Read More >>"> Rasa yang tersapu harap (Pertemuan dengan Khadzam) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Rasa yang tersapu harap
MENU
About Us  

 

•••••

 

Jangan menilai seseorang dengan sebelah mata. Sebab untuk apa mempunyai dua mata jika melihat seseorang masih menggunakan salah satunya.

 

🍎🍎🍎🍎🍎


Pagi ini Andra berangkat sekolah seorang diri, lebih tepatnya diantar oleh supir. Darpa tidak bisa menjemputnya karena suatu sebab, menjadikan gadis itu yang harus memilih diantar supir atau naik angkutan umum. Andra tidak masalah jika harus naik angkutan umum, tapi pagi ini keadaan kota Jakarta cukup padat, membuatnya harus memilih diantar.

Sepanjang jalan, tubuhnya lemas. Bukan sakit, hanya kurang bersemangat. Bagian hidupnya seperti hilang entah kemana, mungkin ini berkaitan dengan Darpa. Bagaimana juga Andra selalu bersamanya, sehingga setiap kali tidak bersama Darpa, ia akan merasa menjadi seseorang yang baru.

Andra melempar pandangan ke luar jendela, di sana, ia melihat Khadzam yang sedang menepi di pinggir jalan. Cowok itu berdiri di depan motornya yang mogok, sambil menelepon temannya. Dalam benak, terlintas untuk menolong cowok itu dan mengajaknya berangkat bersama menuju sekolah. Karena sepuluh menit lagi gerbang akan ditutup dan jarak ke sekolah masih lumayan jauh. Tapi sekali lagi masalah itu terlintas, saat teman-temannya mengejeknya.

Andra mendengus, menjadi bimbang. Tentu saja, cowok itu tidak terlalu terlibat dalam permasalahannya dengan Jen dan Barel, tapi tetap saja. Darpa akan marah jika tahu ia meladeni mereka. Ah, rasanya Andra harus membuang egonya. Selayaknya manusia yang hidup bersosial, ia harus membantu Khadzam. Andra menepis rasa kesal jauh-jauh, dan menyuruh Pak Beno menepi tepat di samping motor Khadzam yang mogok.

"Sebentar, Pak." Ucap Andra pada Pak Beno, beliau hanya mengangguk dan tersenyum.

Andra turun dari mobil, menyapa Khadzam yang kaget melihatnya. Cowok itu mengernyit bingung ketika melihat Andra yang tiba-tiba muncul di hadapannya.

"Motor kamu kenapa?"

"Mogok." Balas Khadzam tanpa ekspresi. Cowok itu memang pelit dengan senyum, tidak pernah ia melihat cowok itu tersenyum. Entah di mana pun jika bertemu. Barang hanya senyum singkat.

"Mau bareng ke sekolah? Sebentar lagi bel, nanti kamu telat." Tawar Andra melihat Khadzam yang terdiam. Mungkin cowok itu bingung dengan sikap Andra yang tiba-tiba menjadi baik di depannya. Padahal, ia memang anak baik, kan?

"Gak usah," ketusnya. Dia kembali menelepon temannya.

Andra masih diam, memperhatikan pergerakan Khadzam. Ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, masih ada lima menit lagi sebelum gerbang ditutup. Beberapa detik kemudian, terdengar makian dari orang di hadapannya. Andra menatap Khadzam yang memaki seseorang diponselnya.

"Bego, bilang kalo gabisa. Jadi gue gak perlu nunggu lo. Buang waktu aja!"

Andra melihatnya, Khadzam memasukan ponselnya ke dalam saku, lalu beralih menatap Andra. Cowok itu kebingungan, mungkin berpikir kenapa masih ada ia di dekatnya.

"Lo ngapain masih di sini?" Tanya Khadzam tidak santai. Mungkin efek kekesalannya terhadap seseorang yang diteleponnya tadi.

"Nunggu kamu," sahut Andra. "Mau bareng gak?"

Khadzam menghela napasnya, "Kalo gue bareng, motor gue gimana?"

"Hem..." Gumam Andra memikirkan sesuatu. "Titip di warung itu aja, nanti pas pulang bisa kamu ambil. Dikit lagi bel, gerbang udah mau ditutup." Unjuk Andra pada warung yang sudah buka di pinggir jalan.

