Read More >>"> Moira (#34) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Moira
MENU
About Us  

.

.

.

“…”

.

.

.

Aku memijit pelipisku yang seperti membuat kepalaku pusing.

“Jadi, Franz akan menyerang Sang Ratu saat acara nanti?” tanyaku.

“Iya, Yang Mulia.”

Aku memukul mejaku sekuat tenaga, berharap semua ketegangan ini menghilang meskipun hasilnya sia-sia. “Kenapa orang itu mencoba mencelakai Diana? Apa yang membuat laki-laki busuk itu merencanakan sesuatu pada Diana?”

“Tempat pelacuran itu, juga semua bisnis yang di jalankan Tuan Franz jatuh,” jawab Alpha.

Aku tertawa sarkas, “Jelas-jelas yang menyelediki pekerjaannya itu berasal dari istana. Tidak mungkin hanya karena alasan ini, bukan?”

“Sepertinya Tuan Daniel dalang di balik ini semua.”

“Untuk apa menyerang Diana? Memangnya apa yang akan mereka dapatkan jika mencelakai Diana?”

“Sepertinya bukan karena posisi Diana, tapi dendam pribadi dengan Keluarga Levada.”

“Hm?”

“Saya tidak terlalu tahu, tapi Tuan Franz memang sering datang ke kediaman Levada, setiap saya melihatnya dengan Tuan Levada, selalu saja terjadi adu mulut. Mungkin Tuan Franz meminta modal atau semacamnya, tentu saja Tuan Levada tidak akan memberikannya.”

“Cih!!! Mencoba mencelakai Diana hanya karena masalah ini?”

“Lalu apa yang sebaiknya kita lakukan?”

“Tetap lanjutkan saja persiapan acara nanti.”

“Yang Mulia…”

“Jika mereka ingin mencelakai Diana di depan umum, mereka juga harus siap dengan ganjarannya juga, bukan? Kita buat seluruh orang tahu agar tidak macam-macam denganku.”

“Hukuman publik?”

“Lanjutkan saya pekerjaan Diana, ia tak perlu tahu. Kita hanya perlu memperketat keamanannya saja.”

“Baik, Yang Mulia.”

Diana juga bersikap aneh belakangan ini. Semenjak aku memintanya untuk mengurusi acara ulang tahun kerajaan, sepertinya ia terbebani. Biasanya ia menikmati pekerjaannya, sekarang rasanya berbeda. Ada sesuatu yang ia sembunyikan.

Suara langkah seseorang membuat perhatianku pada langit malam itu teralihkan, tak jauh dari tempatku tiba-tiba Diana muncul tanpa menggunakan alas kaki. Matanya terlihat sembab, apa dia menangis?

“Sedang apa kau malam-malam begini?” tanyaku.

“Hikh… hikh…” Diana menangis.

Sambil berjalan dengan langkahnya yang berat, Diana menghampiriku sambil terus menangis. Begitu ia sampai di depanku, Diana memelukku sambil terus terisak.

Apa yang membuatmu sampai menangis seperti ini, Sang Ratu? Lagi-lagi aku tidak bisa mencegah air matamu itu.

 

**

 

Setelah Diana tiba-tiba menangis lalu memelukku pada malam hari. Aku meminta ijin kepada Nyonya Levada untuk datang ke istana. Diana tidak akan mengatakan terus terang dengan apa yang terjadi padanya, dan mungkin saja dia merindukan keluarganya. Untuk itulah aku meminta Nyonya Levada untuk datang ke istana. Tadinya aku berharap Ibu Diana bisa menginap di istana, tapi beliau pulang saat sore hari. Kemudian di hari-hari berikutnya, kondisi Diana sudah lebih baik seperti dulu.

Meskipun, Diana tidak banyak berdebat saat rapat denganku, sepertinya masih ada sedikit hal di dalam pikirannya yang masih mengganggu.

Siang itu aku sengaja meminta para pelayan untuk menyiapkan tempat minum teh di dekat danau lalu menyeret Diana pergi. Tentu saja mengajaknya baik-baik akan ditolak mentah-mentah oleh perempuan itu.

“Sebenarnya apa yang sedang kau rencanakan?” tanyanya begitu aku sukses membawanya sampai ke gazebo.

Kami berdebat, tentu saja sehari tanpa mendengar Diana yang seperti ini rasanya ada yang kurang. Sambil menyesap secangkir kopi, aku memperhatikan Diana yang masih menikmati buku yang hampir aku lempar ke danau. Seingatku itu buku yang baru dibeli Michael, memang akhir-akhir ini Diana senang sekali membaca. Sengaja aku menambah koleksi buku di perpustakaan, bahkan aku sudah berencana untuk memperluas perpustakaan istana dan melerakan ruang kerjaku agar Diana bisa lebih nyaman berada di perpustakaan.

Selalu saja otakku dipenuhi oleh Diana dan Diana lagi. Kadang aku merasa kesepian jika Diana tidak memperhatikanku seperti dulu, tapi kadang aku bersyukur melihat perubahan Diana yang sekarang.

