Read More >>"> Reality Record (3. His Mind) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Reality Record
MENU
About Us  

"Aku tidak menyangka bahwa bocah yang barusan mimpi basah ini berusaha menghiburku."

"Diamlah dan main, dasar bayi."

Kami mengolok satu sama lain lewat voice call sembari bermain Cursed Mage. Walaupun dia adalah guruku, dia kuperlakukan sama seperti teman dekatku dan juga sebaliknya. Bahkan dia juga tidak peduli apakah aku sudah mengerjakan tugas atau belum, dan sepertinya dia juga sudah tidak peduli tugasnya sebagai seorang guru.

Aku masih terpikir oleh kejadian tadi siang, dimana Carter tiba-tiba menangis. Dalam bayanganku, Carter adalah lelaki dengan mental yang kuat. Oleh karena itulah, melihatnya meneteskan air mata secara tiba-tiba membuatku khawatir. Eh, maksudku sedikit khawatir.

"Tidak perlu khawatir. Waktu itu mataku kemasukan sesuatu hingga membuatku menangis."

"Diam."

Ini sudah ke-empat kalinya dia menyangkal seperti ini. Alasan terkonyolnya adalah dia menangis karena dia sedang pingin mengeluarkan air mata. Rasanya pingin aku tusuk matanya dengan pisau.

Apapun alasannya, aku hanya ingin menghiburnya. Walaupun aku tidak tahu banyak dengan kehidupan pribadinya, tetapi dia pasti memiliki kehidupan yang berat. Kalau dia sampai menangis begitu, sudah tugasku sebagai teman untuk menghiburnya.

Di Cursed Mage, Carter juga menggunakan karakter Battlemage. Perbedaannya dengan milikku adalah, karakter milik Carter lebih focus kepada damage output. Kami berdua memiliki kombinasi yang bagus jika bertarung bersama.

Kami berdua hanya melawan boss-boss level menengah keatas untuk membantu player-player lainnya. Jadi, kami menghabiskan malam ini hanya menunggu player lain, mengalahkan boss, menunggu player lain lagi, dan seterusnya berulang. Kami tidak bisa melakukan hal yang lebih menarik seperti Guild War, karena memang belum pada jadwalnya.

Walaupun mata dan tanganku terfokuskan untuk bermain, tetapi pikiranku tidak sepenuhnya focus karena aku sedang memikirkan sesuatu mengenai kejadian tadi siang. Salah satunya adalah, apakah dari banyak kemungkinan penyebab Carter menangis, adalah aku sendiri?

Sebetulnya hal tersebut tidak mungkin, karena jika aku berbuat salah, maka Carter akan langsung membicarakannya. Aku hanya overthinking karena aku takut kalau penyebabnya adalah aku sendiri.

Di saat kami sedang melawan boss, tiba-tiba Carter berkata, "Tidak apa-apa, Erno. Aku baik-baik saja."

Perkataannya tersebut, membuatku dapat tersenyum tipis karena lega.

Orang yang santai dan tidak bisa menjaga mulutnya seperti Carter, jika dia berbicara serius, maka dia benar-benar serius. Selain itu, karena sifatnya yang tidak pandai berbohong, aku bisa tahu kapan dia berbicara dengan benar dan serius.

Terkadang, aku masih membayangkan sifat Carter yang sebenarnya —jati diri sebenarnya. Ini mungkin aneh, tapi aku merasa dia masih menyembunyikan jati dirinya. Jangan salah paham, aku cukup nyaman dengan Carter yang sekarang. Walaupun perkataannya yang kasar, dia adalah orang yang cukup baik.

Saat awal memasuki tahun keduaku di SMA, Carter pernah bertanya kepadaku, "Kenapa kamu menyerah?"

Dia merujuk pada keputusanku untuk keluar dari klub basket dan modern dance. Aku dengan santai menjawab bahwa aku tidak cocok dengan aktivitas klub-klub tersebut. Aku juga pernah membaca beberapa artikel bahwa ada beberapa orang yang mengagumi anak yang normal tetapi pandai, dan juga anak yang misterius. Jadi, walaupun aku tidak memasuki klub-klub popular, aku bisa menjadi popular dengan cara tidak berusaha menjadi popular.

