Read More >>"> Kala Senja (Di Bawah Guyuran Hujan) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kala Senja
MENU
About Us  

Hai....

Kembali lagi denganku. Tadi siang, ketika aku sedang melihat cerita-cerita di sini, ternyata readers dari ceritaku sudah 200. Wah!!! Aku cukup terkejut sebab tidak menyangka bisa secepat itu naiknya. 

Tulisanku masih jauh dari kata bagus, tapi semoga memang bisa menghibur. Bisa memberikan nostalgia sepintas ketika kita masih dalam balutan putih-abu, atau menjadi penyemangat bagi si pandai menyembunyikan perasaan pada gebetan. 

Terimakasih untuk dukungan teman-teman. Aku cukup terharu melihat banyaknya orang baik hati yang mau membaca karyaku yang pertama ini.

Selamat membaca

Cheers,

SR

.

.

.

.

 

Menjelang UTS, aku sering belajar bareng dengan Adi hampir setiap hari sepulang sekolah. Aku tidak berambisi untuk menjadi juara 1 atau meraih nilai yang tertinggi dari setiap mata pelajaran, aku hanya ingin cari aman karena jurusan IPA tidak semudah yang kukira.

“Beres ini kamu kemana Sya?” tanya Adi ketika kami baru selesai belajar bareng.

Aku memasukkan buku yang tadi kami pelajari dan mengeluarkan buku absensi. “Aku masih harus rekap absen dulu, Di,” jawabku.

“Oh. Mau aku temenin?” tanya Adi.

“Gak usah kamu harus nonton drama Korea juga kan?” tanyaku menggoda Adi.

Adi terlihat tersipu malu. “Janji ya ini rahasia kita?”

“Iya. Tenang aja, tapi aku gak bisa mastiin kalau kamu bisa berhasil dapetin Prisil. Dia mah gitu orangnya, susah buka hati sama orang.”

Adi mengangguk. Ia menggendong tasnya, “Aku duluan atuh Sya, hati-hati,” pamit Adi.

“Kamu juga, makasih udah di ajarin terus,” kataku.

Anytime, Sya.”

Begitu Adi keluar kelas, aku benar-benar sendiri sekarang. Jika kalian bertanya mengenai percakapanku dengan Adi tadi. Iya benar, Adi suka sama Prisil, dan ia ingin PDKT dengan gadis itu. Aku setuju soal keinginan Adi, dia laki-laki baik, dan menurutku mereka memang cocok.

Kadang cinta bisa membuatmu melakukan sesuatu di luar batas kenormalanmu. Contohnya, si hobi belajar yang belakangan merubah haluan menjadi penonton setia drama Korea. Cinta itu bisa melakukan banyak hal, bahkan yang kesannya aneh atau di luar dugaan sama sekali.

Sore itu cuaca mendung di Bandung. Garis jingga yang biasa menjadi penghalang antar siang dan malam tak terlihat keberadaannya. Angin sedikit demi sedikit merayu dahan pohon agar mau melepas dedaunan untuk di bawa olehnya. Perlahan namun pasti, cuaca dingin bahkan menerobos masuk lewat sela-sela ventilasi dan membuat seluruh ruangan menjadi tidak sehangat biasanya.

Aku menahan hawa dingin itu dan terus mencatat absensi yang hampir selesai, juga merapikan surat-surat agar Bu Tira bisa dengan mudah melihat surat ijin yang masuk seminggu ini.

Aku merasa seseorang masuk dan duduk di hadapanku selama aku mencatat absensi. Saking terlalu fokusnya, aku tidak tahu apakah itu hanya perasaanku atau memang benar adanya seseorang sedang berada di hadapanku. Lalu aku melihat ke depan, mataku terpaku padanya. Sosok yang seperti di kirim senja untuk selalu hadir di hadapanku. Yang kini, wajahnya seperti tengah menyimpan sesuatu.

Entah rasa sedih, marah, atau kecewa. Yang tak bisa dengan jelas aku simpulkan. Karena lagi-lagi, yang untuk pertama kalinya, ia menampilkan ekspresi wajah yang tak biasa padaku.

“Davi,” panggilku.

Ia diam dan tak berniat menjawab sapaanku. Ia justru melihat ke arah buku absensi. “Masih lama?” tanyanya tanpa memandang ke arahku.

“Se-sebentar lagi,” kataku gugup. Kali ini bukan gugup karena ia adalah Davi, tapi rasa lain yang membuatku takut menjadi salah di hadapannya.

Mengabaikan kehadiran Davi yang membuatku penuh tanda tanya, aku kembali membereskan tugasku sebelum hujan benar-benar turun nantinya.

Kesunyian adalah mati, menghentikan waktu dan melambatkan rotasi. Mengekang ruang lebar menjadi sempit dan tak berjarak. Kesunyian adalah ketika aku bersamamu, namun rasanya kita terhalang dinding besar tak kasat mata. Tak mudah terlihat namun kuat terasa. Aku selalu menikmati bersama Davi, tapi tidak dengannya dalam rasa sunyi yang mencekik.

Hingga aku selesai merekap absen, aku merapikan barang bawaanku ke dalam tas. Mengambil buku absensi untuk di simpan di atas meja Bu Tira sebelum keluar dari gedung sekolah. Tentu Davi mengikutiku dari belakang dengan sunyinya.

Ingin kubertanya banyak hal padanya, tapi suasana hatinya sedang tidak baik, dan aku lagi-lagi diterkam ketakutan.

