Read More >>"> MISUSER
Loading...
Logo TinLit
Read Story - MISUSER
MENU
About Us  

“Aku tidak bisa mendengarmu Mei, sinyalnya jelek. Kita bicarakan saja nanti,” aku mengakhiri panggilan di ponsel lalu berlari menuju halte bus yang terlihat sesak.

Dering ponsel kembali berbunyi ketika aku berhasil duduk di dalam bus, aku mengangkat panggilan itu dan mendengar gemerisik ketika Mei berbicara.

“Baiklah, aku akan menemanimu belanja. Tapi jangan lupa mentraktirku,” jawabku setelah Mei mengutarakan keinginannya.

Mei mendengus sambil tertawa, “Baiklah, besok aku akan menjemputmu jam 12. Kau harus sudah siap oke!”

Aku menggumam dan mematikan ponsel.

***

Aku tinggal di lantai tiga apertemen kecil yang cukup jauh dari pusat kota. Dari jendela yang langsung menghadap ke jalanan, kulihat mobil VW Beetle berwarna biru terparkir di pinggir trotoar dan mendapati Mei bersandar di badan mobilnya, dia menyentuh beberapa kali layar ponsel yang dipegangnya. Kurasa dia akan meneleponku. Terdengar sebuah suara di belakangku ketika aku mengunci pintu.

“Selamat pagi Naya, pergi kuliah?”

Senyumku mengembang melihat penghuni apertemen sebelahku yang menjinjing kantong plastik besar di kedua tangannya, seperti akan membuang sampah. Andy, laki-laki muda yang ramah, tampan dan dia seorang polisi. Waw! Meskipun begitu aku tak pernah melihatnya memakai seragam.

“Semalat pagi Andy. Tidak, hanya pergi jalan-jalan,” jawabku semangat, berbicara dengan Andy selalu terasa menyenangkan  

“Baiklah, hati-hati!” jawabnya sambil mengangkat sedikit tangannya yang menjinjing kantong plastik.

Aku mengangguk dan menuruni tangga.

Hari Kamis, ketika cahaya matahari menyinari pagi. Tujuh belas kilometer dari tempatku saat ini, aku dan Mei dihadapkan pada kejadian yang jika kami mengetahui sebelumnya, kurasa  kami mungkin akan menghabiskan waktu di rumah masing-masing.

Selama perjalanan pulang, kami membicarakan banyak hal, soal kuliah, model baju tebaru hingga teman satu kampus yang populer. Aku tidak mengerti, bahkan dalam kondisi sedang mengemudi pun Mei mampu berbicara banyak. Tiba-tiba ia terpekik pelan, matanya berbinar-binar melihat lenganku seolah menemukan sebongkah emas.

“Jam tangan keren Nay. Kapan-kapan minjam ya.”

Saat itu mobil mulai menyusuri jalan yang meninggalkan kota, kami sedang menyanyi  diiringi lagu dari radio ketika tiba-tiba Mei menjerit dan mengerem mobilnya dengan sekuat tenaga, belum sempat aku mengetahui apa yang terjadi, kesadaranku hilang.

Aku terbangun dalam keadaan mobil yang berantakan, kantong belanjaan berhamburan di mana-mana. Di sebelahku Mei jatuh pingsan dengan kening berdarah. Aku berusaha membangunkannya ketika sesosok laki-laki ber-hoodie hitam yang entah darimana asalnya mendekati mobil.

 “Sudah bangun ya? Jangan berbuat apa-apa atau temanmu akan mati,” Ancamnya kemudian pergi memungut sesuatu di depan mobil yang membuat napasku tertahan, dia menyeret seekor anjing besar yang mati bersimbah darah dan menyimpannya di dekat pohon tidak jauh dari trotoar.

Demi Tuhan, apa yang harus kulakukan dan apa yang diinginkan laki-laki itu?

Jantungku berdetak cepat. Kepanikan membuatku tidak bisa berpikir jernih, aku menggeliat dan mengambil ponsel Mei di dasbor, lalu menggerutu karena habis baterai.

Kulihat sosok hitam itu menyadari tingkahku dan kembali mendekati mobil. Ketika posisinya tepat di depan jendela, dia meletakkan telunjuknya di bibir seperti menyuruhku diam, tapi aku tidak yakin. Kulihat sekilas warna matanya, abu-abu. Jenis mata yang langka di daerahku. Rasanya aku pernah melihatnya, dimana? Tiba-tiba kerutan di keningku menghilang dan aku terkesiap.

4 hari sebelumnya.

Aku sedang bergelung di balik selimut ketika interkom berbunyi, aku menggeliat sambil menggerutu. Siapa yang berani mengganggu minggu pagi ku? Tanpa peduli dengan penampilanku yang pastinya sangat mengerikan, kubuka pintu dan mendapati seorang laki-laki rmuda berstelan jas hitam sedang tersenyum.

