Read More >>"> CREED AND PREJUDICE (6-Bukti yang Tertinggal) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - CREED AND PREJUDICE
MENU
About Us  

Aku berjalan menuju kelas bersama dengan Hana, Yoga, Abid, dan Acher. Abid masih bermuram durja. Aku mengerti bagaimana perasaan seseorang jika kehilangan benda yang paling berharga baginya. Tadi bu Rika meminta kami untuk bersabar. Beliau memastikan untuk segera melakukan tindakan. Aku merasa kasihan pada Abid dan teman-teman yang kehilangan barang.

Acher kembali di kelasnya. Begitu pula dengan Hana dan Yoga pamit ke kelas. Aku mengajak Abid untuk mengobrol. Akan tetapi dia tidak menunjukkan senyumnya. Pak Jare, guru matematika belum datang di kelas. Jadi aku dan teman-teman berusaha menghibur Abid yang masih terdiam di bangkunya. Aku berusaha melempar canda padanya dengan harapan dia dapat tersenyum, sekecil apapun itu. Abid masih terdiam dengan melipat tangannya di atas meja. Tanpa sengaja aku melihat kedua lengan Abid yang kotor. Aku langsung membersihkan lengannya.

“Kenapa ada tanah di sekitar lenganmu?” tanyaku heran. Kami melihat meja Abid yang kotor karena tanah yang agak liat. Lalu aku juga melihat bekas tanah liat itu di lantai tepat dibawah meja Abid. Aku berjongkok dan berusaha memperhatikan jejak bekas tanah yang liat itu hingga mencapai depan pintu kelas. Aku mencoba berpikir keras. Tanah liat ini seperti tidak asing bagiku. ‘Apakah aku baru saja menemukan jejak si pencuri?’ Lalu beberapa saat kemudian, akal sehatku mengarah kepada seseorang yang sebelumnya berada di tempat yang penuh tanah! Dia adalah…

***

Setiap hari rabu, kelas kami dan kelas 7-C mendapat jadwal olahraga. Pak Handoso, guru olah raga kami yang mengajar kelas kami. Sementara pak Kamil, guru olahraga yang mengajar kelas 7-C. Setiap hari rabu itu juga, aku selalu bercanda dengan Acher. Karena jarak kita yang selalu jauh, maka kami selalu saling mengobrol dengan menggunakan bahasa isyarat melalui jari-jari kita. Teman-teman sekelasku pun mengakui bahwa mereka sangat sulit menerjemahkan bahasa isyaratku dan Acher. Hanya kami berdua yang tahu.

‘Sehabis pemanasan, kami mengambil penilaian lari keliling satu putaran,’ aku mulai melempar pesan pada Acher yang berada tidak jauh di pinggir lapangan. Acher tersenyum sembari menganggukkan kepalanya. Dia juga mulai menggerakkan jari-jarinya.

‘Kelasku mengambil penilaian bertanding sepak bola.’

Mengetahui hal itu, aku langsung tersenyum sambil mengacungkan jempol. Kami sama-sama tertawa. Setelah itu, pak Handoso memanggilku untuk segera berbaris dengan teman-teman yang lain. Pak Handoso mulai menghitung mundur. Aku segera bersiap-siap untuk lari.

“Tiga, dua, satu..!!!” pak Handoso meniup peluitnya. Aku dan teman-teman segera berlari kencang hingga keluar pagar sekolah.

***

Aku berhasil menempati urutan ketiga dari 34 siswa. Berlari sungguh membuatku lelah sekaligus senang setelah mengetahui hasilnya. ‘Aku juara tiga! Yay!’ pekikku dalam hati kegirangan. Saking gembiranya, aku ingin cepat-cepat memberitahu Acher. Namun aku tidak menemukannya di sekitar lapangan. Padahal teman-teman sekelasnya masih ada di lapangan. Aku sedikit terkejut ketika seseorang menepuk bahuku dari belakang.

“Eh, Abid!” tampak senyuman menghiasi bibirnya. Aku agak senang melihat keadaannya. Abid kembali tertawa ramah seperti biasanya.

“Aku dapat urutan ke dua puluh!” serunya sambil terus tertawa.

“Wah, lumayan tuh, Bid!” kataku sambil tertawa menanggapinya. Lalu kami memutuskan untuk duduk dan mengobrol dengan teman-teman lainnya. Tanpa sengaja mataku mengarah ke lapangan sepak bola. Aku melihat Acher yang melambaikan tangan. Aku menunjuk diriku sendiri dan Acher menganggukkan kepalanya.

‘Penilaianku mendapat urutan ketiga, Cher!” aku langsung menggunakan jari-jariku untuk melayangkan pesan padanya.

‘Wuih, Amar memang hebat. Pertahankan ya!’ balasnya. Lalu dia memberikan pesan lagi. Kali ini kalimatnya agak panjang. Aku langsung mengerutkan kening. Aku hampir tidak percaya setelah mengetahui pesan dari Acher.

