Read More >>"> IKRAR (BAB 10: Sedu) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - IKRAR
MENU
About Us  

“Kupikir kamu di kampus hanya belajar mengenai jarum suntik, ternyata kamu juga mengurusi perceraian, ya?” sarkas Ibram tak suka kala mendengar adiknya punya rencana agar dirinya bisa bercerai dengan Moira.

Mata Nadin menyipit. “Kenapa? Kok Mas Ibram keliatan gak suka gitu?” tanyanya dengan nada tak terima. “Bukannya kalian gak saling cinta ‘kan? Mas Ibram hanya cinta ke Kak Dira.”

Ibram mendengus, kini ditatapnya mata sang adik dengan sorot bak elang yang siap memakan mangsanya. “Kalau pun aku harus bercerai dengan Moira, maka itu atas permintaannya,” pungkas Ibram sambil melengos pergi meninggalkan adiknya dengan mulut terbuka tak percaya.

Setidaknya biar aku tidak merasa bersalah, lanjut Ibram dalam hati.

***

Esoknya Moira sudah rapi bersiap untuk berangkat ke kampus dari rumah sakit, tetapi baru saja kakinya ingin melangkah tiba-tiba suara Bunda yang sedang berusaha mengeluarkan isi perutnya membuatnya khawatir dan menunda keberangkatannya.

Hari ini giliran Ibram yang absen untuk pergi bekerja, sebab tak tega membuat Moira berlama-lama tak masuk kuliah. Lagipula masih ada adiknya Nadin yang bisa membantu Bunda untuk ke kamar mandi. Sementara Abi, beliau selalu sibuk karena sedang banyak menangani kasus-kasus perceraian.

“Perut Bunda rasanya mual banget tapi enggak bisa ngeluarin apa-apa,” keluh Bunda seraya meringis membuat Moira kian khawatir.

“Nadin ke mana, sih? Moira ‘kan harus berangkat sekarang,” gerutu Ibram sambil membantu Moira memijat tengkuk Bunda.

“Gak apa, Mas,” jawab Moira. “Kelas Moira masih setengah jam lagi kok.”

“Maafin Bunda, ya?! Selalu ngerepotin kalian,” ucap Bunda merasa tak enak.

“Enggak apa, kok. Ini ‘kan sudah kewajiban kita sebagai anak,” jawab Moira seraya tersenyum dan Ibram pun mengamini dengan menganggukan kepalanya.

“Assalamu’alaikum.”

Ucapan salam seseorang itu sontak membuat Bunda, Moira, dan Ibram menoleh secara bersamaan. Mereka bertiga hampir memasang ekspresi wajah sama, yakni terkesiap. Akan tetapi Moira-lah yang lebih terkesiap sebab tak disangka wanita yang tak diinginkan kehadirannya itu menunjukkan batang hidungnya di sini sekarang.

“Wa’alaikumsalam,” jawab Ibram dan Bunda, sedang Moira menjawab pelan dalam hati.

Wanita itu tersenyum manis kala mendengar salamnya dijawab seraya melangkahkan kakinya untuk mendekat. Terlihat parcel buah menghiasi tangannya.  

Ia begitu anggun seperti biasanya. Dress selutut berwarna biru cerah yang ia kenakan kini sungguh pas dibadannya yang tinggi semampai juga ramping. Ditambah cardigan bercorak bunga yang menunjang penampilannya sehingga membuatnya kian mempesona.

Bibir merah jambu yang membingkai wajahnya itu ia gerakan untuk berkata, “Bagaimana keadaan Tante sekarang?”

Tangan Moira yang sedari tadi memijat Bunda kini turun perlahan. Lalu kakinya mundur selangkah memberi ruang kepada Anindira.

“Sudah mendingan,” jawab Bunda ramah. “Cuma tinggal mualnya saja.”

Anindira tampak mengangguk dengan senyum yang tak kunjung luntur. Moira yang melihat itu langsung melengos, merasa dirinya apabila dibandingkan dengan Anindira sungguh tidak ada apa-apanya. Patutlah Ibram tak bisa meninggalkannya.

