Read More >>"> The Black Hummingbird [PUBLISHING IN PROCESS] (Masalah Jaxon Kim) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Black Hummingbird [PUBLISHING IN PROCESS]
MENU
About Us  

Dengan langkah terseok-seok ia membuka sepatunya sebelum melangkah masuk ke dalam rumah yang terbuat dari kayu. 

“Jaejin! Dari mana saja kamu baru pulang jam segini?” suara seorang pria berusia empat puluh tahunan terdengar dari ruang makan. Rupanya Papa Jaxon tidak butuh melihat Jaxon untuk mengetahui bahwa anak semata wayangnya tersebut sudah pulang. Hanya Papa dan Mama Jaxon yang memanggilnya dengan nama asli Jaxon, Jaejin Kim.

“Maafkan saya, Abeoji, Eomeoni.” Jaxon berjalan dengan postur yang dipaksa tenang ke ruang makan kemudian membungkuk kepada kedua orang tuanya sebelum mengambil posisi duduk di sebelah kanan Papanya. 

“Abeoji nggak bisa terima keteledoran kamu terus menerus, Jaejin. Kalau kelakuanmu seperti ini kamu tidak akan bisa meneruskan posisi Abeoji. Tidak tahukah berapa lama Abeoji sudah mempersiapkan kamu?” tegur Papa Jaxon.

Jaxon menundukkan kepalanya untuk menunjukkan bahwa ia benar-benar menyesal. 

“Saya benar-benar menyesal, Abeoji. Ini tidak akan terulang lagi,” kata Jaxon.

“Jangan kecewekan Abeoji,” jawab Papanya.

“Makan sup-nya, Jaejin-ah,” kata Mamanya dengan lembut.

Jaxon mengangguk dan menyesap sup daging sapi buatan Mamanya. Beberapa bawahan kelas atas yang duduk di sekeliling meja menatap Jaxon dengan berbagai perasaan. Sebagian menyupportnya, sebagian menyangsikan kemampuan Jaxon memimpin klan mafia Kim dan sebagian siap menerkam, mengambil posisi Jaxon jika sang ketua memutuskan ia tidak pantas memimpin klan mereka. Jaxon tidak bergeming. Ia sudah terbiasa dengan tatapan seperti itu. Suasana makan malam keluarganya memang selalu formal, panas dan tidak ada pembicaraan selain masalah-masalah formal membosankan. 

“Terima kasih untuk makanannya,” kata Jaxon setelah ia menghabiskan nasinya secepat mungkin.

“Jaejin, kamu nggak makan sayurnya sama sekali,” protes Mamanya.

“Aku sudah kenyang, Ma. Terima kasih makanannya. Permisi,” Jaxon membungkukkan badannya sekali dan berjalan dengan tubuh tegap dan dagu terangkat keluar dari ruangan itu. 

Ia menghembuskan napas lega setelah pintu geser ia tutup kembali. 

“Cih, siapa juga yang ingin jadi pemimpin mafia kayak gini?” bisik Jaxon kepada dirinya sendiri dengan senyum kecut tersungging di bibirnya. 

Ia berjalan menyusuri lorong-lorong yang terbuat dari kayu sebagaimana rumah tradisional Korea pada umumnya dan berhenti di depan kamar yang ukurannya hanya kalah besar dari kamar utama, kamar kedua orang tua Jaxon. Betapa terkejutnya Jaxon ketika isi pensi kayu yang biasa ia selipkan di antara pintu sekarang sudah tergeletak di lantai kayu, patah jadi dua.

“Ada orang yang masuk ke sini,” bisik Jaxon lagi. 

Jaxon menengok kanan dan kiri untuk memastikan bahwa tidak ada yang sedan mengamatinya. Dengan tangan kiri terkepal, siap bertarung jika ada musuh yang menyelinap dan bersembunyi di kamarnya, ia pun membuka pintu geser dengan sekali sentakan. Kamar itu kosong, sunyi senyap dan semua benda terlihat berada di posisinya masing-masing. Jaxon melangkah masuk, masih dengan kuda-kuda Taekwondo. Setelah ia yakin tidak ada orang lain yang bersembunyi di kamarnya, ia menutup pintu dan berjalan menuju matras tradisional korea miliknya yang tergulung rapi di dalam lemari. Ia menarik matras itu dan membukanya. Seperti dugaan Jaxon, memang ada sesuatu yang terselip di sana. Namun betapa ia tidak menyangka bahwa yang terselip itu adalah.. Surat berwarna hitam.

“Gue diteror??” tanya Jaxon, lebih kepada dirinya sendiri karena tidak ada seorang pun yang ada di kamar itu selain dirinya, setidaknya itulah yang Jaxon kira.

