Read More >>"> Moira (#41) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Moira
MENU
About Us  

Walaupun ruangan ini dulunya bekas ruang kerjaku, aku masih punya sopan santun untuk mengetuk pintu sebelum dipersilahkan masuk. Setelah terdengar suara Lucas, aku pun membuka pintu kayu itu, wangi bunga biasanya mendominasi ruangan ini, sekarang berbeda, aroma yang sangat akrab di hidungku menguar ke seluruh penjuru ruangan. Lucas sedang membelakangiku, dan sepertinya ada yang sedang dia lakukan di depan meja kecil dekat jendela.

“Diana, kau sudah datang. Duduklah. Ada sesuatu yang ingin kuperlihatkan padamu, tunggu sebentar.”

Aku tidak menjawab apapun, hanya duduk di salah satu set sofa di tengah ruangan ini. Menelusuri benda-benda yang sedikit mirip dengan benda-benda yang biasa kulihat di kafe tempatku bekerja dulu. Pandanganku beralih pada punggung Lucas, masih tidak membuka suara, aku memandangi lekat-lekat sosok yang membelakangiku. Aneh. Rasanya seperti ada sesuatu yang akrab ketika kulihat punggung Lucas dengan busana seperti itu, hanya memakai celana hitam dan kemeja putih seperti pegawai yang baru di training. Jantungku tiba-tiba berdegup kencang, ada sesuatu yang ingin kutanyakan, tapi tidak jadi begitu Lucas berbalik dan duduk di sampingku.

“Ada apa?” tanyanya membawa sebuah teko cantik dan aroma kopi yang lebih menyengat lagi.

“Hm? Bukan apa-apa. Apa yang sedang kau lakukan?” tanyaku mengalihkan kegugupanku ini.

“Saat menunggumu bangun dari koma, sesekali aku belajar membuat kopi, tapi rasanya selalu tidak sama dengan buatanmu. Sekarang rasanya mungkin sedikit mirip, kau mau mencobanya?”

Aku mengangguk dan tersenyum padanya. Diam-diam masih memperhatikan gerak-gerik Lucas yang entah kenapa, akrab di mataku.

“Lucas.”

“Hm?” Nadanya terdengar lembut dan ramah meskipun matanya masih fokus menuangkan kopi ke dalam gelas dan wajahnya masih dingin seperti biasa.

“Tidak jadi.”

Tak lama, Lucas mendorong secangkir kopi ke hadapanku dengan gambar hati di atasnya seperti yang pernah kubuat, versi lebih bagusnya.

“Cobalah.”

Dan rasanya juga jauh lebih enak dari yang kubuat. Ini sih bukan mirip, memang lebih enak dari punyaku.

“Rasanya sangat enak, sungguh,” pujiku.

Lucas tersenyum dan itu pertama kalinya laki-laki ini tersenyum tulus seperti yang di deskripsikan Diana berusia lima belas tahun.

“Ada apa Diana? Apa ada yang sakit?”

“Hah? Oh, ini kopi pertamaku sejak terakhir kali aku meminumnya, rasanya lebih manis, aku suka itu. Terima kasih ya, Lucas.”

“Kau tahu, itu pertama kalinya kau memujiku dan mengucapkan terima kasih atas pekerjaanku ini.”

Aku jadi merasa bersalah, selama ini aku merasa sombong karena tidak menghargai segala yang diberikan Lucas untukku. “Selama ini tingkahku memang buruk sekali. Maaf ya, sebaiknya aku harus belajar lagi tata krama.” Terutama tata krama sebagai bangsawan dan ratu.

“Tidak perlu, kau tidak pernah salah apapun. Aku saja yang selalu berperilaku buruk padamu.”

Lucas seperti orang yang selalu menjadi pihak yang salah, padahal kan yang harus disalahkan itu aku. Aku semakin tidak enak padanya.

Obrolan kami terhenti karena Michael datang membawakan setumpuk laporan untuk Lucas. Setelah itu, Michael segera pergi. Aku melihat tumpukan pekerjaan Lucas di meja.

“Apa aku membantumu saja? Kelihatannya pekerjaanmu menumpuk.”

“Tidak perlu,” katanya sambil menyesap kopi. “Aku tidak mau melihatmu memaksakan diri dan merepotkanmu seperti dulu. Apalagi jahitanmu akan dibuka minggu depan, bagaimana jika terjadi sesuatu lagi padamu. Aku benar-benar bisa menangani ini, kau tenang saja.”

“Hahaha… Kau juga jangan terlalu khawatir, cuma jahitan yang akan dibuka. Lukanya juga sudah kering. Tapi jika suatu hari kau memerlukan bantuanku, katakanlah. Aku bisa sedikit-sedikit membantumu. Setidaknya kau tidak perlu kerepotan sendiri.”