Percakapan tersebut sangatlah biasa. Setelah kujawab, percakapan waktu itu berlanjut dengan biasa. Yang sedikit aneh adalah, setelah kuberi jawaban seperti itu, aku merasakan adanya aura kekecewaan, walaupun tipis. Saat merasakannya, kuanggap bahwa hal itu adalah kekecewaan Carter yang tidak bisa melihat hal menarik atau memalukan dari aku yang mencoba populer —yang cocok sekali dengan sifatnya yang suka mengejekku. Namun, setelah melihat bahwa seorang Carter bisa meneteskan air mata, aku rasa bahwa ada sisi Carter yang belum kuketahui —yang dia sembunyikan.

Apapun itu, aku harap suatu saat nanti, dia bisa terbuka kepadaku. Untuk sekarang...kami berdua hanya bermain, menikmati waktu kami.

"..."

Ketika memikirkan hal ini, aku tidak bisa berhenti tersenyum. Jika melihat diriku bertahun-tahun yang lalu, rasanya sudah banyak yang berubah. Laptopku sekarang ini bagaikan tempat bermain baruku, menggantikan taman dekat rumah yang biasanya selalu aku kunjungi.

Ketika aku mengingat taman tersebut, aku juga mengingat seseorang yang biasanya menemani aku disitu.

Aria...

Namun, setiap kali mengingatnya, aku selalu merasa sedih dan marah di saat yang sama. Aku tidak merindukannya, tetapi aku malah ingin melupakan dirinya.

"Kenapa kamu diam saja, Erno? Apa kamu ingin tidur? Dasar bayi."

Tidak lupa juga Carter yang akan selalu trash talk kapanpun dia menemukan kesempatan untuk melakukannya.

"Jadi, sekarang apa?" tanyaku mengabaikan ejekannya. Tentu saja aku merujuk pada pertemuanku dengan Agnes. Setelah bertemu dengannya, apa yang harus kulakukan?

Carter menjawab, "Terserah kamu."

"Maksudmu?"

"Aku hanya butuh kamu bertemu dengan Agnes. Besok, aku dan dia akan membahas tentang masalahnya. Tentu saja kamu pasti bingung dengan kondisinya. Oleh karena itulah, kamu tidak harus ikut."

"Lalu, kenapa kamu menyuruhku untuk bertemu Agnes sejak awal?"

Carter terdiam sejenak, lalu menjawab, "Aku hanya tidak ingin sendirian."

"Sendirian? Apa kamu bayi?" tentu saja aku tidak akan melewatkan kesempatan untuk mengejek Carter.

Carter tidak memecah keseriusannya, lalu melanjutkan, "Aku yakin kamu pernah berpikiran bahwa dunia ini menakutkan, bukan? Terlalu banyak rahasia yang disimpannya. Cahaya-cahaya yang hanya kita yang bisa melihatnya adalah Sebagian kecil dari rahasia tersebut. Aku selalu ingin mengabaikannya dan hidup normal. Namun, kasus Agnes ini cukup unik. Setidaknya, aku ingin kamu menjadi saksinya."

"..."

Aku tidak bisa berkata apa-apa. Ini adalah sisi baru Carter yang barusan kuketahui. Dari dalam, sebenarnya Carter sama saja seperti aku, yaitu merasa ketakutan. Lalu, apa yang harus kulakukan?

Sepemahamanku, maksud dari Carter ialah, dia hanya ingin teman. Dia tidak ingin aku untuk terlibat secara langsung besok. Berbicara dengan Agnes saja sudah cukup, untuk membangun koneksi. Tetapi...

"Besok aku akan ikut. Aku ingin memahami situasinya. Walaupun besok aku tidak bisa membantu, mungkin kedepannya aku akan bisa."

Itulah jawabanku.

Seperti berjalan ke dalam gua yang sangat gelap. Setidaknya, aku ingin menemani Carter untuk menyalakan api di dalamnya.

Kami berdua melanjutkan bermain. Kali ini, kami sepakat untuk melawan satu boss lagi. Setelah mengumpulkan beberapa pemain lainnya, kami masuk ke portal dan menunggu loading screen selesai.

