KUTUKU, KUTUMU, KUTU KITA
Napas ini, sedetik pun tak kan pernah henti, menyebut dan memanggil nama Illahi dalam upaya menangkis serangan kutu yang mulai gencar meracuni penghuni bumi. Namun barisan kutu yang sudah menginvasi kepala setiap jiwa, memaksa semua orang untuk tak lagi percaya pada ajaran agama. Di bawah pengaruh kutu yang tak henti menebar virus, manusia jadi lebih percaya pada kisah sinetron daripada nukilan ayat suci. Karena ppengaruh kutu, manusia kehilangan jati diri.
Di otakku, kutu berkembang menjadi pemikiran liar untuk mendobrak segala aturan yang menurutku tak benar. Kutu-kutu itu menggerakkan setiap persendian agar senantiasa menjadi pribadi yang ingkar. Kawanan kutu itu menggariskan setiap jalan yang harus kulalui, seolah aku memang ditakdirkan hanya sebatas jadi orang pinggiran. Orang yang menjadi boneka bagi mereka yang menamai dirinya Penguasa.
Di otakmu, pasukan kutu menjadi ramuan candu yang membuatmu mabok pada kemewahan. Kutu telah menghapus memorimu tantang hakekat hidup yang semestinya tidaklah begitu. Demi ambisi yang meraja, kau tak lagi peduli pada penderitaan sesama. Bahkan menari di atas luka orang lain, bagimu menjadi hal yang biasa. Kutu telah membuatmu lupa, bahwa lebih baik makan lauk garam tetapi nyata, daripada makan nasi lauk ayam panggang tetapi hanya mimpi. Pasukan kutu itu benar-benar telah membutakanmu. Buta mata, buta hati, dan buta rasa. Heh! Sepertinya kutu yang bercokol dalam kepalamu lebih ganas dari kutu yang menggerogoti otakku. Ya untungnya karena tikaman para kutu, aku justru sudah lupa apakah dulu aku pernah punya otak atau tidak.
Begitu ganasnya serangan kutu-kutu itu, sekarang hidup kita tak lebih menyerupai seonggok batu. Kutu telah membuat kita lupa, bahwa ada campur tangan Yang Maha Kuasa di dalam setiap desah napas yang melewati lubang hidung kita yang penuh upil karena kita tak mampu lagi untuk sekedar membeli kapas. Jadi akui saja bahwa kutuku, kutumu, telah sepakat untuk menjadi kutu kita.
Karena pengaruh kutu yang terus meracuni isi kepala, kita jadi lebih mudah meragukan kekuatan tangan Sang Pencipta.
Kadang kita meminta pada Tuhan, setangkai mawar yang indah. Namun Tuhan memberi kita kaktus berduri. Kita meminta pada Tuhan seekor cendrawasih, tapi Tuhan memberi kita seekor ulat bulu. Lantas kita pun marah dan kecewa. Bahkan lantas kita menuding bahwa Tuhan tak lagi sayang pada kita. Atas pengaruh kutu, kita sedih dan tak mau terima atas keadaan itu. Otak dan pikiran kita dikendalikan para kutu untuk tidak lagi berdoa pada kesia-siaan seperti yang perna kita dapat.
Suatu saat ketika pasukan kutu tenggelam dalam pesona nisbi kaum wanita, kaktus berduri itupun berbunga sangat indah. Dan ulat berbulu itupun bermetamorfosis menjadi kepompong untuk kemudian menjelma jadi seekor kupu-kupu yang cantik. Kita pun terlena di balik rasa takut jika kutu-kutu itu terjaga dari pesona.
Seiring kepak sayap kupu-kupu yang mulai mencari madu pada bunga kaktus yang cantik, perlahan tapi pasti kita mulai menyadari bahwa jalan Tuhan akan selalu indah pada waktunya. Kita hanya dituntut untuk sedikit bersabar dan senantiasa berprasangka baik, karena Tuhan jauh lebih tahu dengan apa yang kita butuhkan.
Hanya saja kutuku, kutumu, dan kutu kita, tak rela memberi kesempatan agar kita bisa sedikit saja mencium aroma surge. Kutu kita ingin yang sebaliknya. Mereka hendak menjadikan kita sekutu tatkala nanti mereka berada di kerak neraka.
Lamat-lamat pernah kudengar perbincangan sepasang merpati tentang akan datangnya sebuah masa yang lebih lama dari berjalan masa yang sekarang ini.
Jangan bangga dengan rumah bagus dan besar karena rumah terakhir kita adalah kuburan.
Jangan bangga dengan baju bagus karena baju terakhir kita adalah kain kafan.
Jangan bangga dengan kendaraan yang bagus karena kendaraan terakhir kita adalah keranda.
Sedangkan kutuku, kutumu, dan kutu kita, tak akan pernah mengerti adanya kehidupan setelah kematian. Jadi waspadalah! Mari kita tekun bersujud sebelum jasad dimakan kutu tanah.
Ceritanya keren. ku udah like and komen. tolong mampir ke ceritaku juga ya judulnya 'KATAMU' ://tinlit.com/story_info/3644 jangan lupa like. makasih :)
Comment on chapter PRAKATAKUTU