Read More >>"> Satu Nama untuk Ayahku (14. Yasa) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Satu Nama untuk Ayahku
MENU
About Us  


Lelaki itu terbangun setelah merasakan dadanya sesak akibat mengalami mimpi buruk. Setiap bangun tidur selalu saja ada yang mendatanginya di alam mimpi. Entah harus seperti apa lagi agar hidupnya tenang.

Ia melangkah mendekati lemari pendingin dan mengambil minuman dingin lalu meneguknya hingga tersisa setengah. Pandangannya menerawang entah pada satu titik dengan pemikiran merambah bebas tanpa sadar.

"Yasa" ia menoleh begitu namanya disebut. Seorang wanita tua berjalan mendekat kearahnya.

"Mimpi buruk lagi?"

"Iya, Oma"

Wanita itu membelai surai hitam lelaki yang ia panggil Yasa penuh kasih sayang. Jika melihat kedua matanya siapa saja pasti menemukan kesedihan. Meski sudah lewat beberapa tahun lamanya namun luka itu masih tetap bersarang.

"Coba periksakan diri ke dokter, nak. Bagaimanapun Oma khawatir kalau kamu masih terus bermimpi buruk begitu"

Tapi Yasa tidak suka, ia memang sering mendengar nasihat dari Oma Kirana agar mau pergi ke psikiater dan berkonsultasi tentang mimpi buruk yang sering mendatanginya itu. Menurutnya hanya membuang waktu, Yasa bukan lagi anak kecil yang tidak bisa mengatasinya.

"Aku sudah terbiasa dengan itu, Oma"

"Kamu suka sekali menyangkal, Yasa. Ya sudah itu terserah padamu saja. Oma hanya menyarankan supaya kamu lebih bisa menikmati hidup. Lupakan saja masa lalu, nak"

Yasa hanya mengulum senyum simpul dan mengiyakan kalimat Oma lewat anggukan kepala. Sejujurnya didalam hatinya kini, kasus sang ayah adalah prioritas utamanya.

"Pergi dulu Oma"

"Yas---" ia menoleh kembali pada Oma sambil menaikkan alis menantikan lanjutan kalimatnya.

"Kamu akan ke rumah sakit lagi?"

"Iya, Oma. Satu-satunya saksi yang bisa aku bawa adalah polisi itu"

"Semoga berhasil nak"

"Terima kasih, Oma"

Dirinya juga berharap polisi itu segera membuka matanya setelah koma selama dua belas tahun lamanya.

 

 

 

 

 

***

 

 

 

 

 

 

"Kenapa kamu masih terus disini? Saya sudah muak melihat wajah kamu, pergi dari sini!" bentakan demi bentakan selalu Abi terima sejak tiga tahun terakhir. Hingga ia harus bersabar menunggu hanya untuk bisa membawa polisi itu dan menjadikannya saksi di persidangan nanti.

"Kamu benar-benar tidak punya muka ya, ayah kamu itu orang yang sudah bikin suami saya koma selama Ini. Kamu mau apalagi, hah?"

Abi hampir saja akan membiarkan air matanya lolos begitu kata ayah yang seorang pembunuh keluar dari mulut wanita dihadapannya kini. Semua orang pasti berpikir hal yang sama. Menganggap bahwa ayahnya adalah seorang penjahat ulung, yang sudah berani mengambil kehidupan orang lain. Tapi pada kenyataannya polisi itu tidak benar-benar meninggal. Seharusnya ayahnya tidak dihukum seperti itu, kalau saja. Pasti sekarang ayahnya masih bersamanya.

"Saya hanya perlu bicara dengan beliau saja"

"Hah! Bicara apa? Membujuknya lagi untuk menjadi saksi? Bagimana kalau suami saya tidak bangun?..." suara wanita itu semakin parau. Sempat berhenti karena terisak beberapa saat.

"Saya yakin beliau akan sadar, Bu. Saya minta maaf kalau memang selalu mengganggu, tapi ini penting bagi saya. Saya mohon.."

"Pergilah! Saya tidak mengerti lagi..."