Sementara Ibram hanya diam membisu di tempatnya.

“Ini Anindira bawakan buah untuk Tante,” ucap Anindira teringat akan bawaannya. “Diterima,” sodornya.

“Terima kasih,” ucap Bunda lalu memberikan parcel buah itu pada Moira.

“Boleh Anindira duduk?” Kali ini lebih kepada bertanya pada Moira, sebab kursi satu-satunya itu berada di samping Moira.

“Boleh,” jawab Moira datar lalu menyingkir dari sana. Kini langkah kakinya menuntunnya ke sofa yang berada di dekat pintu.

“Eh, ada Kak Dira!” pekik Nadin di ambang pintu.

Sempurnalah pagiku, desah Moira dalam hati.

“Nadin,” sahut Anindira sumringah.

“Duh, baiknya pagi-pagi gini jengukin mertua!” kata Nadin sambil melangkahkan kakinya masuk ke dalam melewati Moira dengan tatapan sinisnya.

Mata Ibram sempurna melotot. Sedang, Moira tampak biasa saja sebab hal ini sudah terprediksi olehnya.

Ibram ingin sekali rasanya membungkam sang adik dengan buah apel yang berada di parcel buah yang diberikan Anindira barusan.

Bunda berdehem. “Nadin,” peringatnya.

“Apa, sih?!” jawab Nadin tak suka. “Kan emang betul ya enggak, Kak?!” ucap Nadin sambil mengangkat dagunya meminta diamini oleh Anindira.

Anindira hanya tersenyum penuh arti. Ekor matanya melirik Moira yang tengah menunduk.

“Moira berangkat sekarang, assalamu’alaikum,” pamit Moira kemudian dengan gerakan terburu-buru. Sontak Ibram mengejarnya karena memang sudah berniat untuk mengantarnya.

Seketika senyum Anindira sirna dibuatnya.

***

“Lain kali jangan permalukan Moira seperti tadi,” ucap Ibram pada Anindira dan Nadin. “Paling tidak hargailah kehadirannya sedikit saja, walau kalian tidak suka.”

Kali ini mereka tengah makan siang di kantin rumah sakit, sedang Bunda tengah tidur siang.

“Dia saja tidak menghargai kehadiranku,” sahut Anindira tak terima.

“Maksudnya?” jawab Ibram seraya menyipitkan mata pada wanita yang berada di seberangnya.

“Kalau dia menghargai kehadiran Kak Dira, pasti dia gak bakal jadi pelakor!” Kali ini Nadin yang menimpali dengan sengit.

Nadin memang tidak suka. Ralat, amat tidak suka kepada Moira. Dirinya tidak menerima posisi Anindira digantikan oleh gadis itu.

Watch your mouth!” bentak Ibram. “Dia tidak tahu apa-apa soal hubunganku dengan Anindira.”

“Apa kamu bilang?” Anindira tak percaya atas apa yang Ibram katakana barusan. “Maksud kamu apa?!”

“Sebelum menikah aku tidak pernah menceritakan hubungan kita pada Moira. Lagipula selama sebulan bukannya kita sudah tidak komunikasi?!”

Anindira mendengus. “Aku baru mengerti sekarang,” gumamnya. “Ternyata selama sebulan itu kamu tidak menghubungiku karena mempersiapkan pernikahan dengan bocah itu?!”

“Dia bukan bocah. Dia gadis yang bersuami,” ucap Ibram datar mengingatkan Anindira.

Anindira membuka mulutnya tak percaya. “Kamu mencintainya?”

“Aku belum lama mengenalnya,” jawab Ibram cari aman. Sebab kalau pun ia jawab ‘iya’ rasanya tidak. Tetapi menjawab ‘tidak’ pun rasanya mengapa enggan?!

“Kamu masih mencintaku?” Kali ini Anindira bertanya dengan sendu. Matanya sayu, rasanya percaya dirinya sebagai wanita satu-satunya bagi Ibram akhir-akhir ini sedikit luntur.

“Tentu,” jawab Ibram tampak berpikir sejenak sebelumnya.

