Read More >>"> LABIL (Plin-plan) (Bab Empat) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - LABIL (Plin-plan)
MENU
About Us  

Tak terasa jam pulang sekolahpun berbunyi. Semua murid langsung berhamburan dan berlomba-lomba untuk segera pergi keluar kelas. Kebiasaan siswa-siswi di sana memang seperti itu, paling semangat jikalau ada jam istirahat, apalagi jam pulang sekolah.
"Akhirnya pulang juga."
"Paling enak emang hari sabtu nih."
"Iya, belajar sebentar. Kadang gurunya suka kabur atau ngasih tugas doang."
"Emang guru matematika itu paling enak. Kerja cuma ngasih tugas doang, tapi dapet gaji sama aja."
"Heem. Enaknya tuh, tugas dia yang beri. Eh, jawabannya dia jawab sendiri di papan tulis. Alhasil, rapot kita nilainya bagus dalam matetika."
Ghinta mendengar percakapan mereka. Ingin rasanya Ghinta ikut berbincang, namun ia menunggu saat perbincangan yang tepat, dan inilah waktunya.
"Tapi aslinya kalian semua bego," celetuk Ghinta tiba-tiba yang nimbrung dalam percakapam mereka.
"Hahahaha ... Bener banget tuh! Guru gokil itu."
Keramaian kembali terjadi dan terus terjadi disetiap harinya. Memang begitulah kehidupan di sekolah. Ghinta masih duduk di bangku kelasnya, ia masih tetap mendengarkan musik yang tengah ia dengarkan sampai akhirnya tak ada murid lagi di dalam kelasnya, karena semuanya sudah pergi pulang.
Tak lama kemudian, seseorang datang ke kelasnya. Ia berpostur tinggi dan ramping, berkacamata dan juga lumayan ganteng. Tapi lumayan ya! Nggak ganteng-ganteng amatlah. Hihihi...
"Ge, sekarang kita rapat lagi. Lo tunggu di ruang OSIS, sedangkan gue mau beritahu OSIS yang lain. Takut semuanya pada pulang," ujarnya. Sebut saja namanya Deri. Deri pun pergi dari sana dan memberitahuan OSIS-OSIS yang lain. Padahal ia tahu, bahwa di sekolah ada fasilitas microfon dan juga speaker aktif yang dapat terdengar disetiap kelas, bahkan dapat terdengar oleh seluruh sekolah.
"Si Deri bodoh banget ya?" tanya Ghinta terheran-heran.
Karena Ghinta tidak ingin membuatnya berkeliling terlalu lama untuk mecari pengurus OSIS yang lain, maka Ghinta terpaksa datang ke kantor dan pergi menuju ruang informasi.
Di sana, ia langsung mengaktifkan speaker dan microfonnya. Ia pun mengecek sound sejenak.
"Cek, cek. Cek satu dua tiga, mie tiga dua satu."
"Ekhem ...." Seseorang berdehem di belakang Ghinta. Ia adalah pengurus atau penjaga di ruang informasi.
Ghinta menengok, lalu  tersenyum cengengesan padanya.
"Hehe, maaf, pak!" ucap Ghinta tersenyum. Orang itupun melanjutkan pekerjaannya. "Perhatian! Kepada seluruh pengurus OSIS diharapkan jangan dulu pulang, karena hari ini diadakan rapat di ruang OSIS. Sekali lagi, bagi seluruh pengurus OSIS, diharapkan jangan dulu pulang. Ingat! Jangan pulang. Atau kalian kena azab. Terimakasih!" kata Ghinta panjang lebar.
Ia sangat inngat betul dengan ancaman dari bu Dina di kelasnya hari kemarin-kemarin. Ia pun memberlakukannya untuk anggota OSIS. Karena ruang informasi dan ruang guru sangat berdekatan, juga speaker aktif yang terdengar sampai seluruh sekolah, bu Dina mendengar tentang ancaman itu. Ia tahu bahwa ancaman itu pernah ia ucapkan kepada salah satu muridnya, yaitu Ghinta.
"Anak ini!" gumam bu Dina heran.
Deri sedang berjalan di koridor sekolah, mendengar pengumuman itu dari speaker. Rupanya ia baru menyadari, bahwa seharusnya sedari tadi ia memberikan pengumuman lewat ruang informasi.
"Kok nggak kepikiran ya?" tanyanya sendiri. Ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri. Ia pun mengurungkan niatnya untuk memberitahu satu persatu anggota OSIS yang tersisa.
