Read More >>"> RANIA (Bertemu) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - RANIA
MENU
About Us  

Naren keluar dari ruang dosen dengan tampang kusut. Saat beberapa rekan seperjuangannya menyapa, Naren hanya membalas dengan senyum tipis lalu berpamitan pergi. Biasanya ia beramah-tamah sebentar, tapi kali ini Naren terlalu lelah untuk bergabung dengan teman-temannya. Mungkin efek bergadang semalam mengerjakan revisi.

Sialnya, revisi yang dikerjakannya masih saja kurang menurut dosen pembimbing. Teori pendukung masih kurang kuat dan ruang lingkup permasalahan terlalu luas. Dosen pembimbingnya meminta Naren untuk menperbaikinya lagi.

Naren melangkahkan kaki menuju kantin kampus. Tenggorokannya kering dan ia butuh air. Sesampai di kantin Naren langsung menuju lemari pendingin dan mengambil sebotol air mineral. Setelah membayar, Naren keluar dari sana dan berjalan menuju parkiran. Ia mau pulang. Sebagai mahasiswa tingkat akhir, pria itu ke kampus hanya untuk bimbingan.

"Naren!"

Panggilan itu membuat Naren berhenti melangkah dan memutar tubuhnya. Tak jauh darinya, Naren melihat seorang gadis berlari kecil ke arahnya. Rambut gadis itu yang dikucir bergoyang-goyang. Seana, nama wanita itu. Teman satu angkatannya.

"Mau pulang?" tanya Seana saat berdiri di hadapan Naren, yang kemudian dijawab dengan anggukan oleh pria tersebut.

"Sudah acc?"

"Belum. Masih banyak coretan."

"Bu Sari memang perfeksonis. Dia tidak akan meng-acc proposal anak bimbingannya sebelum sempurna. Dika sampai detik ini juga belum disetujui Bu Sari buat seminar. Padahal sudah hampir tiga bulan bimbingan."

Bu Sari adalah dosen pembimbing yang baru saja Naren temui. Sementara Dika adalah teman seangkatan mereka juga.

Jujur, Naren sudah tahu dengan sifat perfeksionis Bu Sari. Dari cerita seniornya, Bu Sari tidak mudah menyetujui proposal dan skripsi anak didiknya sebelum dianggap sempurna. Makanya saat mengetahui dirinya dibimbing Bu Sari, Naren sedikit kecewa. Ia sudah punya firasat akan kesulitan mengerjakan tugas akhirnya ini.

"Oh iya hampir saja lupa. Ini," Seana menyerahkan selembar amplop berwarna biru muda. Naren menerima amplop itu dengan kening berkerut.

"Bukan surat cinta," kata Seana sambil terkekeh pelan. "Itu undangan pernikahanku. Datang, ya."

"Nikah?" Naren terkejut. Sebenarnya ia tahu, Seana sudah menjalin hubungan dengan seorang pria yang sudah bekerja. Terlebih kabarnya hubungan keduanya sudah terjalin sejak Seana masuk kuliah. Tapi tetap saja, Naren terkejut. Soalnya umur mereka sepantaran, 21 tahun. Seana bisa jadi teman seangkatannya yang pertama menikah.

"Aku tinggal menunggu wisuda, jadi nggak ada alasan lagi buat menunda niat baik."

Naren mengangguk-angguk. "Selamat, ya."

Setelah itu Seana kembali ke gedung kampus dan Naren melanjutkan perjalanan menuju parkiran.

Selama perjalanan Naren melihat undangan bersampul biru di tangannya tersebut, dan seketika pikirannya teringat dengan seseorang. Cinta pertamanya. Cinta yang masih tersimpan rapi di hatinya.

Di mana dia sekarang, ya?

***


Sudah dua hari berlalu sejak Rania mengirim surel ke Narendra Hamid. Namun, sampai detik ini ia belum mendapat konfirmasi dari penulis tersebut. Jangankan telepon, emailnya pun tak berbalas. Akhirnya Rania bertekad, jika sampai besok belum juga mendapat balasan, Rania akan mengirim surel lagi ke Narendra Hamid. Bila perlu ratusan email, biar penulis itu tahu bahwa pertemuan ini bersifat urgensi.