Meskipun dengan nada angkuh Abi bersyukur karena diizinkan untuk masuk kedalam ruangan rawat polisi tersebut. Dia masih saja setia menutup mata tanpa lelah dan tanda-tanda akan terbangun. Abi terus berdoa setiap datang ke sana. Duduk di sebelah bangsal yang menjadi sandaran pria itu agar segera sadar, demi ayahnya, demi sang pelindung mata pedang.

Masih selalu diingat hari itu dimana Abi menangis kesetanan setelah mengetahui bahwa ayahnya dicap sebagai seorang pengedar narkoba dan percobaan pembunuhan lalu mendapat hukuman mati. Hari itu pagi-pagi sekali Abi meminta Kashaf mengantarnya ke lapas. Kemudian Abi sadar, hidupnya dimulai setelah hari itu. Kini ia akan berusaha menjadi pembela untuk ayahnya.

"Pak, saya Abi yang selalu mendatangi  Bapak disini. Semoga bapak masih ingat saya dan cerita soal ayah saya. Saya mohon bertahanlah karena Allah tidak akan melupakan Bapak. Saya yakin Bapak akan segera sadar"

"Ayah saya sudah tidak ada lagi didunia ini Pak. Dia rela mendapat hukuman untuk dosa yang tidak ia perbuat. Saya percaya seratus persen padanya karena dia bukan orang jahat. Saya---"

Bip.. Bip.. Bip..


Abi tersentak lalu menoleh ke alat pendeteksi jantung yang selama ini menjadi penopang hidup pria itu. Ia kalap dan langsung menekan tombol alarm untuk memanggil dokter.

Muncul sang istri dengan panik masuk dan menghampiri suaminya. Jantungnya berpacu cepat khawatir terjadi sesuatu yang tidak bisa ia bayangkan.

"Pergi kamu! Cepat pergi!"

"Tapi--" Abi tidak ingin pergi dari sana sebelum memastikan apakah suara alat itu adalah pertanda bahwa polisi itu akan sadar. Jadi ia tetap berdiri tegap meski perempuan itu terus berusaha mengusirnya.

"Ada apa ini?" seorang dokter datang dengan diikuti oleh beberapa perawat dan suster.

Abi melangkah seolah menjadi wali dari pria itu. "Saya melihat bibirnya hampir bergerak Dok, setelah itu EKG-nya berbunyi nyaring"

"Tenang, saya akan periksa sebentar. Suster---" seorang perempuan berpakaian putih mendekat kearah dokter saat merasa terpanggil.

"Iya Dok"

"Katakan pada keluarga pasien untuk menunggu diluar"

"Baik, Dok"

Abi menatap nanar perempuan yang saat ini tengah menunduk dalam dengan isakan yang terus keluar dari mulutnya. Abi pun begitu, sebenarnya hatinya ikut terluka. Bagaimana jika itu pertanda buruk? Apa Abi harus merelakan nama ayahnya akan selalu buruk dimata dunia?

Beberapa menit setelah menunggu akhirnya pintu ruang rawat terbuka. Abi menjadi yang paling cekatan mendekati sang dokter dan menanyakan kabar dari hasil pemeriksaannya.

"Beliau sadar. Atas kehendak Tuhan, akhirnya beliau sadar" pria berkulit putih itu mendekati istri dari pasiennya dan memberikan tepukan hangat di bahu sebelah kiri.

"Selamat Bu, pengorbanan Anda selama dua belas tahun terbayarkan. Silahkan temui suami Anda"

Perempuan itu lantas segera menemui suaminya meninggalkan sang dokter dan Abi yang tengah meneteskan air mata.

"Terima kasih banyak Dokter"

Dokter tersebut tersenyum menampilkan garis pada matanya yang sipit. Setelah kepergian para pahlawan kesehatan itu Abi melangkah gontai mencapai daun pintu untuk melihat sang polisi.

"Pak, ya Allah kenapa Bapak baru sadar sekarang. Tapi Ibu bersyukur akhirnya Bapak tidak pergi"

"I-ibu.. Dia siapa Bu?"

Saat pria itu menunjuk dirinya, Abi langsung menunjukkan senyum lebar. Setelah koma selama itu ternyata beliau masih mengingat semuanya. Abi langsung mendekat dan menyapa polisi itu ramah.

"Kenapa masih disini?" geurutu sang perempuan.

"Bapak ingat dengan nama Raden Kalingga? Orang yang menjadi pengawasan dalam tugas Bapak" ujar Abi.