Dengan postur yang dipaksa tenang, ia merobek amplop yang berwarna hitam itu. Kertas yang dilipat dan berwarna hitam membuat tangan Jaxon sedikit gemetar walaupun ia paksa untuk tidak bergerak. Dengan hati-hati dibukanya lipatan kertas itu. Tentu saja di bagian kanan bawah kertas terdapat lubang dengan bentuk burung kolibri, seperti yang Jaxon duga.

‘Jangan kira posisi kamu sebagai penerus klan mafia bisa nyelametin kamu dari bahaya.’

Baru saja Jaxon selesai membaca surat itu ketika ia mendengar bunyi kaki menggesek lantai kayu. Bukan, suara itu bukan dari luar melainkan dari kamarnya sendiri. Surat itu jatuh melayang di udara perlahan hingga mendarat di lantai kayu. Sedangkan Jaxon sudah berbalik dan berputar-putar di tempat dengan kuda-kuda Taekwondo yang sudah ia pasang sejak telinganya mendengar suara gesekan itu. Dugaan Jaxon meleset, ternyata orang yang meletakkan surat itu di kamarnya masih ada di kamar itu, bersama dia. Rupanya orang itu ingin melihat wajah Jaxon ketika ia menemukan dan membaca surat itu. Siapa pun orang itu, ia berusaha melihat ketakutan di wajah Jaxon yang memang selalu terlihat tenang. Jaxon yang tidak pernah kehilangan ketenangan dan posturnya kini terlihat kalap.

“Siapa itu? Kegan?” seru Jaxon.

Namun orang yang ia tunggu tidak keluar dari tempat persembunyiannya. Jaxon ingin sekali memanggil anak buah Papanya dan menghajar orang yang telah menyelundup ke kamarnya tersebut. Namun egonya sebagai penerus tunggal klan mafia keluarga Kim menahannya. Ia maju perlahan, masih dengan tangan siap menangkis dan memukul. Disibikannya tirai yang menutup jendela. Orang yang ia cari tidak ada di sana. Ia bergerak lagi menuju lemari kayu dan menggeser pintu hingga terbuka sepenuhnya. Lagi-lagi kosong. 

Seluruh otot di tubuh Jaxon menegang. Keringat dingin mulai membasahi dahinya karena rasa takut dan frustasi. Ketegangannya membuat ia terlompat ketika pintu diketuk. Dengan posisi siap tempur, ia membuka pintu geser itu sekuat tenaga, hanya dengan sekali hentakan. Tangan kanannya mengayun ke depan, siap membogem wajah siapapun penguntit itu. Namun tinju itu berhenti sebelum mengenai wajah orang yang hendak ia lempar bogem mentah.

“Jaejin!” Suara seorang pria yang sangat dikenal Jaxon terdengar menggelegar.

“A..Ab..Abeoji..” Jaxon tergagap. Ia segera menurunkan tangannya kembali ke samping tubuhnya dan membungkukkan badannya berkali-kali.

“Kenapa kamu?” tanya Papanya. Anehnya ia tidak terdengar marah. Mungkin bahkan..Khawatir. Ataukah.. kecewa?

“Ng..Nggak ada apa-apa. Aku cuma lagi latihan Taekwondo.” Jaxon memaksakan sebuah cengiran konyol.

Menyadari Papanya tidak ikut tertawa sama sekali. Bahkan ujung bibir pun tidak terangkat satu centi, Jaxon berdeham.

“Hati-hati, jangan main hantam saja,” tegur Papanya.

“Tentu saja, Abeoji. Maafkan ketelodoranku,” kata Jaxon seraya membungkuk sekali lagi.

Papanya membalikkan tubuhnya dan Jaxon baru saja akan menghembuskan napas lega ketika Papanya tidak jadi melangkah maju. 

“Wajah kamu pucat pasi. Istirihat saja malam ini,” kata Papanya. Kemudian ia pun melangkah pergi. 

Jaxon tecengang mendengar perkataan Papanya. Selama ini belum pernah ada yang mengatakan bahwa wajah Jaxon terlihat pucat. Alih-alih pucat, tegang pun belum pernah ia tunjukkan kepada siapa pun, bahkan kedua orang tuanya. Ia selalu menjadi seorang anak laki-laki pewaris takhta yang bisa mengontrol emosi dan menerima perintah dengan taat. Kali ini ia gagal. Jaxon mengembuskan napasnya dan dengan perlahan menutup kembali pintu geser. Walaupun sebenarnya hatinya masih gundah dan takut, ia harus berada di kamar itu malam ini. Namun Jaxon tidak bisa memejamkan matanya semenit pun. Ia tetap duduk berlutut dalam posisi tegak, tegang, semalaman suntuk.