Atau melihat perubahan lain dari sosoknya yang sekarang tengah serius meracik kopi. Padahal perempuan di daratan Xavier jarang ada yang mengerti mengenai minuman pahit ini. Diana memang selalu mengejutkanku.

 

**

 

Aku memegang tangan Diana yang kian hari kian kurus. Hampir tiga bulan sudah Diana tidak sadarkan diri. Dokter istana memberikan ramuan agar tubuh Diana tidak kehilangan asupan makanan. Wajahnya juga semakin kurus dan pucat.

“Kau ingat saat kita berlatih dansa? Aku masih yakin jika kau sengaja menginjak kakiku, lalu kau tertawa hanya karena alasan seperti itu.” Aku masih berceloteh sambil mengelus tangan kecil Diana. “Percaya tidak, itu senyuman tulus pertamamu padaku. Ternyata melihatmu tersenyum atau tertawa atau menyunggingkan gigi-gigimu itu, membuatku gemas dan ingin melahapmu. Tapi sepertinya itu tidak mungkin.”

Diana sudah melewati musim gugur dengan percuma, lalu sebentar lagi salju akan turun. Aku memandang nanar wajahnya yang masih sama seperti tiga bulan lalu, matanya masih belum terbuka meskipun ia masih bernapas.

“Dan aku menciummu lagi,” kataku sambil mengulas senyuman. “Ayo bangun, Diana. Aku merindukan suaramu yang memanggil namaku. Sekarang aku akan berterus terang, tidak akan ada lagi hal-hal yang kututup-tutupi. Aku akan membuatmu berhenti salah paham, selama ini yang kulakukan padamu atas dasar rasa cintaku yang tidak bisa kukendalikan, dan aku jadi tidak bisa mengendalikan diriku sendiri. Diana…”

Meskipun selama ini aku selalu menceritakan segalanya, Diana tak kunjung bangun, tapi aku merasa jika perempuan ini sedang mendengarkanku. Dia seperti duduk di sisi ranjang, membalas genggaman tanganku seperti ini, dan tersenyum. Hanya saja perasaan itu tidak bisa dibuat nyata dengan mata kepala sendiri.

“Bangunlah…”

Pintu kamar Diana diketuk seseorang, setelah aku memberi perintah, Alpha lalu muncul. “Tuan Liam sedang ada di ruang tamu, Yang Mulia.”

“Malam-malam begini dia datang berkunjung?” tanyaku.

“Sepertinya ada hal penting yang ingin disampaikan.”

Aku melepaskan genggaman tanganku dan menaruhnya seperti sedia kala. Lalu membelai wajah Diana dan mengecup keningnya yang terasa dingin.

“Aku segera ke sana. Tolong jaga kamar Diana.”

“Baik Yang Mulia.”

Bukan hanya istana, tapi seluruh daratan Xavier kacau balau setelah aku memberi perintah untuk mengeksekusi siapa saja yang membelot dari kerajaan. Termasuk orang-orang yang berencana mencelakai Diana. Kejadian itu jadi bencana besar bagiku, Diana tidak sadarkan diri, beberapa keluarga bangsawan terpaksa aku penjarakan, dan jejak Tuan Daniel beserta komplotannya masih belum ditemukan. Ditambah para ksatria yang jumlahnya menurun drastis.

“Aku akan memerintahkan ksatria-ksatria dari Kerajaan Onyx untuk membantumu.” Begitu kata Liam sambil menyesap minumannya.

“Kalau kau kembali ke tempatmu, ayahmu pasti tidak akan membebaskanmu kali ini.”

“Itulah risikonya, Yang Mulia. Lagipula aku tidak bisa selamanya bersembunyi di belakangmu. Kau sudah banyak membantuku, kali ini biarkan aku yang membantumu.”

“Pasti akan sulit bagimu untuk memerintah Kerajaan Onyx, apalagi mendapat dukungan dari kerajaan lain.”

“Setidaknya aku harus mencoba membangun hubungan dengan kerajaan lain setelah ayahku pensiun nantinya. Lagipula kau sekarang ada di sisiku, bukan?”

Aku menyeringai, “Kau sedang memanfaatkanku?”

“Tentu saja, seperti yang kau lakukan padaku juga, bukan?” Liam ikut menyeringai. Kemudian ia menyimpan gelasnya, “Yang Mulia Ratu, bagaimana?”

Aku mengalihkan perhatianku, “Belum sadarkan diri.”

Lama kami saling terdiam. Mungkin Liam juga tidak senang dengan kabar tentang Diana yang masih sama selama tiga bulan terakhir.

“Semoga Yang Mulia Ratu masih bisa melihat musim dingin tahun ini.”

Kuharap juga begitu.