“Selamat pagi Naya,”

Alisku terangkat. Siapa laki-laki ini? Waw dia sangat memesona dengan mata abunya.

“Pak Haris memberikan ini padamu,” Katanya sambil menyodorkan kantong kecil berwarna hitam yang sangat elegan.

Ah, pasti suruhan ayahku. Batinku dalam hati. Aku menerima benda itu dan tersenyum “Terima kasih,”

“Baiklah Naya. Aku pamit dulu, maaf karena telah mengganggu waktumu,” Katanya tersenyum sangat manis, lalu dengan langkah yang lebar pergi menjauh.

Kubuka kantong kecil dan mendapati kotak beludru yang isinya membuat mataku membulat. Jam tangan bermerk keluaran terbaru yang pasti harganya sangat mahal. Sebelah tanganku membekap mulut ketika membaca tulisan di secarik kertas yang terselip.

Selamat ulang tahun Naya-ku! Maaf karena ayah tidak bisa merayakannya bersamamu.

***

Satu menit terasa seperti beberapa jam.

Dengan susah payah, tanpa mengalihkan perhatian laki-laki ber-hoodie hitam itu, kuambil tas di belakang kursi dan menemukan ponselku, dengan segera kuhubungi nomor darurat polisi.

Tersambung. Terdengar suara operator di ujung telepon, dengan suara bergetar aku berbisik, “Tolong, kami ditahan seseorang yang tidak dikenal. Kami berada di...”

Tiba-tiba sosok hitam itu kembali mendekati mobil, tangan kanannya memegang tongkat golf, sedangkan tangan lainnya menempelkan ponsel ke telinga. Mata abunya menyala, tidak pernah aku melihat seseorang semarah itu. Sosoknya semakin dekat sehingga aku bisa mendengar suara gemerisik di ponselnya yang entah mengapa terdengar sama dengan suara di ponsel yang ku pegang.

Saat itu, ketika ia hendak melayangkan tongkat golf ke jendela mobil. Aku menyadari sesuatu, soal gemerisik di ponselku yang sangat mengganggu belakangan hari. Sial! Ponselku disadap!

***

Suara sirine membangunkanku, aku pingsan untuk kedua kalinya. Tubuhku berlumuran darah dipenuhi serpihan kaca jendela mobil, kondisiku jauh lebih baik dibandingkan dengan Mei yang belum sadarkan diri, wajahnya memar dan berdarah.  Aku tidak bisa membayangkan jika Mei tidak akan sadar lagi. Suara sirine semakin jelas ketika tiba-tiba terdengar suara dari ponselku yang entah di mana “Kau selamat kali ini Naya, sampai jumpa lagi.” Diakhiri gemerisik yang membuatku menggeram marah.

Apa salahku?

Meski samar, kulihat beberapa orang mendekati mobil dengan tergesa-gesa, salah satu di antaranya Andy yang langsung membuka pintu mobil.

“Aya, aku langsung tahu ketika nomormu menelepon polisi, kau mengambil tindakan yang benar. Aku bersyukur kau selamat,” Katanya setelah aku dan Mei berada di dalam ambulans.

Di sana, di antara gerombolan orang yang sibuk mengidentifikasi mobil dan bercak darah di jalanan, aku melihat sosok hitam tadi, sedang tersenyum kepadaku dan lagi-lagi menyimpan telunjuknya di bibir seolah berkata: Kau tidak akan lolos.

 

Beberapa hari setelahnya

Jam dinding di kamarku menunjukkan angka 1 ketika suara interkom berbunyi, aku menghampiri pintu sambil terseok-seok, luka di tubuhku membaik, tapi aku masih belum bisa bergerak cepat. Omong-omong Mei sudah sadar, namun masih butuh pemulihan di rumah sakit. Ketika dia sadar, kalimat pertama yang dikeluarkannya membuatku sedikit lega. “Nay, di mana belanjaan kami?” Untungnya ia tidak sempat melihat aksi si laki-laki bermata abu itu.

Aku melihat Andy dan seorang perempuan berambut pendek yang langsung memperlihatkan lencana kepolisiannya

“Silahkan masuk.”

Aku menjelaskan pertanyaan Andy tentang sosok bermata abu-abu. Dimulai ketika ia mengantarkan hadiah dari ayah, kejadian Mei yang tiba-tiba mengerem karena menabrak seekor anjing, tentang ponselku yang disadap sampai ketika ia melayangkan tongkat golf ke kaca mobil.

Perempuan berambut pendek mengerutkan kening “Bolehkah aku melihat hadiah itu?”

Aku mengangguk dan mengambil jam tangan di meja nakas dekat ranjang, aku tidak bisa untuk tidak tersenyum ketika perempuan itu berseru “Ini jam tangan mahal.”

“Ayahku yang memberikannya, tapi aku tidak tahu kenapa laki-laki itu yang mengantarkannya.”

