Read More >>"> The Friends of Romeo and Juliet (1. Rey) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Friends of Romeo and Juliet
MENU
About Us  

Panas. Ruang OSIS yang posisinya berada dekat jalanan memang selalu terasa panas, apalagi ini baru mulai musim hujan. Udaranya masih lembab dan menyesakkan. Tapi ada alasan kenapa panas di ruangan ini menjadi-jadi, membuat keringat siapapun yang ada di ruangan itu pasti menetes. Bahkan ada murid-murid perempuan yang membawa kipas portabel demi mengurangi rasa panas itu. Aku mengernyit melihat mereka, karena di cuaca panas begini, mereka mau saja memakai make up lengkap.

“Rancangan anggaran macam apa sampai segini banyaknya cuma buat klub-klub kecil?”

Suara itu meninggi. Suara berikutnya aku sangat hafal.

“Gimana mereka mau berkembang kalau mereka nggak dikasih kesempatan dan dana??”

“Ya mereka harus berprestasi dulu kalau mau ditambah dananya!”

Benar-benar perdebatan duluan mana telur atau ayam. Aku menghemat napas dengan tidak menghela napas. Di satu sisi, si Ketua OSIS, kakak kelas bernama Hamka, terkenal sangat disiplin. Bahkan sesekali di tengah perdebatan, dia melemparkan pandangan menghina ke murid-murid perempuan yang bermake up lengkap, karena itu melanggar peraturan sekolah tentang kepantasan berseragam. Belum lagi kaus kaki warna-warni. Padahal jelas hanya kaus kaki putih dan hitam yang diperbolehkan. Abu-abu paling banter dibolehkan. Dan yang paling parah, mereka jelas bukan anggota OSIS. Mereka ke sana karena ini rapat tahunan yang melibatkan seluruh anggota OSIS. Dan mereka pikir nggak masalah karena bakal ada banyak orang dan para ‘Pejabat’ dikiranya tidak akan tahu siapa dan dari divisi mana mereka.

Sayangnya, temanku bilang, seluruh pejabat tinggi OSIS tahu wajah-wajah anggota lain, bahkan yang tidak menonjol sepertiku. Temanku, yang berdebat dengan Ketua, adalah Bendahara yang merancang keuangan OSIS tahun ini. Dia kalah dalam pemilihan karena, sudah jelas, dia masih kelas sepuluh. Dijadikan Bendahara padahal masih kelas sepuluh adalah suatu kehormatan dan prestasi tersendiri. Yuki (dia blasteran Sunda-Jepang), melotot ke Hamka. Aku meringis, berdoa semoga tatapan Hamka tidak bisa membunuh. Aku masih mau sahabatku keluar hidup-hidup dari Ruang OSIS.

Di seberang, ada seseorang lain yang kukenal. Yah, satu sekolah juga kenal sih. Dia teman baik Ketua OSIS, dan menjabat sebagai Ketua Divisi Kedisiplinan dan Keamanan . Kadang dia merangkap humas. Kadang dia merangkap ‘asisten’ Kak Hamka. Serba bisa, dan dia salah satu alasan para murid perempuan non-OSIS datang. Bisa ditebak alasannya. Dia keren, tubuhnya tinggi, kalem, tapi bukan berarti cuek. Kenapa kami saling kenal? Karena, tanpa sepengetahuan sahabatku, yang rumahnya sebenarnya lumayan dekat dengan rumahku, rumah Kak Dilar jaraknya hanya 4 rumah dari rumahku, dan satu-satunya klinik hewan di kompleks. Entah Yuki yang memang cuek, nggak pernah lihat, atau memang nggak mau tahu sampai dia tidak pernah sadar kalau sahabat dari ‘musuhnya’ tinggal hanya berjarak satu lemparan batu dariku, sahabatnya.

*

Rapat masih belum berakhir. Aura permusuhan masih memancar dari Ketua dan Bendahara II. Aku yang hanya anggota Divisi Seni dan Budaya menatap ketua divisiku, yang meringis melihat bagaimana debat masih berlangsung. Dia berbisik padaku, “bakal ketahan sampe sore nih.”

Aku mengangguk, akhirnya menyerah untuk tidak menghela napas. “Kayaknya postpone besok lagi ini.”

Kak Yosi menggeleng, “padahal ini masih Bendahara. Divisi kita terakhir sebelum Kerohanian.” Seniorku itu mengatakannya sambil sedikit menggerutu. Aku hanya tertawa gugup karena, jujur, Kak Yosi memiringkan badannya sedikit terlalu dekat denganku. Aku menunduk karena tidak berani melihat ke seberang. Sialnya, Hani, yang duduk di depanku membalikkan badan untuk meminjam bolpoin, sementara Kak Yosi masih menggerutu.

Aku tidak punya pilihan lain selain mendongak. Dan sekali lagi, berdoa semoga tidak ada tatapan siapapun di dunia ini yang bisa membunuh. Tapi tetap saja, rasa bersalah yang menusuk menyergapku.