‘Aku tidak pernah tahu kalau dia punya ipad. Mungkin kamu salah melihatnya,’ Acher berhenti sejenak. Dia tidak membalas pesanku. Lalu dia hanya mengangkat kedua pundaknya. Sepertinya dia agak ragu dengan kata-katanya. Aku menoleh ke arah Abid yang masih bercanda dengan teman-teman lainnya.

***

Aku masih merenung, memikirkan kata-kata Acher tadi. Hal itu membuatku tidak konsentrasi mendengarkan bu Nurma yang kini sedang menerangkan di depan papan tulis. Kemungkinan bu Nurma menyadari bahwa aku kurang memperhatikannya. Beliau menjelaskan sambil sesekali melihat ke arahku. Aku langsung menyimak penjelasan bu Nurma. Aku baru saja menyadari jika bu Nurma sudah menjelaskan tentang teori fungsional dan konflik. Sedangkan halaman buku yang aku buka berisi tentang penjelasan dari teori evolusioner. Dengan segera, aku membuka halaman selanjutnya. Aku langsung menggarisbawahi penjelasan tentang teori fungsional dengan stabilo. Terdengar ketukan dari luar. Bu Nurma menghentikan penjelasan dan membuka pintu kelas. Bu Rika, pak Handoso, dan Siti sedang berdiri di depan pintu kelas.

“Lho, Siti kok bersama dengan bu Rika dan pak Handoso?” gumamku pelan. Aku baru menyadari jika Siti, teman sekelasku, berdiri di samping bu Rika. Mereka memasuki ruangan kelas.

“Maaf, anak-anak. Pelajaran kalian jadi terganggu. Kami ingin menjelaskan bahwa Siti telah kehilangan ipad ketika dia pergi ke toilet. Ipad-nya tidak sengaja tertinggal di dalam kelas, di atas mejanya.”

“Karena seiring waktu banyak para siswa yang kehilangan barang, maka saya dan pak Handoso akan melakukan pemeriksaan mendadak pada seluruh kelas. Kalian bisa menunggu di luar kelas sebentar.”

Aku dan teman-teman lainnya berjalan meninggalkan bangku masing-masing. Baru saja beberapa langkah hendak keluar kelas, aku melihat Acher yang berdiri di dekat pintu kelasku. Dia menggerakkan mulutnya tanpa bersuara, ‘Abid! Abid!’ begitu katanya. Aku langsung teringat kembali pesan yang disampaikan Acher tadi. ‘Aku mengambil air putih di dalam kelas dan berjalan menuju toilet. Aku melewati kelasmu dan sempat melihat Abid yang baru saja meminum air di kelasnya yang sepi. Aku hampir menyapanya, tetapi dia terlihat mencurigakan. Kulihat dia memegang ipad dan memasukkannya di dalam tas. Apa ipad itu miliknya?’ Kata-kata itu sangat menggangguku. Entah kenapa aku langsung menghampiri Abid. Dia baru saja hendak membuka resleting tas dengan kaku.

“Abid, tolong kembalikan ipad Siti,” kataku sedikit penekanan. Dahinya sudah berkeringat. Abid tampak kebingungan.

“Kenapa kalian masih disini?” bu Rika berjalan mendekati kami. Tangan Abid terlihat agak gemetaran. “Abid, tolong serahkan tasnya. Ibu ingin memeriksa tas kamu,” Abid tetap diam tidak berkutik. “Abid,” seru bu Rika lagi.

Pelan-pelan tetapi pasti, Abid menyerahkan tasnya. Bu Rika memeriksa isi tasnya. Kemudian sesuai tebakanku, bu Rika benar-benar menemukan ipad di dalam tas tersebut. Bu Rika membelalakkan matanya, hampir tidak percaya.

“Abid, apakah ini milikmu?” tanya beliau. Namun Abid hanya membisu. Aku sendiri juga tidak tahu harus berbuat apa melihat Abid tertangkap basah mencuri ipad milik Siti. Lalu bu Rika memanggil Siti yang masih berdiri di depan kelas. Sepertinya dia sehabis menangis. Karena matanya tampak memerah dan terlihat sisa-sisa tangis di sudut matanya. “Apakah ipad-mu seperti ini?” Siti memegang ipad tersebut. Dia menyalakan power pada ipad itu. Tak lama kemudian layar ipad itu menyala. Siti terkejut melihat wallpaper di layar tersebut. Wajah Siti terpampang jelas di layar ipad yang dipegangnya.

“Ini milik saya, bu!” serunya. Bu Rika kembali melihat ke arah Abid yang sedari tadi diam terpaku. Keringat menetes dari wajahnya. Raut mukanya juga terlihat sedih.

“Abid, apakah selama ini kamu yang mencuri barang teman-temanmu?” tanya bu Nurma. Abid menggelengkan kepala dengan cepat.

