Langit pagi selalu menjadi teman terbaik bagi Raka. Duduk di beranda rumahnya, dia menyesap kopi hitam yang selalu diseduh tanpa gula. Rasanya pahit, tapi itu yang dia suka—karena menurutnya, hidup pun sering begitu.
Namun, pagi ini terasa berbeda. Di seberang jalan, seorang gadis dengan kamera di tangan tampak sibuk memotret bunga liar di pinggir trotoar. Rambutnya diikat tinggi, wajahnya serius, dan setiap jepretan terdengar seperti harmoni kecil di telinga Raka.
Penasaran, Raka mendekat. "Bunganya menarik ya?" tanyanya sambil menunjuk bunga kecil berwarna kuning yang dipotret si gadis.
Gadis itu menoleh, tersenyum tipis. "Iya. Kadang keindahan ada di tempat yang tidak kita duga."
Raka mengangguk, terpesona oleh cara gadis itu berbicara. “Kamu suka bunga?”
Gadis itu tertawa kecil. “Aku lebih suka cerita di balik bunga-bunga ini. Mereka tumbuh meski di tempat yang keras, di antara beton dan debu.”
Itu adalah awal dari percakapan panjang yang mengisi pagi Raka. Gadis itu bernama Lila, seorang fotografer yang sedang mencari inspirasi untuk proyek barunya. Dari obrolan singkat itu, Raka belajar bahwa Lila melihat dunia dengan cara yang sangat berbeda—lebih sederhana, lebih jujur.
Hari-hari berikutnya, Raka dan Lila semakin sering bertemu. Mereka berbicara tentang banyak hal, dari kopi hingga mimpi-mimpi kecil yang sering diabaikan orang. Di bawah langit pagi yang sama, mereka mulai membangun kisah mereka sendiri—kisah tentang bagaimana dua orang yang berbeda bisa saling melengkapi. ini adalah tambahan kata