Fayza menaruh tasnya dan duduk di samping Faisal, teman sekelasnya sejak kelas satu SMA. Sekarang, mereka sudah memasuki masa terakhir di SMA nya. Faisal dan Fayza memang harus duduk semeja karena namanya yang berurutan.
Fayza mencoba mengajak Faisal berbicara. Namun Faisal terlalu dingin untuk di ajak berbicara.
"Faisal, kamu sudah mengerjakan PR?" Tanya Fayza.
Faisal hanya menggelengkan kepalanya. Faisal memang selalu dingin jika berhadapan dengan Fayza. Entah mengapa, ketika Fayza bicara, Faisal selalu mengalihkan pandangannya, enggan untuk berkomunikasi dengan Fayza.
Fayza menyukai sosok Faisal ketika duduk di bangku kelas satu SMA, kejadian sederhana yang membuat Fayza jatuh hati pada Faisal. Karena, saat itu Fayza tak sanggup lagi menahan sakit di kepalanya, Faisal dengan berani menggendong Fayza dan membawanya ke UKS.
Semenjak kejadian tersebut, ada rasa yang berbeda dalam diri Fayza. Yang semakin lama, Fayza semakin tak mengerti akan perasaannya sendiri.
Fayza sering membuatkan puisi untuk Faisal dan sengaja Fayza taruh di laci meja Faisal. Faisal memang tak pernah tahu siapa pengirim surat itu.
Terkadang, Faisal tidak membaca puisi-puisi dari Fayza, sengaja. Tapi Fayza tidak tahu apakah Faisal membacanya di rumah atau memang sengaja diabaikan.
Kali ini, Fayza menulis puisi lagi, karena sudah memasuki masa terakhir di SMAnya, Ia masih terlalu takut untuk memberikan satu huruf saja, ia hanya membuat puisi dengan nama pena "Renjana". Tapi kali ini, ia harus menyatakan perasaan yang sesungguhnya kepada Faisal sebelum terlambat. Karena hari ini adalah hari terakhir Fayza dan Faisal bersama-sama.
Wahai, jinggaku.
Kau lebih dari senja yang berwarna jingga
Karena kau adalah semestaku.
Semesta yang selalu menemaniku
Walau dari jauh aku selalu mendoakanmu, di setiap malamku.
Kau tahu, jingga?
Ada seorang yang rela menunggumu sampai kamu pun tak pernah tahu.
Bagaimana ia bisa merengkuhmu, sedangkan kamu bersembunyi di balik angkuhmu?
Kau tahu siapa?
Orang itu adalah aku.
Dari : Fayza Renaya.
Untuk : Faisal Angkasa Jingga
Tiba-tiba Sebuah pemandangan aneh terlihat dari tatapan mata Fayza.
Seorang perempuan yang ia kenal dengan sebutan Fani, teman satu angkatannya. Saat itu Fayza benar-benar tak menyangka ternyata terdengar dari pembicaraan mereka, bahwa mereka sudah bersama.
Satu kelas dibuat ramai karena Faisal saat itu sudah menjadi kekasih Fani. Fayza yang belum sempat menaruh puisi itu, akhirnya memutuskan untuk meninggalkan puisi itu di meja Faisal dan Fayza memutuskan untuk pulang dengan hati yang sedang patah.
Keesokan harinya, Saat Faisal memasuki kelas, Faisal mendapati surat yang ada di mejanya. Ia melihat sekeliling kelas sudah kosong, tidak ada siapapun. Ia ke sekolah karena ada hal yang harus di selesaikan masalah kelanjutannya di sekolah tinggi.
Faisal membuka suratnya, dan membacanya perlahan-lahan. Ia resapi kata demi kata yang sudah dirangkai oleh sang pencipta puisi tersebut.
"Jadi selama ini, kamu penulis puisi-puisi yang kamu taruh di mejaku?" Kata Faisal dengan perasaan sesal.
"Aku juga menyukaimu, Fayza. Tapi ternyata, aku yang terlambat menyadari bahwa kamu juga memiliki perasaan yang sama untukku."
Sekarang sudah terlambat, Fayza sudah pergi jauh untuk melanjutkan sekolahnya di luar negeri. Faisal sulit menghubunginya lagi.
Faisal hanya menyesali yang sudah terjadi, Fayza juga menyesali karena terlambat untuk mengungkapi.
Mereka, tak pernah memiliki.