali ini bibir pedas seorang wanita menyerangnya. Triple kill sekaligus. Poor Udang..
***
Malam.
Tidak seperti biasanya. Malam ini penuh dengan suara hewan seperti jangkrik, burung, dan sejenis kumbang hutan. Berisik tapi menyeramkan. Udara dingin semakin membekukan kulit Arez. Sudah dua selimut yang membungkus tubuhnya. Persis ikan pepes. Apalagi selimut yang Arez pakai berwarna hijau. Cocok, bukan?
Arez kedinginan, ia meringkuk ke pojok ranjang. Kemudian mengambil sesuatu di bawah bantal. Kantung penghangat. Begitu siapnya dia beradaptasi dengan perubahan suhu udara secara drastis.
Daripada terus meringkuk, Arez lebih suka banyak bergerak. Akhirnya ia bangkit dan meloncat-loncat dengan selimut yang masih membungkus tubuhnya. Sama seperti ulat yang menggeliat.
Setelah lima menit menggeliat, ia melepas selimutnya dan menggerak-gerakkan kedua tangan ke udara. Saat akan menekuk tangannya, perhatian Arez tertuju pada ponselnya yang bergetar. Ada pesan masuk.
To : AAF
From : RHK
Lu ngga capek ngurusin tugas berat itu? Mau sampe kapan berhenti ngorbanin diri sendiri?
Arez menghembuskan nafas dengan kasar, ia mengacak-acak rambutnya.
"Sampai Manda jadi milik gue lagi, Heng..."
"Walaupun gue persis orang ngga waras yang maksa Manda buat kembali ke pelukan gue, i don't care. Pokoknya, hidup gue ada di tangan Manda."
Di seberang sana, Hengky says, "Hidup ada di tangan Tuhan, Nyet!"
Telepati yang sangat kuat pada tali persahabatan mereka. Namun sayang, Manda sering menyebut duo karib itu homo. Biarlah.. Pada kenyataannya juga hampir seperti itu.
Ah, tidak. Mereka masih normal.
Arez menekan-nekan tombol ponselnya untuk mengetik nama kontak yang dituju. Hampir semua kontak Arez diberi nama singkatan, sama seperti Hengky.
To : RHK
From : AAK
Pokoknya lu harus percaya sama gue dan bantu sebisa lu. Toh nantinya kalo gue kalah, Manda bisa dimiliki Raden. Tapi ngga gue restuin.
Dokter Ganteng melempar ponselnya secara elegan ke atas ranjang. Ia menjatuhkan tubuhnya di lantai, memandang langit-langit kamar. Memikirkan, apa yang akan terjadi jika ia merebut paksa Manda.
"Jangankan uang, nyawa pun akan kakak berikan untukmu, Manda..."
***
Hari ini benar-benar hari yang tepat untuk dijadikan hari komunikasi. Karena para guru, murid, maupun Manda, mereka serempak memegang ponsel di kamar penginapan. Jauh dari pulau tempat tinggal.
Manda jengah dengan suhu udara yang sangat dingin. Membuatnya menggigil sampai giginya berbunyi. Bahkan jari-jarinya gemetar saat mengetik pesan di ponselnya.
"Gusti.. Dinginnya sampe nusuk darah daging.."
To : Mr. A
From : Manda
Aku sedang ada tugas wisata, dan pastinya dekat denganmu. Kemarilah, aku sangatt merindukanmu!
"Dengan mengirim pesan padamu, aku yakin kau akan terkejut. Tapi, aku juga yakin kalau kau tidak mempunyai keberanian untuk datang menemuiku."
Manda memejamkan matanya sambil tersenyum manis. Menghirup udara malam yang dingin secara perlahan, merasakan sakitnya memendam rindu. Manda memiliki cara sendiri untuk menutupi rindunya. Seperti saat ia beradu mulut dengan Si Udang. Saat itulah sebenarnya ia benar-benar ingin menangis meraung-raung.
"Dulu, ada dua hal yang hampir kulupakan.. Yang satu sudah aku temukan, yaitu dirimu. Namun, aku belum bisa menemukan yang satu lagi. Sesuatu yang telah hilang dariku selama bertahun-tahun. Apa itu? Aku belum mengetahuinya. Tolong beri tahu aku! Aku sangat menantikan kehadirannya kembali ke dalam hidupku.."
Beberapa jam telah berlalu, begitu juga dengan mimpi Manda. Hanya tinggal menunggu hari esok untuk melaksanakan tugasnya, dan menikmati perjalanan di tempat yang menyimpan rindu untuknya.
Ia sudah dekat, dengan 'dia'.
Tapi 'dia' tidak akan pernah bertemu dengannya lagi..
***
#15
"Sifatmu yang keras kepala dan selalu ingin menang tidak pernah berubah, ya?
Tapi kau membuat aku bangga karena tetap berdiri pada idealismemu untuk menjadi wanita pekerja keras."
-Handsome Bad Doctor-
Bobby
@ReonA Makasih, Kak. Baca semuanyaa, yaaa. Bantu krisannya jugaaaa.
Comment on chapter Prolog