Keadaan tenang seperti ini tanpa sadar sesekali pernah kuharapkan dulu. Pertengkaran kami yang tidak begitu jelas alasannya, kadang juga membuatku tidak nyaman. Kami jadi semakin menjauh dan memberikan batas satu sama lain, dan tidak tahu bahwa sebenarnya yang kami butuhkan adalah satu sama lain.

Tahun kemarin, musim dingin membuatku kehilangan nenekku. Lucas masih memberikan penghormatan pada nenekku tanpa maksud lain. Dia memang sudah baik padaku sejak dulu, hanya saja, kami tidak saling memahami. Mungkin seperti tanah yang tertutup butiran salju di balik jendela, rerumputan hijau disembunyikan tumpukan salju yang semakin menggunung, dan orang yang melewatinya tidak tahu rumput mana yang ia injak. Rumput yang sengaja ia jaga, atau hanya rerumputan liar.

“Lucas.”

“Hm?”

“Kalau jahitanku sudah di buka, kita jalan-jalan ke danau ya.”

“Tumben sekali. Di musim dingin seperi ini, apa yang bisa dinikmati dari danau yang membeku?”

“Itu dia! Aku ingin melihat danau yang membeku. Kau tidak mau?”

“Akan kuminta pelayan mmenyiapkan kursi dan meja nanti.”

“Tidak usah!”

“Kenapa?”

“Aku cuma pingin kita berdua saja.” Masa iya pacaran ada orang ketiga, keempat, dan seterusnya?

“Mmm… baiklah.”

 

**

 

Hari jahitan di buka telah lewat beberapa hari lalu. Siang itu, dengan pakaian paling hangat, kami berdua pergi menuju danau di istana. Walaupun matahari bersinar terik di atas kami, tapi salju tidak lantas melemahkan dirinya dan meleleh menjadi embun. Aku berjalan di sampingnya, entah perasaanku atau memang yang terjadi sebenarnya begitu, tapi langkah kaki Lucas sedikit lebih lamban dari terakhir kali. Wajahnya memang masih minim ekspresi dan dingin, apalagi tatapan matanya seperti singa yang siap menerkam, tapi seperti khayalan di siang hari, dia jadi begitu lembut, selembut tumpukan salju pertama turun.

Kami melewati jalanan yang baru untukku, tak jauh dari jalan setapak yang disusun dari batu-batuan alam, istana bekas selir yang dulu menjadi tempat tinggal Keluarga Barton terlihat sunyi dan mati. Meskipun secara keseluruhan tidak ada yang salah dengan bangunan itu, tapi kalau memerhatikan detail-detail kecilnya, beberapa kaca jendela pecah, pintu sudah berlubang di beberapa tempat, aku tidak bisa membayangkan apa yang ada di dalamnya, pasti lebih buruk lagi.

Sebuah tangan menggenggamku, jari-jari kami saling bertautan dan seolah enggan menarikku dari tempatku berdiri. Aku memandanginya yang jauh lebih tinggi dariku. Lucas tidak melihatku, tapi melihat bangunan di depannya.

“Apa sebaiknya aku runtuhkan saja?”

“HAH?!”

“Kau tidak suka melihatnya, bukan?”

“Tidak! Bukan itu yang sedang kupikirkan.”

“Lalu apa?”

“Tuan Barton… masih belum ada kabar ya?”

“Hmm…”

Suara kami menjadi sunyi, seperti tiba-tiba saja ada kesedihan dan kecemasan menguar seperti kuncup bunga dari tumpukan salju di bawah kami.

“Nyonya Olivia dan Cecilia, bagaimana kabar mereka?”

“Mereka baik-baik saja.”

Baik-baik saja yang dipikirkanku sepertinya tidak sama dengan apa yang dipikirkan Lucas.

“Tolong jangan terlalu khawatir, mereka berdua benar-benar baik-baik saja.” Seolah Lucas bisa mendengar pikiranku.

Aku mengangguk dan kami melanjutkan perjalanan itu. Manusia tidak seutuhnya bisa menyelamatkan semua orang meskipun dia memiliki kekuatan super, tapi selama aku memintanya pada Lucas, sepertinya masih ada satu dan beberapa hal yang bisa ia selamatkan. Walaupun kemungkinannya tidak seutuh seperti sedia kala. Ada beberapa bagian yang berubah dan berbeda.

Tinggal beberapa langkah lagi kami sampai di depan gazebo di samping danau. Saking antusiasnya, aku berlari ke arah danau luas itu untuk melihat permukaannya yang membeku. Sialnya, aku lupa pakaianku yang menggelembung, dan di sebuah tanjakan, kakiku menginjak pakaianku sendiri dan aku terjatuh dengan suara yang cukup keras.

“Diana!”