Entah mengapa hati Anindira tak lega mendengarnya. Mungkin saat ini Ibram masih mencintainya tetapi siapa yang tahu kedepannya? Sebab bagaimana pun Moira lebih unggul darinya soal status.

“Nadin tetep akan berusaha membuat kalian bersatu,” gumam Nadin.

“Sudahlah, jangan bahas tentang Moira,” pinta Ibram.

***

Moira tengah tersenyum melihat seorang petugas kebersihan di pinggir jalan yang sedang menyiram tumbuh-tumbuhan di sana. Senang rasanya jika jadi mereka, dirawat dan dicintai. Tak seperti dirinya.

Sedetik kemudian dia beristighfar. Mungkin belum saja ia merasakan, siapa tahu di masa yang akan datang ia bisa meraksakan dirawat dan dicintai. Bukankah segala sesuatu yang Allah takdirkan itu selalu baik untuk hamba-Nya? Ah, lagi-lagi dirinya lupa.

Hari ini kuliahnya hanya 6 SKS, maka tengah hari seperti ini sudah bisa pulang. Niat hati ingin sekali meminta jemput sang suami akan tetapi urung dilakukan sebab tak tega. Jadilah saat ini ia menggunakan ojek online seperti biasa.

Rumah sakit seperti rumah keduanya sekarang, yang dituju bukan lagi rumah. Semua perlengkapannya ikut dibawa ke rumah sakit oleh Ibram.

Moira lewat belakang untuk masuk ke dalam rumah sakit, sengaja sebab hendak membeli makan siang dahulu. Kantin Rumah Sakit memang terletak dekat dengan pintu belakang.

Langkah kakinya yang semangat kemudian tiba-tiba tersendat kala melihat wajah yang dihiasi tawa mengganggunya. Tawa itu begitu lepas dan renyah seperti tak ada beban sedikit pun yang menghalanginya. Ini kali pertama Moira melihat wajah dingin itu begitu bahagia.

Hati Moira teriris kala melihat siapa yang tengah tertawa bersamanya. Wanita itu, kekasihnya.

Benarkah dirinya begitu jahat? Menghancurkan kebahagiaan mereka tetapi seolah-olah dirinyalah di sini yang tersakiti?

Lihat, tegakah dirinya masuk ke dalam kebahagiaan mereka? Rasanya tidak pantas dirinya hadir di tengah-tengah tawa itu lalu menghadirkan duka.

Tetapi, hati Moira terus berteriak egois. Ibram miliknya, tak pantas orang lain membuat suaminya tampak berbahagia begitu.

Moira memegang dadanya sambil menarik tubuhnya untuk segera enyah dari tempat itu. Rasanya mengapa begitu sakit?

Oh, Allah. Apabila ini adalah cinta maka jangan buat aku binasa.

***

Angin malam berdesir menusuk tulang oleh rasa dinginnya. Ibram memeluk tubuhnya sendiri. Dirinya saat ini tengah menunggu Moira yang sedang shalat isya’ pada pukul 9 malam di masjid yang berada di area rumah sakit. Walau sebenarnya istrinya itu tidak minta untuk ditunggu. Tetapi sebagai pria membiarkan gadisnya malam-malam sendirian diluar tentu membuatnya khawatir. Segala prasangka buruk belum apa-apa sudah bermunculan dalam benaknya.

Tak lama yang ditunggu keluar. Moira sedikit membesarkan pupil matanya kala melihat Ibram yang sedang duduk ditangga tempat alas kaki tengah menunggunya. Tetapi kemudian ia bersikap biasa saja.

Moira mengenakan alas kakinya, lalu Ibram yang terduduk menggerakan tubuhnya untuk berdiri. Ia hampiri istrinya.

Ibram merasa ada yang mengganjal perasaannya sebab sepulang dari kampus Moira tampak tak banyak bicara. Ah, sudah pasti karena kejadian tadi pagi.

Terlihat Moira berjalan mendahului tanpa berucap sepatah katapun. Ibram makin yakin dengan dugaannya. Istrinya pasti marah soal tadi pagi.