Selama menunggu, Rania memilih mefokuskan pikiran naskah lain yang harus diselesaikan. Naskah kali ini tidak terlalu menyulitkannya. Naskah dari Wattpad juga, tapi bukan penulis baru. Penulis ini sudah memiliki karya sebelum Wattpad sefenomenal sekarang. Jadi, penulis ini berkarya lewat Wattpad ia rasanya hanya untuk mencari pembaca baru. Selain itu penulis ini juga enak diajak bekerjasama. Selalu menerima saran dan masukan darinya. Makanya, Rania menikmati kerjasamanya kali ini.

Menurut Rania, seharusnya penulis seperti ini. Mau menerima masukan dari editornya. Lagipula editor mana sih yang mau memperburuk naskah penulis? Tentu saja kritikan dan koreksi dari editor tersebut demi kebaikan naskah tersebut. Padahal kalau sebuah naskah bagus, dan disukai banyak pembaca sehingga penjualan tinggi, tentu saja yang diuntungkan penulis. Baik itu dari segi materi, maupun nama. Sementara editor, ya, dapat terimakasih dari penulisnya saja sudah syukur.

Rania mengalihkan perhatiannya dari layar komputer saat ponsel pintarnya yang berada di atas meja bergetar. Memang selama bekerja Rania lebih suka men-silent-kan ponselnya. Alasannya biar rekan kerjanya yang lain tidak terusik karena bunyi teleponnya yang masuk. Rania menyambar ponselnya dan mendapati nomor tidak dikenal menghubunginya.

Narendra Hamid? pikir Rania sedikit berharap. Sebab ia sungguh ingin menyelesaikan pekerjaannya dengan penulis itu.

"Halo, dengan Rania Laila di sini," jawab Rania setelah menerima sambungan telepon tersebut. "Baik. Jam empat saya sudah akan di sana. Terimakasih," katanya kemudian setelah mendengarkan si penelepon beberapa saat.

Setelah itu sambungan telepon diputus. Rania meletakkan kembali ponselnya ke tempat semula, memejamkan mata dan menarik napas lega.

Akhirnya!

"Narendra?" tanya Dara yang ternyata tadi memerhatikan Rania saat menerima telepon.

"Ya. Akhirnya penulis belagu itu setuju untuk bertemu."

 

***


Sungguh Rania merasa terganggu ditatap seintens itu. Terlebih oleh seorang pria, dan sama sekali tidak ia kenal. Maksudnya kenal dalam arti dekat. Rania hanya mengetahui nama dan profesi (jika memang itu bisa dibilang profesi) pria tersebut.

Untuk mengusir rasa tidak nyamannya, Rania berdehem pelan. Lalu pura-pura memeriksa sesuatu di ponselnya. Untuk tak lama kemudian seorang pramusaji datang menghampiri.

Rani menerima buku menu yang diberikan pramusaji. Setelah melihat-lihat, ia berkata, "Saya pesan--"

"Americano. Juga strawberry shortcake," Pria di hadapan Rania memotong. Pria itu adalah Narendra Hamid.

Sore itu, sesuai kesepakatan mereka bertemu di Flash Cafe, yang lokasinya tidak terlalu jauh dari kantor penerbitan. Hanya memerlukan waktu tempuh lima menitan dengan menggunakan kendaraan jika tidak macet. Lokasi pertemuan ini disarankan oleh Rania sendiri. Awalnya, Narendra Hamid menolak karena kafe ini lumayan jauh dari rumahnya. Tapi setelah bernegosiasi, akhirnya pria itu menyetujui. Rania merasa Narendra Hamid tak semenyebal yang ia bayangkan.

Nyatanya, ia salah.

Narendra Hamid bukan menyebalkan. Tapi mengerikan. Lihat saja dari tadi pria itu menatapnya dengan lekat. Tidak hanya itu, Narendra Hamid bahkan menginterupsi saat ia memesan makanan. Lebih parahnya, pria itu menyebutkan pesanan yang akan Rania pilih dengan tepat.

Rania menatap pria itu, yang dibalas dengan senyum lebar. Oke, Narendra Hamid memang tampan. Terlebih dengan senyum memesonanya itu. Tapi tetap saja, Rania merasa tidak nyaman dengan pria itu.

"Jadi satu americano dan strawberry shortcake?"

"Ya." Sekali lagi Naren yang menyahut.

Sementara Rania tidak bisa mengatakan sepatah kata pun melihat itu semua. Sebenarnya pria seperti apa yang sedang berada di hadapannya ini?