Akhirnya bu Rika memutuskan untuk menggiring Abid ke ruang BK. Teman-teman sekelas yang sedari tadi menengok di depan pintu kelas, juga hampir tidak percaya melihat Abid yang mencuri ipad tersebut. Lalu bu Nurma meminta kami untuk masuk ke kelas. Sementara itu, bu Nurma mengikuti bu Rika dan Abid menuju ruang BK. ‘Tidak! Ini tidak benar! Abid memang mencuri ipad itu, tapi dia bukan orang yang mencuri barang-barang selama ini. Aku harus meluruskannya dan mengatakan keraguanku ini pada bu Rika.’ Aku segera berlari menuju ruangan BK.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Berhargakah Sebuah Jiwa???
367      264     6     
Short Story
Apakah setiap jiwa itu berharga? Jika iya, maka berapa nilai dari sebuah jiwa?, terlebih bila itu jiwa-mu sendiri.
Fighting!
287      215     0     
Short Story
Kelas X IPA 3 merupakan swbuah kelas yang daftar siswanya paling banyak tidak mencapai kkm dalam mata pelajaran biologi. Oleh karena itu, guru bidang biologi mereka memberikan tantangan pada mereka supaya bisa memenuhi kkm. Mereka semua saling bekerja-sama satu sama lain agar bisa mengenapi kkm.
Miss Gossip
30      13     0     
Romance
Demi what?! Mikana si "Miss Gossip" mau tobat. Sayang, di tengah perjuangannya jadi cewek bener, dia enggak sengaja dengar kalau Nicho--vokalis band sekolah yang tercipta dari salju kutub utara sekaligus cowok paling cakep, tajir, famous, dan songong se-Jekardah Raya--lagi naksir cewek. Ini hot news bangeddd. Mikana bisa manfaatin gosip ini buat naikin pamor eskul Mading yang 'dig...
Sekotor itukah Aku
3      3     1     
Romance
Dia Zahra Affianisha, Mereka memanggil nya dengan panggilan Zahra. Tak seperti namanya yang memiliki arti yang indah dan sebuah pengharapan, Zahra justru menjadi sebaliknya. Ia adalah gadis yang cantik, dengan tubuh sempurna dan kulit tubuh yang lembut menjadi perpaduan yang selalu membuat iri orang. Bahkan dengan keadaan fisik yang sempurna dan di tambah terlahir dari keluarga yang kaya sert...
Secret Love
3      3     0     
Romance
Cerita ini bukan sekedar, cerita sepasang remaja yang menjalin kasih dan berujung bahagia. Cerita ini menceritakan tentang orang tua, kekasih, sahabat, rahasia dan air mata. Pertemuan Leea dengan Feree, membuat Leea melupakan masalah dalam hidupnya. Feree, lelaki itu mampu mengembalikan senyum Leea yang hilang. Leea senang, hidup nya tak lagi sendiri, ada Feree yang mengisi hari-harinya. Sa...
Rinai Kesedihan
586      410     1     
Short Story
Suatu hal dapat terjadi tanpa bisa dikontrol, dikendalikan, ataupun dimohon untuk tidak benar-benar terjadi. Semuanya sudah dituliskan. Sudah disusun. Misalnya perihal kesedihan.
ELANG
4      4     0     
Romance
Tau kan bagaimana cara Elang menerkam mangsanya? Paham bukan bagaimana persis nya Elang melumpuhkan lawannya? dia tidak akan langsung membunuh rivalnya secara cepat tanpa merasakan sakit terlebih dahulu. Elang akan mengajaknya bermain dahulu,akan mengajaknya terbang setinggi awan dilangit,setelah itu apa yang akan Elang lakukan? menjatuhkan lawannya sampai tewas? mari kita buktikan sekejam apa...
Unknown
4      4     0     
Romance
Demi apapun, Zigga menyesal menceritakan itu. Sekarang jadinya harus ada manusia menyebalkan yang mengetahui rahasianya itu selain dia dan Tuhan. Bahkan Zigga malas sekali menyebutkan namanya. Dia, Maga!
CAMERA : Captured in A Photo
12      6     0     
Mystery
Aria, anak tak bergender yang berstatus 'wanted' di dalam negara. Dianne, wanita penculik yang dikejar-kejar aparat penegak hukum dari luar negara. Dean, pak tua penjaga toko manisan kuno di desa sebelah. Rei, murid biasa yang bersekolah di sudut Kota Tua. Empat insan yang tidak pernah melihat satu sama lainnya ini mendapati benang takdir mereka dikusutkan sang fotografer misteri. ...
Kala Senja
185      40     0     
Romance
Tasya menyukai Davi, tapi ia selalu memendam semua rasanya sendirian. Banyak alasan yang membuatnya urung untuk mengungkapkan apa yang selama ini ia rasakan. Sehingga, senja ingin mengatur setiap pertemuan Tasya dengan Davi meski hanya sesaat. "Kamu itu ajaib, selalu muncul ketika senja tiba. Kok bisa ya?" "Kamu itu cuma sesaat, tapi selalu buat aku merindu selamanya. Kok bisa ya...