Tak mau tertinggal, Ibram mempercepat langkahnya lalu diraihnya tangan Moira untuk digandeng. Gadisnya itu sedikit terkejut karena ulahnya. Mungkin saat ini Moira dan Ibram tampak seperti adik-kakak. Ibram yang jangkung sangat berbanding terbalik dengan Moira yang pendek. Belum lagi, usia mereka yang terpaut cukup jauh.

“Soal tadi pagi jangan dipikirkan, jangan marah, oke?!” ucap Ibram. Lalu ia merutuki perkataannya sendiri, kenapa juga dia harus repot-repot membuat Moira agar tidak marah?  

Moira menengadahkan kepalanya menatap Ibram. “Moira gak marah,” ucapnya seperti anak kecil yang sontak hati Ibram menjerit ingin mencubit pipinya gemas.

Moira tentu saja berbohong.

Ibram berdehem untuk menetralkan perasaannya. Perasaan sialan apa ini, rutuknya dalam hati. “Baguslah.” Hanya itu yang bisa keluar dari mulut Ibram.

“Mas Ibram,” panggil Moira yang kini tampak menatap lurus ke depan.

“Ya?”

“Mas Ibram lebih pilih ditinggalkan atau meninggalkan?”

Ibram menelan ludahnya. Otaknya berpikir kemana obrolan ini akan bermuara. “Kalau kamu gimana?” tanya Ibram membalikan.

“Ditinggalkan,” jawab Moira sambil tersenyum kecil.

“Kenapa?” tanya Ibram penasaran sambil menghentikan langkah kakinya.

Moira melepas genggaman tangan Ibram lalu menggerakan tubuhnya untuk berhadapan dengan Ibram. Kemudian kepalanya mendongak dan berkata, “Agar Moira tidak menyesal. Sebab Moira tidak mau merasakan penyesalan karena telah meninggalkan.”

Ibram tertegun mendengar penuturan Moira. Apa maksud dari pembicaraan Moira ini?

“Kalau Mas Ibram gimana?” tanya Moira penasaran.

“Meninggalkan,” ucap Ibram mantap.

“Alasannya?”

“Karena,” ucap Ibram menggantung sontak membuat Moira kian penasaran. “Setiap tindakan tak selalu berakhir penyesalan, malah rasa syukur yang didapat. Asal ‘kan itu sesuai dengan kata hati kita.”

Moira menatap mata Ibram dalam seperti tengah mencari sesuatu. “Apa Mas Ibram bersyukur kalau meninggalkan Moira?” tanya Moira tenang walau dalam hati tak demikian.

“Apa kamu bersyukur aku tinggalkan?”

***

Terima kasih sudah mampir dan meninggalkan jejak, jazakumullah khairan katsiran wa jazakumullah ahsanal jaza 😊

Jangan sungkan untuk memberi kritik dan saran ^^

24 Juni 2019,

Arney

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (5)
  • yurriansan

    @itsarney akunku yurriansan. klo kmu mau mampir dluan boleh, aku bksln lmbat feedbacknya. krena klo wattpad bsanya buka pke lptop, aku gk dnload aplikasinya. dan lptopku lg d service

    Comment on chapter BAB 1: Keputusasaan
  • itsarney

    @yurriansan akunku ini kak https://www.wattpad.com/user/itsarney
    ayo kak dengan senang hati ^_^

    Comment on chapter BAB 1: Keputusasaan
  • yurriansan

    @itsarney wattpad? Akunnya apa?
    Kbtulan critaku yg rahasia Toni aku publish d wattpad juga. Nnti bisa saling kunjung xD

    Comment on chapter BAB 1: Keputusasaan
  • itsarney

    @yurriansan Masya Allah Kak terima kasih sudah berkenan membaca cerita ini. Aamiin semoga Allah kabul, makasih doanya^_^
    Ah, ya. Cerita ini juga bisa dibaca di Wattpad^^