Polisi itu nampak tengah berfikir keras sembari melayangkan tatapan pada wajah Abi yang sepertinya begitu familiar diingatan.

"Saya sedang mengangkat kembali kasus ini untuk mendapat keadilan ayah saya. Karena saya yakin anda tahu semua ini"

Pria itu masih diam saja, entah apa yang ada dalam pikirannya. Sebenarnya Abi gemas ingin membuatnya bicara, kenapa hanya diam saja.

"Sudah cukup! Suami saya sudah tidak ingat tentang ayah kamu! Pergi saja!"

Sepertinya Abi harus lebih bersabar. Demi ayahnya, apapun akan ia pertaruhkan. Jangankan sekedar waktu dan kesabaran. Abi bahkan rela bertukar tempat.

"Ini kartu nama saya, Pak. Tolong hubungi saya jika Bapak mengingat sesuatu tentang Raden Kalingga. Permisi, Assalammualaikum"

Abi pamit dari ruangan dan melangkah penuh beban dari sana. Harus berapa lama lagi dia menunggu?

"Raden..." suara polisi itu membuat Abi segera menoleh ke belakang dan membelalakkan mata menunggu kelanjutan kalimat yang akan diutarakan pria itu.

"Dia dimana?"

Abi langsung mendekat dan menceritakan semua kejadian yang menimpa ayahnya hingga mendapatkan hukuman mati. Polisi itu mengangguk paham disela-sela kalimat yang Abi ucapkan. Sepertinya ia mengingat dengan jelas semuanya. Bahkan sang perempuan yang sejak kedatangan Abi selalu membentak kini dengan khusyu mendengarkan cerita yang Abi bawa.

"Saya berharap Bapak mau bersaksi untuk ayah saya"

Polisi itu dan istrinya saling pandang. Kemudian perempuan itu mengangguk dan polisi itu menoleh menatap Abi. Sangat lekat sampai akhirnya mengangguk.

"Kapan persidangannya dimulai, Nak ?"

 

 

 

 

 

***

 

 

 

 

 

 

Abi mendudukkan dirinya di kursi sebelah Kashaf yang tengah membaca koran dengan hembusan napas lelahnya. Satu masalah tentang persaksian sepertinya cukup. Tapi, entah kenapa Abi masih ragu bisa memenangkan kasus ini.

Kashaf menoleh dan terkejut melihat Abi duduk tanpa reaksi lain, hanya diam dan bernapas. Pria itu terkekeh dengan melipat korannya dan meletakkan di atas meja.

"Ada yang sedang dipikirkan?"

Abi menoleh dan mengedikkan bahunya tidak tahu. "Aku tidak yakin bisa memenangkan ini, Om"

"Om rasa kamu pasti menang untuk kasus percobaan pembunuhan, Abi. Tapi bagaimana dengan pengedaran narkoba? Kamu tidak menemukan saksi lain yang kuat?"

Ah, kenapa Abi tidak kepikiran soal itu. Saksi untuk kasus kedua milik ayahnya, pengedaran barang terlarang. Tapi ia tidak tahu soal itu.

"Bukankah ayahmu seorang kurir?" tanya Kashaf.

"Iya, Om"

"Bisa ceritakan pada Om?"

"Disitu mereka mengira ayah adalah bandar pengedar narkoba sejak dua tahun yang lalu---"

"Tapi bukankah kamu sama ayah kamu baru hidup disana selama dua bulan?"

Benar, bagaimana mungkin kasus ini mulus tanpa celah. Demi Tuhan, apa saja yang sudah menggelapkan mata para pemuka keadilan ini?

"Abi bawa saksi yang bersangkutan dengan kehidupan ayah Abi dari dua tahun sebelumnya"

"Keluarga ayah" tegas Abi teringat keluarga ayahnya.

Kashaf menepuk bahu Abi memberikan energi positif.

Setelah berbicara dengan Om Kashaf, Abi yakin pasti akan berhasil memenangkan kasus ayahnya ini. Tapi masalahnya, apakah keluarga Kalingga akan menerima dirinya?

Tangannya bergerak membuka laci disebelah tempat tidur dan menemukan surat terlipat disana. Abi masih sangat ingat pada benda itu. Yang entah apa isinya, belum sempat ia baca tapi sudah dirusak oleh ayahnya.