Pengurus di ruang informasipun terdiam dan melihat ke arah Ghinta dengan tatapan yang sangat aneh. Spontan Ghinta terpelonjak melihat tatapan itu, ia berjalan ragu-ragu sambil tersenyum kepadanya. Lalu ia berhasil keluar dari ruang informasi dan segera berlari ke ruang OSIS.
"Akhirnya bisa keluar dari ketegangan ini." Ghinta terengah-engah.
Tanpa disadari, tepat dihadapannya ada bu Dina yang sedang berdiri sambil melipatkan kedua tangannya di dada. Mungkin itu bisa disebut dengan ancaman ringan juga bagi Ghinta.
"Eh, bu. Apa kabar?" sapa Ghinta 
"Baik. Apa kamu sudah kena azab dari ibu?" tanya bu Dina.
"Ya Allah, bu. Orangtua saya juga nggak pernah bilang itu, masa ibu yang oranglain malah mendo'akannya. Mana mungkin terkabul dong, bu!"
"Kamu ini murid wanita paling nakal dan terempong."
"Bu, jangan ajak debar saya sekarang, karena saya akan ada rapat. Ini demi memperjuangakan sekolah kita, saya akan rapat dulu sebelum berjihad, bu. Kalau begitu, saya permisi. Do'akan saya agar saat jihad nanti masuk syurga, aamiin," ujar Ghinta. Lalu ia pergi meninggalkan bu Dina di sana. Bu Dina sampai geleng-geleng kepala melihat tingkah laku Ghinta seperti itu.
Kemudian, ia berjalan dengan santai menuju ruang OSIS. Setelah sampai di sana, semua anggota OSIS berkumpul dan di sana pula terdapat guru kesiswaan dan pembina juga untuk melihat rapat mereka.
"Jadi, sebentar lagi kita menuju acara pensi di sekolah. Kita harus benar-benar menyiapkan segalanya. Karena pensi ini merupakan ajang yang ditunggu-tunggu para siswa-siswi di sini untuk mengekspresikan diri. Rasanya belum lengkap kalau belum unjuk gigi lewat pensi. Nggak jarang juga pensi ini menampilkan karya yang menakjubkan, dengan tema khusus dan spektakuler," jelas Deri, sebagai Ketua OSIS.
"Apa kita akan mengadakan kreatifitas para murid di sekolah ini? Untuk menunjukkan bakat-bakat mereka?" tanya Ghinta.
Semua orang terheran-heran dengan pertanyaan dari Ghinta yang seperti itu. Karena sebelum Ghinta bertanya, Deri telah menjelaskan apa yang akan mereka rencanakan.
"Ge, tadi udah gue jelasin barusan."
"Tadi atau barusan?"
"Barusan. Sebelum lo nanya," jawab Deri.
"Benarkah?" tanya Ghinta secara perlahan seraya berpikir, mengingat-ingat tentang penjelasan dari Deri barusan.
"Hadeuh!" Deri menepuk keningnya. Lalu ia kembali menjelaskan tentang konsep pensi tersebut.
Beberapa saat kemudian, akhirnya rapat telah usai. Semua anggota OSIS mulai berhamburan untuk pulang, seperti biasanya Ghinta berjalan kaki untuk menuju ke rumahnya. Memang ia tidak pernah diberi kendaraan oleh kedua orangtuanya, bahkan Ghinta lebih menyukai jalan kaki ketimbang menaiki kendaraan.
Lalu ditengah-tengah perjalanan, terdengar suara klakson motor dari arah belakangnya. Namun Ghinta tak menoleh dan terus melanjutkan jalannya. Sampai kendaraan itu sampai melewatinya dan berhenti tepat di depannya. Sontak Ghinta terkejut dan menatap wajah seseorang yang mengendarai motor tersebut.
"Hai, neng! Kenalan dong!" kata pria itu.
"Sialan! Gue kira siapa," ujar Ghinta. Ternyata eh ternyata, itu adalah Adit.
"Ayo pulang bareng!" ajaknya.
"Tunggu! Kok Adit bisa barengan ya, pulangnya sama gue? Apa jangan-jangan dia emang sengaja nungguin gue?" pikirnya dalam batin.
"Ayo cepetan! Jangan banyak mikir."
"Kok lo bisa tahu gue pulang jam segini? Apa jangan-jangan hati kita saling mengkode?" goda Ghinta.
"Ok, nggak jadi. Selamat tinggal!" sahut Adit. Adit memang kurang suka ketika Ghinta selalu menghodanya, karena ia selalu merasa geli saat mendengarnya.
"Jiiiaah... Emang dasar lo! Kalau nggak niat, nggak usah ngajak," sindir Ghinta.
"Yaudah, naik nggak nih?" tawar Adit.
"Gue naik." Ghinta langsung menaiki motor Adit, dan Adit pun mengantarkan Ghinta sampai ke rumahnya dengan selamat.
*****

How do you feel about this chapter?