    Comment on chapter BAB 1: Keputusasaan
  • yurriansan

    Tulisanmu bagus ,πŸ˜„.
    Smoga ramai like ya

    Comment on chapter BAB 1: Keputusasaan
Similar Tags
Venus & Mars
230      125     0     
Romance
Siapa yang tidak ingin menjumpai keagunan kuil Parthenon dan meneliti satu persatu koleksi di museum arkeolog nasional, Athena? Siapa yang tidak ingin menikmati sunset indah di Little Venice atau melihat ceremony pergantian Guard Evzones di Syntagma Square? Ada banyak cerita dibalik jejak kaki di jalanan kota Athena, ada banyak kisah yang harus di temukan dari balik puing-puing reruntuhan ...
Temu Yang Di Tunggu (up)
425      241     0     
Romance
Yang satu Meragu dan yang lainnya Membutuhkan Waktu. Seolah belum ada kata Temu dalam kamus kedua insan yang semesta satukan itu. Membangun keluarga sejak dini bukan pilihan mereka, melainkan kewajiban karena rasa takut kepada sang pencipta. Mereka mulai membangun sebuah hubungan, berusaha agar dapat di anggap rumah oleh satu sama lain. Walaupun mereka tahu, jika rumah yang mereka bangun i...
HER
10      10     0     
Short Story
Temanku yang bernama Kirane sering memintaku untuk menemaninya tidur di apartemennya. Trish juga sudah biasa membuka bajunya sampai telanjang ketika dihadapanku, dan Nel tak jarang memelukku karena hal-hal kecil. Itu semua terjadi karena mereka sudah melabeliku dengan julukan 'lelaki gay'. Sungguh, itu tidak masalah. Karena pekerjaanku memang menjadi banci. Dan peran itu sudah mendarah da...
DarkLove 2
34      25     0     
Romance
DarkLove 2 adalah lanjutan dari kisah cinta yang belum usai antara Clara Pamela, Rain Wijaya, dan Jaenn Wijaya. Kisah cinta yang semakin rumit, membuat para pembaca DarkLove 1 tidak sabar untuk menunggu kedatangan Novel DarkLove 2. Jika dalam DarkLove 1 Clara menjadi milik Rain, apakah pada DarkLove 2 akan tetap sama? atau akan berubah? Simak kelanjutannya disini!!!
Dibawah Langit Senja
35      23     0     
Romance
Senja memang seenaknya pergi meninggalkan langit. Tapi kadang senja lupa, bahwa masih ada malam dengan bintang dan bulannya yang bisa memberi ketenangan dan keindahan pada langit. Begitu pula kau, yang seenaknya pergi seolah bisa merubah segalanya, padahal masih ada orang lain yang bisa melakukannya lebih darimu. Hari ini, kisahku akan dimulai.
Letter hopes
40      31     0     
Romance
Karena satu-satunya hal yang bisa dilaukan Ana untuk tetap bertahan adalah dengan berharap, meskipun ia pun tak pernah tau hingga kapan harapan itu bisa menahannya untuk tetap dapat bertahan.
Crystal Dimension
8      8     0     
Short Story
Aku pertama bertemu dengannya saat salju datang. Aku berpisah dengannya sebelum salju pergi. Wajahnya samar saat aku mencoba mengingatnya. Namun tatapannya berbeda dengan manusia biasa pada umumnya. Mungkinkah ia malaikat surga? Atau mungkin sebaliknya? Alam semesta, pertemukan lagi aku dengannya. Maka akan aku berikan hal yang paling berharga untuk menahannya disini.
IDENTITAS
8      8     0     
Short Story
Sosoknya sangat kuat, positif dan merupakan tipeku. Tapi, aku tak bisa membiarkannya masuk dan mengambilku. Aku masih tidak rela menjangkaunya dan membiarkan dirinya mengendalikanku.
Loading 98%
10      10     0     
Romance
My Andrean
149      85     0     
Romance
Andita si perempuan jutek harus berpacaran dengan Andrean, si lelaki dingin yang cuek. Mereka berdua terjebak dalam cinta yang bermula karena persahabatan. Sifat mereka berdua yang unik mengantarkan pada jalan percintaan yang tidak mudah. Banyak sekali rintangan dalam perjalanan cinta keduanya, hingga Andita harus dihadapkan oleh permasalahan antara memilih untuk putus atau tidak. Bagaimana kisah...