"Baiklah, ayo kita selesaikan ini dan segera tidur."

Aku bersemangat untuk menyelesaikan ini dengan cepat lalu tidur. Jika tidak, maka aku akan tidur kurang dari dua jam dan tidak akan bertahan hidup untuk sekolah.

Tepat saat loading screen akan selesai, tiba-tiba Carter bertanya kepadaku, "Erno...Kenapa kamu menyerah?"

***

Pagi hari aku dibangunkan oleh bunyi alarm yang sangat keras. Tidak biasanya aku menggunakan alarm untuk bangun pagi, tapi hari ini adalah pengecualian. Aku mengorbankan jam tidurku demi bermain bersama Carter. Walaupun aku lebih sering bermain sendirian, bermain bersama Carter tidak buruk juga. Itu karena kami berdua akan selalu mengumpat satu sama lain jika melakukan kesalahan.

Aku membuka tirai dan membiarkan cahaya matahari masuk. Kemudian, aku akan membersihkan diri, memakai seragam, memakan sarapan, kemudian berangkat. Aku pikir, tidur 2 jam tidak buruk juga selama mood-ku bagus-bagus saja. Itulah yang aku pikir hingga mood-ku hancur berantakan melihat gantungan baju yang kubuat telah rusak. Tidak rusak parah sih, Cuma salah satu pakunya ada yang terlepas.

"Padahal aku telah susah payah membuatnya..."

Karena itu, sweter putihku terjatuh. Untungnya, lantai kamarku masih terbilang cukup bersih sehingga sweterku tidak terlalu kotor. Aku pikir, sweterku ini tidak perlu dicuci karena masih jarang aku pakai.

Untuk sementara, aku melipat sweterku dan meletakkannya diatas Kasur. Mungkin aku akan memperbaiki gantungan bajuku hari minggu saja. Aku masih terlalu malas untuk meminta yang baru kepada orangtuaku.

Keluar dari kamar, aku segera menuju kamar mandi. Kemudian, langsung bergegas memakai seragamku lalu menuju meja makan.

Seperti biasa, aku memakan sarapan sendirian. Kedua orangtuaku entah kenapa selalu meninggalkan rumah sangat pagi sekali hingga aku jarang sekali menemui mereka berdua. Aku tidak tahu kemana mereka pergi. Masih sangat sulit dipercaya jika mereka masih giat bekerja jika dilihat dari sifat mereka sekarang.

Aku tidak memiliki hubungan yang cukup erat terhadap kedua orangtuaku. Mereka jarang menemui dan bahkan berbicara kepadaku. Karena itulah, aku jadi kurang memperdulikan mereka berdua. Ibuku yang menyediakan sarapan setiap pagi dan juga makan malam sudah cukup bagiku, walaupun aku sering memakannya sendirian.

Hal itu dulu sering membuatku stress. Aku sampai sekarang masih bertanya-tanya, kenapa mereka berdua seperti ini? Ekspresinya mereka yang sangat datar dan juga mereka yang jarang berbicara itu membuatku sering kali kesepian. Apakah aku yang salah, ataukah ada hal lain yang menyebabkannya?

Aku sering sekali ingin mengetahui tentang mereka berdua, tetapi menyerah di tengah jalan. Berusaha memahami emosi mereka berdua itu bagaikan membedakan bintang-bintang di langit yang cahaya sudah redup. Mungkin orang yang sudah ahli bisa membedakannya, tetapi aku hanyalah anak kecil waktu itu. Walaupun begitu, aku masih kesulitan apa yang mereka rasakan setiap saat. Dari semua emosi yang kurasakan dari orang-orang, mereka berdua lah yang rasanya paling hampa.

Aku sendiri sampai bingung, apakah kemampuanku ini yang dapat membaca emosi orang lain berasal dari kerja kerasku selama ini yang berusaha membaca emosi kedua orangtuaku, ataukah dari kemampuan supernatural yang kudapatkan?

"Setidaknya, aku masih bisa makan." Itulah jawabanku terhadap setiap pertanyaan mengenai kedua orangtuaku sendiri.

***

Author's note :

Kali ini jauh lebih pendek. Top kek.

Chapter selanjutnya adalah konfrontasi dengan Agnes.

