Alasan Bosan
Katamu, sudah sejak lama kau berusaha menampik rasa bosan yang membelenggu. Dan sepandai-pandainya engkau dalam melompat menghindari tali putus, kau pun akhirnya ambyar. Keluhmu lagi, kini sudah tak ada pembahasan seru nan menarik di antara kita, segalanya kini hanyalah tentang kejenuhan. Jikalau aku mau kau bertahan, akulah yang harus memberi lebih dari sekadar dekap semalaman, begitulah syaratmu.
Berat sekali hanya untuk mempertahankan suatu hubungan agar tidak runtuh. Kalau sudah jenuh, maka sikapmu pun lebih dingin daripada mesin pendingin. Padahal suatu hubungan adalah hubungan antara dua insan yang bersedia saling menghangatkan. Tapi mengapa kau kini sibuk beranjak dan akulah yang harus berjuang sendirian. Mengapa hanya aku yang tampak begitu memelas dalam jalinan dua insan ini, sedangkan kita memulai pertalian ini dengan persetujuan untuk selalu saling menopang.
“Sudah bosan” adalah alasan yang menyakitkan, seakan-akan semua kesalahan berada padaku dan pundakmu pun kehilangan beban karena kau mahir sekali dalam melempar keburukan. Salah siapa yang tak menjaga mata pada wajahnya dan mata pada hatinya? Aku tidak jenuh denganmu bukan karena engkau sehebat itu, hanya saja aku selalu bertekad : jika mencintai satu, maka hanya satu. Jika aku telah memilihmu, maka hanya kamu.
16:06, Medan 27 April 2020