"Oke,"

Khadzam mendorong motornya ke warung itu, cowok itu menitipkan motornya pada pemilik warung. Andra lihat, sikapnya yang ramah dan jarang diperlihatkan kepada sembarang orang. Buktinya, saat ini, Andra melihat senyum Khadzam yang tidak pernah cowok itu tunjukkan. Dan senyum itu, ditunjukkan pada Ibu pemilik warung yang dimintai tolong olehnya.

"Ayo," ajak Andra saat Khadzam sudah berjalan kembali menghampirinya.

Andra masuk ke dalam mobil dan diikuti Khadzam. Pak Beno sedikit bingung melihat Andra mengajak seseorang yang tidak dikenalnya. Tapi Andra sudah memberitahu Pak Beno  jika cowok itu adalah teman satu sekolahnya. Pak Beno pun mengangguk dan kembali menjalankan mobil.

*****

 

Mobil berhenti tepat saat bel masuk berbunyi. Segera kuturun dari mobil dan diikuti Khadzam. Cowok itu mengucapkan terima kasih pada Pak Beno dan dibalas senyum olehnya. Aku berani bertaruh jika Khadzam benar bukan anak berandal. Dia adalah anak baik-baik yang berteman dengan anak berandal. Sayang sekali, kebaikan hatinya tertutup oleh image anak berandal.

 

Segera kulangkahkan kaki menuju kelas di lantai tiga. Melewati koridor kelas sepuluh yang mulai sedikit sepi. Untung saja aku tidak telat sehingga tidak terkena hukuman. Kulihat ke arah kanan, di sana ada Khadzam yang baru saja bergabung dengan Jensen dan Barel. Pandanganku sempat bertemu dengan mata milik Jensen sebelum akhirnya aku melangkahkan kaki menaiki tangga menuju kelas. Aku mengembuskan napas pelan, sepertinya hari ini cukup berbeda.

 

"Lo baru dateng?" Celetuk seseorang di sebelahku. Aku tersentak, sejak kapan di sebelahku ada seseorang? Aku saja tidak merasakan apa pun.

 

"Iya," balasku tersenyum. Masih menaiki anak tangga, pijakan demi pijakan.

 

"Tumben," sahut Akbar. "Eh, tadi gue liat lo sama anak IPS kelas 10 itu, lo deket sama dia?"

 

Aku terdiam, rupanya Akbar mengetahui kedatanganku tadi. Untungnya dia tidak tahu jika cowok yang dia maksud adalah Khadzam, salah satu kelompok orang yang menyebalkan, yang tidak pernah bisa akrab denganku.

 

"Enggak, tadi motor dia mogok, jadi aku ajak bareng." Balasku berhenti melangkah. "Kamu ngapain ke atas? Kelas kamu kan di bawah?"

 

"Oh, iya." Pekik Akbar seakan lupa. "Gue lupa, yaudah gue turun dulu. Bye,"

 

Akbar melambaikan tangannya sebelum akhirnya benar-benar turun ke lantai satu. Semuanya terlihat membingungkan. Aku semakin tidak mengerti dengan hari ini.

 

Saat sampai di koridor kelas dua belas, langsung saja kumasuk ke dalam kelas. Ternyata kelas sedang jam kosong, untung saja. Sehingga aku tidak perlu dihukum oleh guru sejarah yang berhalangan hadir.

 

Aku tersenyum memasuki kelas, berjalan ke arah Darpa yang sudah setia menunggu kedatanganku. Cowok itu sedang menelungkupkan kepalanya, tumben sekali. Aku terkekeh melihatnya, Darpa seperti cowok yang letih sehabis kerja keras.

 

Karena tidak ingin membangunkan Darpa, aku langsung duduk saja di sebelahnya. Tanpa sepatah kata, lalu mengambil novel yang kubawa dari rumah. Novel itu mengingatkanku tentang kedekatanku dengan Darpa, gadis lugu yang bersahabat dengan cowok sejak mereka kecil, kemana pun selalu bersama hingga akhirnya takdir membuat skenario seindah mungkin. Mereka hidup bahagia dalam kisahnya, meski pasti akan selalu ada kesedihan yang mendominasi, tapi itu sudah hal lumrah. Membaca buku di jam kosong cukup membantuku melupakan sejenak kejadian demi kejadian aneh yang terjadi hari ini.