Kulihat Andy membuka penutup mesin jam tangan, raut wajahnya terlihat kaget ketika mengeluarkan sebuah benda yang sangat kecil dan memperlihatkannya kepadaku.

Wajah tidak mengertiku segera terbaca oleh perempuan berambut pendek. “Dia menyimpan penyadap di jam tanganmu. Ini mengerikan.”

“Ponsel dan jam tanganmu telah disadap. Tapi satu yang tidak kumengerti, apa motifnya melakukan ini?” tanya Andy lebih pada dirinya sendiri.

“Kurasa itulah yang harus kami selidiki. Mulai saat ini kau harus lebih berhati-hati Naya. Tapi kami pastikan, kau aman. Mengingat apartemen Andy ada di sebelahmu.” Ujar perempuan berambut pendek sambil tersenyum geli.

Tags: mystery

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 1 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • RismaKarisma

    Daebaaak :*

  • dilanan

    Iya betul, ceritanya menarik. Tapi kenapa gantung ya? Lebih baik dilanjutkan saja. Terimakasih.

  • UNEAfra

    Ceritanya menarik. Tapi bingung karena endingnya kaya ngegantung

Similar Tags
The Cherlones Mysteries (sudah terbit)
53      24     0     
Mystery
Chester Lombardo dan Cheryl Craft tidak pernah menyangka kalau pembunuhan trilyuner Brandon Cherlone akan mengubah hidup mereka untuk selamanya. Selain bertemu dengan tiga sosok keluarga Cherlone yaitu Don, Sarron, dan Farah, mereka juga ikut menyingkap berbagai misteri dahsyat di dalam keluarga tersebut, selama 12 jam. Cerita ini menjadi pembuka kisah perdana dari Duo Future Detective Series ya...
SOLITUDE
11      4     0     
Mystery
Lelaki tampan, atau gentleman? Cecilia tidak pernah menyangka keduanya menyimpan rahasia dibalik koma lima tahunnya. Siapa yang harus Cecilia percaya?
Save Me
4      4     0     
Short Story
Terjebak janji masa lalu. Wendy terus menerus dihantui seorang pria yang meminta bantuan padanya lewat mimpi. Anehnya, Wendy merasa ia mengenal pria itu mesipun ia tak tahu siapa sebenarnya pria yang selalu mucul dalam mimpinya belakangan itu. Siapakah pria itu sebenarnya?dan sanggupkah Wendy menyelamatkannya meski tak tahu apa yang sedang terjadi?
Ternyata...
5      5     0     
Short Story
Kehidupan itu memang penuh misteri. Takdir yang mengantar kita kemanapun kita menuju. Kau harus percaya itu dan aku akan percaya itu. - Rey
Reflection
5      5     0     
Short Story
Ketika melihat namun, tak mampu melakukan apapun
Gue Mau Hidup Lagi
4      4     0     
Short Story
Bukan kisah pilu Diandra yang dua kali gagal bercinta. Bukan kisah manisnya setelah bangkit dari patah hati. Lirik kesamping, ada sosok bernama Rima yang sibuk mencari sesosok lain. Bisakah ia hidup lagi?
Good Art of Playing Feeling
2      2     0     
Short Story
Perkenalan York, seorang ahli farmasi Universitas Johns Hopskins, dengan Darren, seorang calon pewaris perusahaan internasional berbasis di Hongkong, membuka sebuah kisah cinta baru. Tanpa sepengetahuan Darren, York mempunyai sebuah ikrar setia yang diucapkan di depan mendiang ayahnya ketika masih hidup, yang akan menyeret Darren ke dalam nasib buruk. Bagaimana seharusnya mereka menjalin cinta...
CAMERA : Captured in A Photo
12      6     0     
Mystery
Aria, anak tak bergender yang berstatus 'wanted' di dalam negara. Dianne, wanita penculik yang dikejar-kejar aparat penegak hukum dari luar negara. Dean, pak tua penjaga toko manisan kuno di desa sebelah. Rei, murid biasa yang bersekolah di sudut Kota Tua. Empat insan yang tidak pernah melihat satu sama lainnya ini mendapati benang takdir mereka dikusutkan sang fotografer misteri. ...
The More Cherlones Mysteries (Story Behind)
186      40     0     
Mystery
Melanjutkan The Cherlones Mysteries sebagai pembuka dwilogi, The More Cherlones Mysteries memberikan konklusi terhadap semua misteri yang menyelimuti keluarga besar Cherlone. Si kembar Chester dan Cheryl membantu usaha keras penyelidikan kedua pihak kepolisian global yang bertugas, yaitu SARBI (South Asian Region Bureau Investigation) dan ERBI (Europe Region Bureau Investigation). Gimana hasiln...
An Angel of Death
4      3     0     
Short Story
Apa kau pernah merasa terjebak dalam mimpi? Aku pernah. Dan jika kau membaca ini, itu artinya kau ikut terjebak bersamaku.