Aku terpaku sebentar. Jantungku tiba-tiba berdegup kencang. Lucas mengangkat tubuhku seolah ia hanya sehelai bulu. Suara yang memanggil namaku jelas berasal dari orang yang sama, tapi pikiranku seperti di tarik ke tempat lain, di mana saat terakhir kali aku menggelinding dari tangga, diantara kesadaran dan kehampaan, ada suara terakhir yang memanggil nama seseorang, bukan namaku tentunya.

Lucas menyingkirkan bunga salju yang masih menempel di tubuhku, lalu mengelus kedua tanganku yang dingin dan memerah, entah karena jatuh atau kedinginan. Dan meniup lembut keningku yang ikut mencium salju di atas tanah barusan.

“Kau terjatuh secara tidak berwibawa lagi?” tanyanya dengan nada serius tapi terdengar seperti ejekan di telingaku.

“Hei!!!”

Ucapannya membuyarkan pikiranku sebelumnya, ia mengelus kepalaku dan dengan hati-hati menungtunku hingga ke dalam gazebo.

Danau itu tidak benar-benar membeku. Hanya beberapa bagian saja yang dilapisi es tipis yang mengambang dengan tenang. Aku sedikit kecewa, kukira bisa berjalan di atas danau yang membeku seperti yang biasa aku lihat di film-film akhir tahun. Ya… itu cuma mimpi konyolku, cita-citaku waktu kecil dulu.

“Kenapa harus ke danau?” tanya Lucas. Tentu saja aku tidak bisa menjawab karena terinspirasi dari film-film akhir tahun, bukan?

“Cuma… sudah lama saja kita tidak berduaan,” jawabku cerdas!

“Aku terlalu banyak bekerja sampai mengabaikanmu.”

“Eh?! Kenapa pikiranmu ke sana?”

“Seharusnya aku lebih sering memperhatikanmu.”

“Lucas! Dengarkan aku! Kenapa sekarang kau selalu menyalahkan dirimu sendiri?”

“Diana…” katanya lirih. “Aku terlalu takut melepaskanmu, tapi aku juga tidak benar-benar memperhatikanmu.”

“Menurutmu, memperhatikan seseorang itu seperti apa?”

“Entahlah. Mungkin inisiatif membawanya pergi… menikmati setiap musim sepanjang tahun… memeluknya dengan hangat… dan menatapnya seakan hidup tidak bisa berjalan baik-baik saja jika tidak ada sosoknya…”

Tanpa sadar lengan Lucas sudah memeluk pinggangku.

“Lucas…” Ia menarikku sehingga aku bisa melihat jelas pantulanku dari kedua matanya yang hitam dan jernih. “Kau sudah melakukan segalanya untukku, terima kasih.”

“Kau juga sudah melakukan segalanya untukku. Tolong jangan pergi lagi, Diana. Aku… aku tidak tahu harus hidup seperti apa jika kehilanganmu.”

Pikiranku yang mengambang sejenak tadi kembali menjadi jelas dan kukuh. Keinginanku untuk mencari tahu si orang bodoh itu menjadi sedikit ragu. Kata-kata yang dibilang Nona Suri membuatku urung mencari tahu lebih lanjut.

“Semua kesedihan Anda di masa lalu itu karena perbuatannya, jadi setelah berkali-kali ia menjalani fase kehidupan dengan membawa penyesalannya itu.”

Fase kehidupan itu berapa lama? Empat puluh tahun? Enam puluh? Dan berapa kali fase kehidupan si orang bodoh itu lalui? Berapa lama penyelasannya itu dibawa sepanjang ia bernafas?

Itu mengerikan. Meskipun aku masih penasaran, tapi aku takut jika aku menemukan orang yang menarikku kembali ke masa lalu. Aku takut tidak bisa memandangnya, membuat khayalan di kepalaku tentang penderitaan yang ia bawa sepanjang hidupnya.

Ada dorongan aneh yang membuatku sedikit berjinjit dan menangkup wajahnya selembut mungkin. Sepersekian detik bibirku mendarat pada bibirnya yang lembab dan dingin, tapi kadang hangan dan memabukkan. Menenggelamkan laki-laki itu dalam kebisuan dan keakraban yang asing. Membungkamnya dari kata-kata pahit yang tidak mau aku dengar seumur hidupku.

Aku tidak lagi mau meninggalkan laki-laki ini mulai sekarang.

Khayalan lain seolah meruntuhkan kesunyian di antara kami. Sebuah irama yang mungkin dihadirkan musim dingin, atau mungkin bongkahan es yang mengambang di permukaan danau, atau sebenarnya kegilaanku yang baru saja muncul setelah sekian lama terpendam di ketidaksadaran. Aku memberi jarak di antara kami berdua, kurasa Lucas tidak nyaman dengan apa yang kulakukan barusan.