 

Aku tersenyum lembut, membayangkan jika gadis yang berada dalam novel itu adalah aku. Pasti aku akan selalu bahagia, ah, senangnya. Tapi kujuga harus sadar diri, tidak semua bahagia itu datang dengan mudah. Bisa saja bahagia itu datang dari luka yang sering kita dapat. Kita tidak tahu kejutan apa yang akan kita dapat, bukan?

 

****

 

"Bego," umpat Khadzam.

 

Di kelas 10 IPS 2 Jensen dkk sedang berkumpul di meja paling belakang. Mereka sedang mengobrol riang. Seperti biasa, mereka tidak pernah peduli dengan apa pun yang terjadi.

 

"Lo ke sini naik apa, Zam?" Tanya Jensen penasaran.

 

"Nebeng," celetuk Khadzam, cowok itu masih sedikit kesal dengan Barel. Karena cowok itu tidak bisa menjemput Khadzam yang menunggunya di tepi jalan.

 

"Hahaha... Sorry, Bro. Tadi emang gue gak bisa jemput lo." Ceplos barel terkekeh, geli. "Bel masuk juga dikit lagi mau bunyi, yakali gue jemput lo. Yang ada nanti kita berdua malah telat. Kan gak lucu, lo telat bawa tas, gue telat karena jemput lo."

 

Jensen tertawa lalu menatap Khadzam yang mendengus sebal. "Terus, lo nebeng sama siapa?"

 

"Sama yang mau!" Ketus Khadzam.

 

"Udah, si. Kayak anak perawan aja lo pake ngambek segala. Lo juga udah di sekolah, ngapain juga pake ngambek." Celetuk Barel tertawa.

 

"Bego," umpat Jensen, tertawa.

 

Mereka terdiam, hening kembali menyambut. Kelas 10 IPS 2 sedang tidak ada guru karena guru yang mengajar berhalangan hadir. Sehingga banyak murid yang memilih tidur dan bolos ke kantin. Tapi Jensen dkk lebih memilih ngerumpi di pojok kelas, seperti anak gadis.

 

"Jen," panggil Lusi. Teman satu kelas Jensen dkk.

 

Jensen tidak menghiraukan panggilan Lusi karena menurutnya Lusi tidak begitu penting. Lagipula Lusi itu cuma masa lalu yang tidak seharusnya dia lihat lagi. Tapi semesta seperti mengejeknya, mereka dipertemukan kembali di satu sekolah yang sama. Sekelas pula.

 

"Bidadari lo tuh dateng," ceplos Barel tertawa.

 

"Najis," umpat Jensen. Lantas menghadirkan tawa dari kedua temannya. Mereka sudah mengetahui jika Lusi adalah mantan kekasih Jensen sewaktu SMP tapi gadis itu meninggalkannya dan memilih cowok lain. Mulai saat itulah Jensen mulai membenci Lusi, dan membenci perempuan yang memang kurang sreg dengannya.

 

"Jen, jangan kacangin gue." Cetus Lusi menggoyangkan lengan Jensen.

 

Jensen langsung menepis tangan Lusi, dan menatap gadis itu dengan senyum miring. "Gak usah ganggu gue, deh. Jijik gue liat lo!"

 

"Anjir!" Pekik Barel lalu tertawa. Khadzam hanya menyunggingkan senyum kecilnya.

 

"Lo kok jahat sama gue?!" Pekik Lusi tidak terima. Dia memandang Jensen penuh arti.

 

"Lo yang jahat, Lusi. Apa perlu gue kasih lo kaca supaya sadar diri?"

 

"Masalah yang dulu gak perlu diungkit, lah. Gak guna," sargah Lusi mendengus.

 

"Oke," sahut Jensen. "Berarti Lo juga gak perlu diungkit. Karena lo salah satu dari masalah yang dulu."

 

"Dih, Jen!" Teriak Lusi saat Jensen pergi meninggalkannya. Pergi keluar kelas seorang diri, Barel yang dari tadi menahan tawa tidak bisa lagi menahannya. Tawa lepas dari mulut seorang Barel. Dia sungguh terhibur dengan drama yang baru saja dia lihat.