 

**

 

Aku meminta Alpha dan ksatria yang berjaga di depan kamar Diana untuk pergi. Malam-malam begini aku selalu tidur di kamarnya, persis saat Diana menjagaku dulu. Aku berharap mungkin Diana terbangun tengah malam, dan aku bisa menjaganya sendiri.

Kamar ini dulunya adalah tempat kesukaan ibuku. Ayah dan Ibu tinggal di kamar ini, sementara aku menempati istana utama. Ibu juga senang merawat tanaman di samping kamar ini, persis seperti Diana. Tiba-tiba saja waktu di tempat ini berhenti berputar saat mataku menangkap sesosok yang tidak asing lagi, sedang memandangi tanaman di hadapannya yang terhalang kaca jendela yang besar itu. Di tangannya terdapat benda yang selalu menggantung di atas jendela kamarnya itu. Sosok itu lalu melihat ke arahku, dan ia terlihat terkejut lalu menundukkan kepalanya seperti dulu.

“Yang Mulia,” katanya dengan suara parau.

Aku berlari menghampirinya lalu memeluk tubuhnya yang kecil dan ringkih, “Diana...”

Akhirnya kau kembali, dengan sosokmu yang sama seperti saat pertama kali kita menikah dulu.

 

Salam Hangat,

SR

ig: @cintikus

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
Similar Tags
Warna Jingga Senja
0      0     0     
Romance
Valerie kira ia sudah melakukan hal yang terbaik dalam menjalankan hubungan dengan Ian, namun sayangnya rasa sayang yang Valerie berikan kepada Ian tidaklah cukup. Lalu Bryan, sosok yang sudah sejak lama di kagumi oleh Valerie mendadak jadi super care dan super attentive. Hati Valerie bergetar. Mana yang akhirnya akan bersanding dengan Valerie? Ian yang Valerie kira adalah cinta sejatinya, atau...
Shane's Story
27      11     0     
Romance
Shane memulai kehidupan barunya dengan mengubur masalalunya dalam-dalam dan berusaha menyembunyikannya dari semua orang, termasuk Sea. Dan ketika masalalunya mulai datang menghadangnya ditengah jalan, apa yang akan dilakukannya? apakah dia akan lari lagi?
Lost you in Netherland
6      6     0     
Short Story
Kali ini aku akan benar - benar kehilangannya !!
Wannable's Dream
528      142     0     
Fan Fiction
Steffania Chriestina Riccy atau biasa dipanggil Cicy, seorang gadis beruntung yang sangat menyukai K-Pop dan segala hal tentang Wanna One. Dia mencintai 2 orang pria sekaligus selama hidup nya. Yang satu adalah cinta masa depan nya sedangkan yang satunya adalah cinta masa lalu yang menjadi kenangan sampai saat ini. Chanu (Macan Unyu) adalah panggilan untuk Cinta masa lalu nya, seorang laki-laki b...
IMAGINATIVE GIRL
87      54     0     
Romance
Rose Sri Ningsih, perempuan keturunan Indonesia Jerman ini merupakan perempuan yang memiliki kebiasaan ber-imajinasi setiap saat. Ia selalu ber-imajinasi jika ia akan menikahi seorang pangeran tampan yang selalu ada di imajinasinya itu. Tapi apa mungkin ia akan menikah dengan pangeran imajinasinya itu? Atau dia akan menemukan pangeran di kehidupan nyatanya?
PENYESALAN YANG DATANG TERLAMBAT
464      303     7     
Short Story
Penyesalan selalu datang di akhir, kalau diawal namanya pendaftaran.
Camelia
7      7     0     
Romance
Pertama kali bertemu denganmu, getaran cinta itu sudah ada. Aku ingin selalu bersamamu. Sampai maut memisahkan kita. ~Aulya Pradiga Aku suka dia. Tingkah lakunya, cerewetannya, dan senyumannya. Aku jatuh cinta padanya. Tapi aku tak ingin menyakitinya. ~Camelia Putri
Ojek
8      8     0     
Short Story
Hanya cerita klise antara dua orang yang telah lama kenal. Terikat benang merah tak kasat mata, Gilang dihadapkan lagi pada dua pilihan sulit, tetap seperti dulu (terus mengikuti si gadis) atau memulai langkah baru (berdiri pada pilihannya).
Dessert
15      8     0     
Romance
Bagi Daisy perselingkuhan adalah kesalahan mutlak tak termaafkan. Dia mengutuk siapapun yang melakukannya. Termasuk jika kekasihnya Rama melakukan penghianatan. Namun dia tidak pernah menyadari bahwa sang editor yang lugas dan pandai berteman justru berpotensi merusak hubungannya. Bagaimana jika sebuah penghianatan tanpa Daisy sadari sedang dia lakukan. Apakah hubungannya dengan Rama akan terus b...
AKU BUKAN ORPHEUS [ DO ]
8      7     0     
Short Story
Seandainya aku adalah Orpheus pria yang mampu meluluhkan hati Hades dengan lantutan musik indahnya agar kekasihnya dihidupkan kembali.