Next update : 25/10/2020

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
IDENTITAS
3      3     0     
Short Story
Sosoknya sangat kuat, positif dan merupakan tipeku. Tapi, aku tak bisa membiarkannya masuk dan mengambilku. Aku masih tidak rela menjangkaunya dan membiarkan dirinya mengendalikanku.
Petualang yang bukan petualang
10      1     0     
Fantasy
Bercerita tentang seorang pemuda malas bernama Ryuunosuke kotaro yang hanya mau melakukan kegiatan sesuka kehendak nya sendiri, tetapi semua itu berubah ketika ada kejadian yang mencekam didesa nya dan mengharuskan dia menjadi seorang petualang walupun dia tak pernah bermimpi atau bercita cita menjadi seorang petualang. Dia tidaklah sendirian, dia memiliki sebuah party yang berisi petualang pemul...
Berawal Dari Sosmed
375      288     3     
Short Story
Followback yang merubah semuanya
Pulpen Cinta Adik Kelas
5      4     0     
Romance
Segaf tak tahu, pulpen yang ia pinjam menyimpan banyak rahasia. Di pertemuan pertama dengan pemilik pulpen itu, Segaf harus menanggung malu, jatuh di koridor sekolah karena ulah adik kelasnya. Sejak hari itu, Segaf harus dibuat tak tenang, karena pertemuannya dengan Clarisa, membawa ia kepada kenyataan bahwa Clarisa bukanlah gadis baik seperti yang ia kenal. --- Ikut campur tidak, ka...
Jalan Yang Kau Pilih
15      6     0     
Romance
Berkisah tentang seorang ayah tunggal yang mengurus anaknya seorang diri. Ayah yang sebelumnya seorang militer kini beralih profesi menjadi seorang pemilik kafe. Dia bertemu dengan wanita yang adalah wali kelas anaknya. Terlebih lagi, mereka adalah tetangga dan anaknya menyukai wali kelasnya itu.
Ketika Kita Berdua
343      47     0     
Romance
Raya, seorang penulis yang telah puluhan kali ditolak naskahnya oleh penerbit, tiba-tiba mendapat tawaran menulis buku dengan tenggat waktu 3 bulan dari penerbit baru yang dipimpin oleh Aldo, dengan syarat dirinya harus fokus pada proyek ini dan tinggal sementara di mess kantor penerbitan. Dia harus meninggalkan bisnis miliknya dan melupakan perasaannya pada Radit yang ketahuan bermesraan dengan ...
My Noona
13      12     0     
Romance
Ini bukan cinta segitiga atau bahkan segi empat. Ini adalah garis linear. Kina memendam perasaan pada Gio, sahabat masa kecilnya. Sayangnya, Gio tergila-gila pada Freya, tetangga apartemennya yang 5 tahun lebih tua. Freya sendiri tak bisa melepaskan dirinya dari Brandon, pengacara mapan yang sudah 7 tahun dia pacariwalaupun Brandon sebenarnya tidak pernah menganggap Freya lebih dari kucing peliha...
SILENT
45      4     0     
Romance
Tidak semua kata di dunia perlu diucapkan. Pun tidak semua makna di dalamnya perlu tersampaikan. Maka, aku memilih diam dalam semua keramaian ini. Bagiku, diamku, menyelamatkan hatiku, menyelamatkan jiwaku, menyelamatkan persahabatanku dan menyelamatkan aku dari semua hal yang tidak mungkin bisa aku hadapi sendirian, tanpa mereka. Namun satu hal, aku tidak bisa menyelamatkan rasa ini... M...
Love after die
3      3     0     
Short Story
"Mati" Adalah satu kata yang sangat ditakuti oleh seluruh makhluk yang bernyawa, tak terkecuali manusia. Semua yang bernyawa,pasti akan mati... Hanya waktu saja,yang membawa kita mendekat pada kematian.. Tapi berbeda dengan dua orang ini, mereka masih diberi kesempatan untuk hidup oleh Dmitri, sang malaikat kematian. Tapi hanya 40 hari... Waktu yang selalu kita anggap ...
Rindu
4      4     0     
Romance
Ketika rindu mengetuk hatimu, tapi yang dirindukan membuat bingung dirimu.