 

Lusi mendengus sebelum akhirnya pergi meninggalkan Barel dan Khadzam. Dia berjalan dengan menghentakkan kakinya kesal, dengan bibir yang dimajukan lima centi. Lantas membuat tawa Barel semakin jadi, dia terpingkal memegangi perutnya yang sakit sehabis tertawa.

 

"Gak ngerti lagi gue, udah dulu dibuang sekarang malah dikejar. Cewek, aneh." Ceplos Barel dengan sisa tawanya.

 

"Emang, cewek selalu aneh." Sahut Khadzam.

 

🍭🍭🍭🍭🍭

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • nanasmuda

    Lucu banget Darpa sama Andra ini

    Comment on chapter Sahabat
Similar Tags
Enigma
123      77     0     
Romance
enigma noun a person or thing that is mysterious, puzzling, or difficult to understand. Athena egois, kasar dan tidak pernah berpikir sebelum berbicara. Baginya Elang itu soulmate-nya saat di kelas karena Athena menganggap semua siswi di kelasnya aneh. Tapi Elang menganggap Athena lebih dari sekedar teman bahkan saat Elang tahu teman baiknya suka pada Athena saat pertama kali melihat Athena ...
Sacrifice
103      55     0     
Romance
Natasya, "Kamu kehilangannya karena itu memang sudah waktunya kamu mendapatkan yang lebih darinya." Alesa, "Lalu, apakah kau akan mendapatkan yang lebih dariku saat kau kehilanganku?"
When I Met You
7      7     0     
Romance
Katanya, seorang penulis kualat dengan tokohnya ketika ia mengalami apa yang dituliskannya di dunia nyata. Dan kini kami bertemu. Aku dan "tokohku".
Jawaban
8      8     0     
Short Story
Andi yang digantung setelah pengakuan cintanya dihantui penasaran terhadap jawaban dari pengakuan itu, sampai akhirnya Chacha datang.
Golden Cage
18      8     0     
Romance
Kim Yoora, seorang gadis cantik yang merupakan anak bungsu dari pemilik restaurant terkenal di negeri ginseng Korea, baru saja lolos dari kematian yang mengancamnya. Entah keberuntungan atau justru kesialan yang menimpa Yoora setelah di selamatkan oleh seseorang yang menurutnya adalah Psycopath bermulut manis dengan nama Kafa Almi Xavier. Pria itu memang cocok untuk di panggil sebagai Psychopath...
Mendadak Pacar
135      60     0     
Romance
Rio adalah seorang pelajar yang jatuh cinta pada teman sekelasnya, Rena. Suatu hari, suatu peristiwa mengubah jalannya hari-hari Rio di tahun terakhirnya sebagai siswa SMA
Dimensi Kupu-kupu
241      89     0     
Romance
Katakanlah Raras adalah remaja yang tidak punya cita-cita, memangnya hal apa yang akan dia lakukan ke depan selain mengikuti alur kehidupan? Usaha? Sudah. Tapi hanya gagal yang dia dapat. Hingga Raras bertemu Arja, laki-laki perfeksionis yang selalu mengaitkan tujuan hidup Raras dengan kematian.
Melepaskan
5      5     0     
Romance
Ajarkan aku membenci tawamu, melupakan candamu. Sebab kala aku merindu, aku tak bisa lagi melihatmu..
Kejar Mika!
64      27     0     
Romance
Sudah bukan rahasia lagi kalau Pinky jatuh cinta setengah mati dengan Mikail Angelo, pemuda tampan paling populer di sekolahnya yang biasa dipanggil Mika. Jungkir balik dan jatuh bangun mengejar cintanya sedari SMP, yang ia dapat adalah penolakan. Lagi, lagi dan lagi. Pantang menyerah, Pinky berjuang keras demi bisa masuk SMA yang sama dengan pemuda itu. Dan ketika ia berhasil berada di ...
Meja Makan dan Piring Kaca
816      229     0     
Inspirational
Keluarga adalah mereka yang selalu ada untukmu di saat suka dan duka. Sedarah atau tidak sedarah, serupa atau tidak serupa. Keluarga pasti akan melebur di satu meja makan dalam kehangatan yang disebut kebersamaan.