2 3 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • ShiYiCha

    Lucu n seru bangett prolognya🤣. Bikin semangat bacanyaa OMG.

    Comment on chapter PROLOG
  • GNR

    👍👍👍

    Comment on chapter Bab Enam
  • Bulan_Lani

    Semoga merasa terhibur ya! 😊

    Comment on chapter PROLOG
Similar Tags
ABLASI
49      14     0     
Romance
Biarkan kita menjadi asing, hingga akhirnya berpaling dari segala yang dikatakan saling; saling merindu, saling membutuhkan, dan saling menyayangi. Bdg, 25/12/2018
Melepaskan
2      2     0     
Romance
Ajarkan aku membenci tawamu, melupakan candamu. Sebab kala aku merindu, aku tak bisa lagi melihatmu..
Shut Up, I'm a Princess
8      4     0     
Romance
Sesuai namanya, Putri hidup seperti seorang Putri. Sempurna adalah kata yang tepat untuk menggambarkan kehidupan Putri. Hidup bergelimang harta, pacar ganteng luar biasa, dan hangout bareng teman sosialita. Sayangnya Putri tidak punya perangai yang baik. Seseorang harus mengajarinya tata krama dan bagaimana cara untuk tidak menyakiti orang lain. Hanya ada satu orang yang bisa melakukannya...
That Snow Angel
31      2     0     
Romance
Ashelyn Kay Reshton gadis yang memiliki kehidupan yang hebat. Dia memiliki segalanya, sampai semua itu diambil darinya, tepat di depan matanya. Itulah yang dia pikirkan. Banyak yang mencoba membantunya, tetapi apa gunanya jika dia sendiri tidak ingin dibantu. Sampai akhirnya dia bertemu dengannya lagi... Tapi bagaimana jika alasan dia kehilangan semuanya itu karena dia?
Should I Go(?)
47      13     0     
Fan Fiction
Kim Hyuna dan Bang Chan. Saling mencintai namun sulit untuk saling memiliki. Setiap ada kesempatan pasti ada pengganggu. Sampai akhirnya Chan terjebak di masa lalunya yang datang lagi ke kehidupannya dan membuat hubungan Chan dan Hyuna renggang. Apakah Hyuna harus merelakan Chan dengan masa lalunya? Apakah Kim Hyuna harus meninggalkan Chan? Atau justru Chan yang akan meninggalkan Hyuna dan k...
Belum Tuntas
28      7     0     
Romance
Tidak selamanya seorang Penyair nyaman dengan profesinya. Ada saatnya Ia beranikan diri untuk keluar dari sesuatu yang telah melekat dalam dirinya sendiri demi seorang wanita yang dicintai. Tidak selamanya seorang Penyair pintar bersembunyi di balik kata-kata bijaknya, manisnya bahkan kata-kata yang membuat oranglain terpesona. Ada saatnya kata-kata tersebut menjadi kata kosong yang hilang arti. ...
Cadence's Arcana
51      15     0     
Inspirational
Cadence, seorang empath, tidak suka berhubungan dengan orang lain. Ketika dia kalah taruhan dari kakaknya, dia harus membantu Aria, cewek nomor satu paling dihindari di sekolah, menjalankan biro jasa konseling. Segalanya datar-datar saja seperti harapan Cadence, sampai suatu saat sebuah permintaan klien membawanya mengunjungi kenangan masa kecil yang telah dikuburnya dalam-dalam, memaksanya un...
KAMUFLASE KAMERA DAN CINTA
4      4     0     
Short Story
lelaki bertubuh besar berjaket hitam menunjukan senyum simpul yang khas .senyum yang membuat jantungku berdegup tak beraturan, dan senyum yang selalu mengingatkanku pada perpisahan di bulan Januari. Konflik antara Mas Pras dan Om Tegar tak kunjung usai ,Kamera lah yang membawa aku dan dia pada satu titik dan kameralah yang membuat kita....
Tell Me What to do
3      3     0     
Short Story
Kamu tau, apa yang harus aku lakukan untuk mencintaimu? Jika sejak awal kita memulai kisah ini, hatiku berada di tempat lain?
Jalan Yang Kau Pilih
15      6     0     
Romance
Berkisah tentang seorang ayah tunggal yang mengurus anaknya seorang diri. Ayah yang sebelumnya seorang militer kini beralih profesi menjadi seorang pemilik kafe. Dia bertemu dengan wanita yang adalah wali kelas anaknya. Terlebih lagi, mereka adalah tetangga dan anaknya menyukai wali kelasnya itu.