Pandanganku seolah berputar dan tubuhku bertabrakan dengan orang di depanku itu. Lucas merengkuhku begitu cepat, tatapan kami seperti tidak diperbolehkan untuk dipotong oleh apapun. Lucas menarik leher belakangku dan ia melanjutkan apa yang sempat terhenti barusan, ia yang kemudian menciumku. Lebih hangat dan dalam, lebih lama dan intens sampai aku benar-benar hanyut dalam cumbuannya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
Similar Tags
Di Semesta yang Lain, Aku mencintaimu
14      14     0     
Romance
Gaby Dunn menulis tulisan yang sangat indah, dia bilang: You just found me in the wrong universe, that’s all, this is, as they say, the darkest timeline. Dan itu yang kurasakan, kita hanya bertemu di semesta yang salah dari jutaan semesta yang ada.
A promise
331      228     1     
Short Story
Sara dan Lindu bersahabat. Sara sayang Raka. Lindu juga sayang Raka. Lindu pergi selamanya. Hati Sara porak poranda.
Pesona Hujan
31      25     0     
Romance
Tes, tes, tes . Rintik hujan kala senja, menuntun langkah menuju takdir yang sesungguhnya. Rintik hujan yang menjadi saksi, aku, kamu, cinta, dan luka, saling bersinggungan dibawah naungan langit kelabu. Kamu dan aku, Pluviophile dalam belenggu pesona hujan, membawa takdir dalam kisah cinta yang tak pernah terduga.
Cinta dan Rahasia
10      10     0     
Short Story
Perasaan tak mudah untuk dipendam. Ketahuilah, manusia yang ‘kuat’ adalah manusia yang mampu mengekspresikan perasaanya. Itu semua wajar. Manusia akan merasakan senang bila mendapatkan kebahagiaan dan sedih bila harus kehilangan.
6 Pintu Untuk Pulang
13      13     0     
Short Story
Dikejar oleh zombie-zombie, rasanya tentu saja menegangkan. Apalagi harus memecahkan maksud dari dua huruf yang tertulis di telapak tangan dengan clue yang diberikan oleh pacarku. Jika berhasil, akan muncul pintu agar terlepas dari kejaran zombie-zombie itu. Dan, ada 6 pintu yang harus kulewati. Tunggu dulu, ini bukan cerita fantasi. Lalu, bagaimana bisa aku masuk ke dalam komik tentang zombie...
Meja Makan dan Piring Kaca
1926      619     0     
Inspirational
Keluarga adalah mereka yang selalu ada untukmu di saat suka dan duka. Sedarah atau tidak sedarah, serupa atau tidak serupa. Keluarga pasti akan melebur di satu meja makan dalam kehangatan yang disebut kebersamaan.
WALK AMONG THE DARK
14      14     0     
Short Story
Lidya mungkin terlihat seperti gadis remaja biasa. Berangkat ke sekolah dan pulang ketika senja adalah kegiatannya sehari-hari. Namun ternyata, sebuah pekerjaan kelam menantinya ketika malam tiba. Ialah salah satu pelaku dari kasus menghilangnya para anak yatim di kota X. Sembari menahan rasa sakit dan perasaan berdosa, ia mulai tenggelam ke dalam kegelapan, menunggu sebuah cahaya datang untuk me...
What If I Die Tomorrow?
8      8     0     
Short Story
Aku tak suka hidup di dunia ini. Semua penuh basa-basi. Mereka selalu menganggap aku kasat mata, merasa aku adalah hal termenakutkan di semesta ini yang harus dijauhi. Rasa tertekan itu, sungguh membuatku ingin cepat-cepat mati. Hingga suatu hari, bayangan hitam dan kemunculan seorang pria tak dikenal yang bisa masuk begitu saja ke apartemenku membuatku pingsan, mengetahui bahwa dia adalah han...
To The Girl I Love Next
13      13     0     
Romance
Cinta pertamamu mungkin luar biasa dan tidak akan terlupakan, tetapi orang selanjutnya yang membuatmu jatuh cinta jauh lebih hebat dan perlu kamu beri tepuk tangan. Karena ia bisa membuatmu percaya lagi pada yang namanya cinta, dan menghapus semua luka yang kamu pikir tidak akan pulih selamanya.
Melody Impian
394      282     3     
Short Story
Aku tak pernah menginginkan perpisahan diantara kami. Aku masih perlu waktu untuk memberanikan diri mengungkapkan perasaanku padanya tanpa takut penolakan. Namun sepertinya waktu tak peduli itu, dunia pun sama, seakan sengaja membuat kami berjauhan. Impian terbesarku adalah ia datang dan menyaksikan pertunjukan piano perdanaku. Sekali saja, aku ingin membuatnya bangga terhadapku. Namun, apakah it...