 

 

 

 

***

 

 

 

 

 

 

Pagi-pagi sekali Abi memutuskan untuk mengunjungi rumah keluarga ayahnya. Dengan bermodalkan ingatan tentang dua belas tahun lalu akhirnya ia berhasil berdiri di depan rumah mewah milik ayahnya dulu.

Keraguan muncul di permukaan dan membuat nyali Abi menciut. Tapi, jika ia terus mengalah pada rasa takut maka bagaimana dengan nasib ayahnya. Abi harus yakin dan penuh percaya diri.

Ia meminta izin masuk kedalam pada seorang satpam. Penjaga rumah disana sudah berbeda dengan yang dulu Abi pernah lihat. Setelah menjelaskan dengan detail pada satpam tersebut Abi diperbolehkan masuk. Ia menekan bel beberapa kali hingga pintu itu terbuka dan menampilkan seorang pelayan.

"Ada yang bisa dibantu?"

Abi menunjukkan kartu namanya sebagai seorang jaksa. "Saya ingin bertemu dengan nenek saya"

Pelayan itu nampak terkejut mendengar ucapan Abi. Tapi tetap mengizinkannya duduk menunggu sementara dirinya memanggil sang tuan rumah dari dalam kamar.

Abi melihat ke sekeliling rumah dan terpaku ketika melihat sebuah foto besar yang menampilkan perempuan tua dengan tanggal yang tertera di bawahnya. Tanggal yang sama seperti hari kematian ayahnya.

Mungkinkah?

"Siapa kamu?"

Abi terlonjak kemudian menoleh dan melihat seorang wanita mendekatinya. Keduanya kembali duduk saling berpandangan. Kemudian datang pelayan tadi meletakkan dua minuman di meja.

"Saya Abiyasa, putra Raden Kalingga"

Jauh diluar dugaan perempuan itu malah langsung menangis. Ia bahkan sudah meringsek maju hingga duduk bersebelahan dengan Abi, dengan keponakannya sendiri.

"Jadi itu kamu?" tanyanya sembari mengusap kedua pipi yang langsung basah akibat menangis.

"Tante tahu soal a-ayah?"

"Seorang pria yang di eksekusi mati? Apa benar seperti itu?"

Abi menggeleng kuat. "Nggak. Itu semua salah, Tante. Ayah bukan orang seperti itu. Aku datang kesini untuk meminta Tante dan Nenek agar mau menjadi saksi untuk kasus ayah nanti"

"Ibu.. Sudah meninggal. Setelah mendengar hari itu putranya di eksekusi penyakit jantung ibu kambuh"

Jadi di foto yang barusan Abi lihat itu benar. Itu foto kepergian neneknya. Lelaki itu sungguh merasa menyesal tidak pernah menemui beliau. Andai saja ia bisa membujuk ayahnya untuk sesekali mengunjungi neneknya semua ini pasti masih belum terlambat.

Melihat Abi menunduk dalam dan menangis pelan, Safira membelai suara hitam keponakannya.


"Nenek sayang sama kamu. Dia sebenarnya sangat ingin memiliki cucu laki-laki dari Raden. Nenek terlambat menyadari itu semua, namun beliau sudah memaafkan kamu dan ayahmu"

"Benarkah, Tante?"

Safira mengangguk sambil tersenyum. Kesedihan yang semula terpampang jelas di wajah Abi kini sirna dengan sendirinya.

"Jadi, Tante mau kan bersaksi untuk kasus ayah?"

"Apapun untuk adikku, Raden"

Abi tersenyum bahagia. Ia akan buktikan bahwa dirinya berbeda dengan yang dulu. Abi akan berusaha memperjuangkan nama baik ayahnya.