“Heh! Kenapa Si Dilar melotot ke sini?” Kak Yosi menyipitkan mata, aku mulai panik.

“Jangan-jangan kalian juga musuhan kayak Yuki sama Hamka ya?” dia mengangguk, “ati-ati, jangan-jangan dia ikut musuhin kamu karena dia sahabatnya Hamka dan kamu sahabatnya Yuki.” Dia mewanti-wanti, lagi-lagi mendekat ke jarak yang tidak perlu, aku sudah menjauhkan badan, tapi tetap saja tatapan itu menghujam dan membuat rasa bersalah bersarang, meski sudah jelas aku tidak melakukan hal yang benar-benar salah.

“Mau kupelototin balik? Biar dia nggak berani sama kamu?” katanya dengan sikap gentleman yang tidak perlu.

Aku menggeleng, masih tertawa gugup. Dalam hati berkata, ‘Bukan gitu…..’

*

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Ku Jaga Rasa Ini Lewat Do\'a
325      258     3     
Short Story
Mozha, gadis yang dibesarkan dengan pemahaman agama yang baik, membuatnya mempunyai prinsip untuk tidak ingin berpacaran . Namun kehadiran seorang laki -laki dihidupnya, membuat goyah prinsipnya. Lantas apa yang dilakukan mozha ? bisakah iya tetap bertahan pada prinsipnya ?
BELVANYA
1      1     0     
Romance
Vanya belum pernah merasakan jatuh cinta, semenjak ada Belva kehidupan Vanya berubah. Vanya sayang Belva, Belva sayang Vanya karna bisa membuatnya move on. Tapi terjadi suatu hal yang membuat Belva mengurungkan niatnya untuk menembak Vanya.
Diskusi Rasa
3      3     0     
Short Story
Setiap orang berhak merindu. Tetapi jangan sampai kau merindu pada orang yang salah.
Kala Saka Menyapa
135      31     0     
Romance
Dan biarlah kenangan terulang memberi ruang untuk dikenang. Sekali pun pahit. Kara memang pemilik masalah yang sungguh terlalu drama. Muda beranak begitulah tetangganya bilang. Belum lagi ayahnya yang selalu menekan, kakaknya yang berwasiat pernikahan, sampai Samella si gadis kecil yang kadang merepotkan. Kara butuh kebebasan, ingin melepas semua dramanya. Tapi semesta mempertemukannya lag...
Black Roses
373      60     0     
Fan Fiction
Jika kau berani untuk mencintai seseorang, maka kau juga harus siap untuk membencinya. Cinta yang terlalu berlebihan, akan berujung pada kebencian. Karena bagaimanapun, cinta dan benci memang hanya dipisahkan oleh selembar tabir tipis.
Warna Untuk Pelangi
80      20     0     
Romance
Sebut saja Rain, cowok pecinta novel yang dinginnya beda dari yang lain. Ia merupakan penggemar berat Pelangi Putih, penulis best seller yang misterius. Kenyataan bahwa tidak seorang pun tahu identitas penulis tersebut, membuat Rain bahagia bukan main ketika ia bisa dekat dengan idolanya. Namun, semua ini bukan tentang cowok itu dan sang penulis, melainkan tentang Rain dan Revi. Revi tidak ...
Like Butterfly Effect, The Lost Trail
45      15     0     
Inspirational
Jika kamu adalah orang yang melakukan usaha keras demi mendapatkan sesuatu, apa perasaanmu ketika melihat orang yang bisa mendapatkan sesuatu itu dengan mudah? Hassan yang memulai kehidupan mandirinya berusaha untuk menemukan jati dirinya sebagai orang pintar. Di hari pertamanya, ia menemukan gadis dengan pencarian tak masuk akal. Awalnya dia anggap itu sesuatu lelucon sampai akhirnya Hassan m...
Veintiséis (Dua Puluh Enam)
9      3     0     
Romance
Sebuah angka dan guratan takdir mempertemukan Catur dan Allea. Meski dalam keadaan yang tidak terlalu baik, ternyata keduanya pernah memiliki ikrar janji yang sama sama dilupakan.
Letter hopes
15      8     0     
Romance
Karena satu-satunya hal yang bisa dilaukan Ana untuk tetap bertahan adalah dengan berharap, meskipun ia pun tak pernah tau hingga kapan harapan itu bisa menahannya untuk tetap dapat bertahan.
Army of Angels: The Dark Side
254      42     0     
Fantasy
Genre : Adventure, Romance, Fantasy, War, kingdom, action, magic. ~Sinopsis ~ Takdir. Sebuah kata yang menyiratkan sesuatu yang sudah ditentukan. Namun, apa yang sebenarnya kata ''Takdir'' itu inginkan denganku? Karir militer yang telah susah payah ku rajut sepotong demi sepotong hancur karena sebuah takdir bernama "kematian" Dikehidupan keduaku pun takdir kembali mempermai...