Di kediaman keraton Jawa, Rhea dan Kiran masing-masing tidak dapat memejamkan mata mereka masing-masing. Betapa mengherankan begitu banyak kejadian yang terjadi secara bertubi-tubi dan semuanya terjadi hanya dalam hitungan hari. Dua hari lebih tepatnya. Rhea membulak balikan tubuhnya dengan gelisah karena ia tidak bisa menyingkirkan bentuk burung kolibri dan surat berwarna hitam dari otaknya. Ia sudah mendengarkan lagu heavy metal sampai lagu soundtrack Winter Sonata yang mengiris-ngiris hati. Ia sudah berendam air hangat dengan garam mandi yang harusnya bisa membantu menenangkan hati. Ia bahkan sudah mencoba menghitung domba agar bisa tidur! Hasilnya? Nihil.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • TamagoTan

    @Kang_Isa Thank you so much! Salam kenal juga, Kak! Nanti aku mampir yah ke cerita Kakak!

    Comment on chapter Prolog
  • Kang_Isa

    Keren. Ceritanya mistis banget, ikutan merinding juga. Salam kenal, Kak. Jika berkenan, mampir juga di ceritaku, ya.
    Salam semangat selalu. :)

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
LEAD TO YOU
116      26     0     
Romance
Al Ghazali Devran adalah seorang pengusaha tampan yang tidak mengira hidupnya akan berubah setelah seorang gadis bernama Gadis Ayu Khumaira hadir dalam hidupnya. Alghaz berhasil membuat Gadis menjadi istrinya walau ia sendiri belum yakin kalau ia mencintai gadis itu. Perasaan ingin melindungi mendorongnya untuk menikahi Gadis.
ALIF
13      7     0     
Romance
Yang paling pertama menegakkan diri diatas ketidakadilan
Kesempatan
96      2     0     
Romance
Bagi Emilia, Alvaro adalah segalanya. Kekasih yang sangat memahaminya, yang ingin ia buat bahagia. Bagi Alvaro, Emilia adalah pasangan terbaiknya. Cewek itu hangat dan tak pernah menghakiminya. Lantas, bagaimana jika kehadiran orang baru dan berbagai peristiwa merenggangkan hubungan mereka? Masih adakah kesempatan bagi keduanya untuk tetap bersama?
Trainmate
28      12     0     
Romance
Di dalam sebuah kereta yang sedang melaju kencang, seorang gadis duduk termangu memandangi pemandangan di luar sana. Takut, gelisah, bahagia, bebas, semua perasaan yang membuncah dari dalam dirinya saling bercampur menjadi satu, mendorong seorang Zoella Adisty untuk menemukan tempat hidupnya yang baru, dimana ia tidak akan merasakan lagi apa itu perasaan sedih dan ditinggalkan. Di dalam kereta in...
It Takes Two to Tango
2      2     0     
Romance
Bertahun-tahun Dalmar sama sekali tidak pernah menginjakkan kaki di kota kelahirannya. Kini, ia hanya punya waktu dua minggu untuk bebas sejenak dari tanggung jawab-khas-lelaki-yang-beranjak-dewasa di Balikpapan, dan kenangan masa kecilnya mengatakan bahwa ia harus mencari anak perempuan penyuka binatang yang dulu menyelamatkan kucing kakeknya dari gilasan roda sepeda. Zura tidak merasa sese...
AKU BUKAN ORPHEUS [ DO ]
5      4     0     
Short Story
Seandainya aku adalah Orpheus pria yang mampu meluluhkan hati Hades dengan lantutan musik indahnya agar kekasihnya dihidupkan kembali.
AVATAR
31      18     0     
Romance
�Kau tahu mengapa aku memanggilmu Avatar? Karena kau memang seperti Avatar, yang tak ada saat dibutuhkan dan selalu datang di waktu yang salah. Waktu dimana aku hampir bisa melupakanmu�
Titik
4      4     0     
Romance
Ketika semua harapan hilang, ketika senyummu menjadi miliknya. Tak ada perpisahan yang lebih menyedihkan.
The World Between Us
29      9     0     
Romance
Raka Nuraga cowok nakal yang hidupnya terganggu dengan kedatangan Sabrina seseorang wanita yang jauh berbeda dengannya. Ibarat mereka hidup di dua dunia yang berbeda. "Tapi ka, dunia kita beda gue takut lo gak bisa beradaptasi sama dunia gue" "gue bakal usaha adaptasi!, berubah! biar bisa masuk kedunia lo." "Emang lo bisa ?" "Kan lo bilang gaada yang gabis...
About love
12      8     0     
Romance
Suatu waktu kalian akan mengerti apa itu cinta. Cinta bukan hanya sebuah kata, bukan sebuah ungkapan, bukan sebuah perasaan, logika, dan keinginan saja. Tapi kalian akan mengerti cinta itu sebuah perjuangan, sebuah komitmen, dan sebuah kepercayaan. Dengan cinta, kalian belajar bagaimana cinta itu adalah sebuah proses pendewasaan ketika dihadapkan dalam sebuah masalah. Dan disaat itu pulalah kali...