Demi penjaga dirinya, Abi akan terus berjuang dan membuktikan pada dunia bahwa ayahnya bukan seorang penjahat. Ayahnya adalah seorang pria berhati malaikat untuk Abi, untuk putranya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Mawar Putih
1207      627     3     
Short Story
Dia seseorang yang ku kenal. Yang membuatku mengerti arti cinta. Dia yang membuat detak jantung ini terus berdebar ketika bersama dia. Dia adalah pangeran masa kecil ku.
NADA DAN NYAWA
238      135     0     
Inspirational
Inspirasi dari 4 pemuda. Mereka berjuang mengejar sebuah impian. Mereka adalah Nathan, Rahman, Vanno dan Rafael. Mereka yang berbeda karakter, umur dan asal. Impian mempertemukan mereka dalam ikatan sebuah persahabatan. Mereka berusaha menundukkan dunia, karena mereka tak ingin tunduk terhadap dunia. Rintangan demi rintangan mereka akan hadapi. Menurut mereka menyerah hanya untuk orang-orang yan...
Stuck On You
5      5     0     
Romance
Romance-Teen Fiction Kisah seorang Gadis remaja bernama Adhara atau Yang biasa di panggil Dhara yang harus menerima sakitnya patah hati saat sang kekasih Alvian Memutuskan hubungannya yang sudah berjalan hampir 2 tahun dengan alasan yang sangat Konyol. Namun seiring berjalannya waktu,Adhara perlahan-lahan mulai menghapus nama Alvian dari hatinya walaupun itu susah karena Alvian sudah memb...
Konspirasi Asa
56      36     0     
Romance
"Ketika aku ingin mengubah dunia." Abaya Elaksi Lakhsya. Seorang gadis yang memiliki sorot mata tajam ini memiliki tujuan untuk mengubah dunia, yang diawali dengan mengubah orang terdekat. Ia selalu melakukan analisa terhadap orang-orang yang di ada sekitarnya. Mencoba untuk membuat peradaban baru dan menegakkan keadilan dengan sahabatnya, Minara Rajita. Tetapi, dalam mencapai amb...
Salju yang Memeluk Awan [PUBLISHING IN PROCESS]
331      173     0     
Romance
Cinta pertamaku bertepuk sebelah tangan. Di saat aku hampir menyerah, laki-laki itu datang ke dalam kehidupanku. Laki-laki itu memberikan warna di hari-hariku yang monokromatik. Warna merah, kuning, hijau, dan bahkan hitam. Ya, hitam. Karena ternyata laki-laki itu menyimpan rahasia yang kelam. Sebegitu kelamnya hingga merubah nasib banyak orang.
A Perfect Clues
225      118     0     
Mystery
Dalam petualangan mencari ibu kandung mereka, si kembar Chester-Cheryl menemukan sebuah rumah tua beserta sosok unik penghuninya. Dialah Christevan, yang menceritakan utuh kisah ini dari sudut pandangnya sendiri, kecuali part Prelude. Siapa sangka, berbagai kejutan tak terduga menyambut si kembar Cherlone, dan menunggu untuk diungkap Christevan. Termasuk keberadaan dan aksi pasangan kembar yang ...
Search My Couple
12      12     0     
Short Story
Gadis itu menangis dibawah karangan bunga dengan gaun putih panjangnya yang menjuntai ke tanah. Dimana pengantin lelakinya? Nyatanya pengantin lelakinya pergi ke pesta pernikahan orang lain sebagai pengantin. Aku akan pergi untuk kembali dan membuat hidupmu tidak akan tenang Daniel, ingat itu dalam benakmu---Siska Filyasa Handini.
Sejauh Matahari
12      12     0     
Fan Fiction
Kesedihannya seperti tak pernah berujung. Setelah ayahnya meninggal dunia, teman dekatnya yang tiba-tiba menjauh, dan keinginan untuk masuk universitas impiannya tak kunjung terwujud. Akankah Rima menemukan kebahagiaannya setelah melalui proses hidup yang tak mudah ini? Happy Reading! :)
The Soul Of White Glass
264      221     0     
Short Story
Jika aku sudah berjalan, maka aku ingin kembali ke tempat dimana aku sekarang. Bukan hancur tak sengaja
Alicia
40      28     0     
Romance
Alicia Fernita, gadis yang memiliki tiga kakak laki-laki yang sangat protektif terhadapnya. Gadis yang selalu menjadi pusat perhatian sekolahnya karena memiliki banyak kelebihan. Tanpa mereka semua ketahui, gadis itu sedang mencoba mengubur luka pada masa lalunya sedalam mungkin. Gadis itu masih hidup terbayang-bayang dengan masa lalunya. Luka yang berhasil dia kubur kini terbuka sempurna beg...