Selepas itu pramusaji pergi meninggalkan mereka. Narendra Hamid kembali menatap Rania, masih tetap dengan senyum lebarnya.

Baiklah, cepat selesaikan masalah ini, bisik Rania dalam hati.

"Jadi begini," Rania memulai. Ia tidak bisa membuang waktu berlama-lama dengan Narendra Hamid. Pria itu semakin membuatnya tidak nyaman. "Mengenai nas--"

Rania berhenti tiba-tiba saat Naren mengangkat tangannya. Rania sudah hendak bertanya ada apa, tapi kata-katanya tersangkut di tenggorokan ketika Naren menanyakan sesuatu yang membuat mata sipit Rania membulat sempurna.

"Apa kamu sudah punya pacar?"

Rania mengumpat. Sungguh, Narendra Hamid bukan hanya penulis belagu dan mengerikan. Tapi pria itu juga gila!

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • kamalagusta

    @haribawa2018 iya. Tapi gpp. Coba suasana baru. Mana tahu dari sini bisa ketemu jodoh naskahnya.

    Comment on chapter Saat Jatuh Cinta
  • haribawa2018

    Adem dan agak sepi di sini, Mal. Tapi setiap update tulisan kita kelihatan ya ... hehe.

    Comment on chapter Saat Jatuh Cinta
Similar Tags
Delapan Belas Derajat
108      24     0     
Romance
Dua remaja yang memiliki kepintaran di atas rata-rata. Salah satu dari mereka memiliki kelainan hitungan detak jantung. Dia memiliki iris mata berwarna biru dan suhu yang sama dengan ruangan kelas mereka. Tidak ada yang sadar dengan kejanggalan itu. Namun, ada yang menguak masalah itu. Kedekatan mereka membuat saling bergantung dan mulai jatuh cinta. Sayangnya, takdir berkata lain. Siap dit...
14 Days
10      4     0     
Romance
disaat Han Ni sudah menemukan tempat yang tepat untuk mengakhiri hidupnya setelah sekian kali gagal dalam percobaan bunuh dirinya, seorang pemuda bernama Kim Ji Woon datang merusak mood-nya untuk mati. sejak saat pertemuannya dengan Ji Woon hidup Han Ni berubah secara perlahan. cara pandangannya tentang arti kehidupan juga berubah. Tak ada lagi Han Han Ni yang selalu tertindas oleh kejamnya d...
Rasa Itu
4      4     0     
Short Story
complicated revenge
228      38     0     
Fan Fiction
"jangan percayai siapapun! kebencianku tumbuh karena rasa kepercayaanku sendiri.."
Aku. Kamu. Waktu
41      16     0     
Romance
Aku adalah perempuan yang tidak diperkenankan untuk hidup oleh orang lain. Aku adalah perempuan yang berdosa hanya karena jatuh cinta. Aku adalah perempuan ketiga dari kisah cinta yang bukan sesungguhnya
Transformers
3      3     0     
Romance
Berubah untuk menjadi yang terbaik di mata orang tercinta, atau menjadi yang selamat dari berbagai masalah?
Sosok Ayah
3      3     0     
Short Story
Luisa sayang Ayah. Tapi kenapa Ayah seakan-akan tidak mengindahkan keberadaanku? Ayah, cobalah bicara dan menatap Luisa. (Cerpen)
PROMISE
404      316     2     
Short Story
ketika sebuh janji tercipta ditengah hubungan yang terancam kandas
Aditya
13      6     0     
Romance
Matahari yang tak ternilai. Begitulah Aditya Anarghya mengartikan namanya dan mengenalkannya pada Ayunda Wulandari, Rembulan yang Cantik. Saking tak ternilainya sampai Ayunda ingin sekali menghempaskan Aditya si kerdus itu. Tapi berbagai alasan menguatkan niat Aditya untuk berada di samping Ayunda. "Bulan memantulkan cahaya dari matahari, jadi kalau matahari ngga ada bulan ngga akan bersi...
Game Z
43      17     0     
Science Fiction
Ia datang ke ibukota untuk menuntut ilmu. Tapi, anehnya, ia dikejar dengan sekolompok zombie. Bersama dengan temannya. Arya dan Denayla. Dan teman barunya, yang bertemu di stasiun.