Hujan turun dengan derasnya begitu kami sampai di depan gerbang sekolah. Dingin merambat masuk menyentuh setiap inci kulitku. Kami terjebak di deras hujan hari ini. Davi menghela napas dan duduk di salah satu dinding pembatas koridor yang difungsikan sebagai kursi bagi para siswa. Aku mengikuti Davi dan duduk tak jauh darinya. Menunggu hujan deras ini janganlah berharap secepat mungkin ia akan reda.

Lagi. Sunyi itu melanda kami, mencekikku hingga sulit untuk bernapas dengan bebas. Davi berbeda dari biasanya, ia seakan menyimpan banyak hal yang terbendung sangat dalam hingga aku ketakutan walau sekedar bertanya ‘ada apa?’

“Tasya dari kemarin-kemarin belajar bareng Adi ya?” tanya Davi.

Aku melihat ke arahnya lalu mengangguk. Hampir satu kelas aku ajak untuk belajar bareng sepulang sekolah, dan hampir semuanya tidak ikut kami, begitu pun dengan Davi. Akhir-akhir ini ia sibuk karena membantu band kelas tiga untuk latihan. Fakta baru tentang Davi, ia jago nyanyi. Pernah satu kali aku tak sengaja mendengarnya bernyanyi di dalam kelas sewaktu istirahat. Tahu bagaimana hatiku? Melompat-lompat kegirangan ingin keluar dari rongga dada.

“Davi masih bantuin band kelas tiga?” tanyaku kemudian.

Giliran Davi yang mengangguk.

"Sebentar lagi. Band kelas tiga harus manggung di salah satu acara, untuk terakhir kali sebelum mereka fokus UN. Studio yang biasa mereka pakai buat latihan terlalu jauh. Jadi mereka minta bantuan aku supaya Kakakku ngijinin mereka pakai studionya," terang Davi.

"Kakak Davi punya studio band?" tanyaku.

"Punya Papahku sebenarnya, cuma sering dipakai Kakakku sama anak bandnya di kampus," jawab Davi.

Dari cerita Davi, sepertinya keluarga Davi memiliki darah seni yang tinggi. Davi jago nyanyi, ayahnya memiliki studio band, dan kakaknya punya band di kampusnya. Keren! Davi semakin sempurna di mataku, dan semakin jelas jarak diantara kami.

"Tasya," kata Davi memanggilku. Aku melihat ke arahnya. "Boleh aku minta sesuatu?"

Aku mengangguk.

"Boleh hari ini jadi hari terakhir kamu belajar bareng sama Adi?"

Aku mengerutkan keningku tak mengerti. "Kenapa? Ujiannya masih seminggu lagi, aku masih punya waktu buat belajar bareng Adi. Penjelasan Adi lebih mudah dipahami soalnya."

Davi tak bergeming sesaat, sementara aku diliputi kebingungan tentang permintaannya. Apa ada yang salah ya?

"Akhir-akhir ini lingkungan sekolah kita lagi gak aman. Ada orang aneh yang sering berkeliaran di sekolah. Aku takut ada apa-apa sama kamu."

"Oh ya?" Aku baru tahu ada berita seperti itu.

Davi mengangguk. "Aku sibuk sama anak kelas tiga. Jadinya kita jarang pulang bareng, takutnya ada apa-apa sama kamu. Apalagi kemarin-kemarin kamu selalu pulang sore."

Aku sempat tersipu malu saat itu, Davi selalu baik padaku dan kutafsir berlebihan tentang perhatiannya padaku. Sesaat, aku ingin Davi hanya baik padaku untuk seterusnya, mengkhawatirkan hanya diriku seorang. Pokoknya semua tentangku.

Tapi mimpi hanyalah mimpi, kesenggangan terbesar dengan dunia nyata yang terus-terus menamparku hingga aku tersadar kembali. Davi baik pada semua orang, dan hal itu kadang menghalangiku sendiri.

"Davi gak usah khawatir, aku gak akan pulang sore-sore kok. Nanti aku bilang Adi biar belajarnya gak terlalu lama," kataku meyakinkannya.

Bagaimanapun, raut wajah Davi tak berubah sama sekali. Atau mungkin ini murni perasaanku saja. Tapi jika aku boleh sombong, rasanya Davi memang sedang tidak berada dalam kondisi baik hari ini. Seperti ada hal lain yang masih ia pendam dan urung diutarakan hingga aku menjadi bertanya-tanya ada apa dengannya.

~KALA SENJA~

Hujan tak mau reda. Meski tidak sederas sebelumnya, tapi guyuran air hujan itu tetap akan membuatmu basah jika tidak berada di bawah payung. Hari sudah larut malam, sedikit lebih lama lagi di sekolah, kami berdua akan benar-benar terjebak di sekolah semalaman karena angkutan umum sudah tidak ada lagi.

Benar. Kami berdua, aku dan Davi. Ia sedang tidak membawa kendaraan hari ini dan berakhir terjebak denganku di sekolah.

“Kayaknya kita terobos aja hujannya. Kalau kemalaman angkotnya keburu gak ada,” usulku.

Aku bersiap-siap. Menyimpan ponselku dulu ke dalam tas agar tidak kebasahan. Tak apalah seragamku basah, toh besok aku pakai seragam yang berbeda.

Saat aku hendak menerobos guyuran hujan itu, Davi menahan lenganku. Membuatku lagi-lagi harus kembali menatap ke arahnya.

“Kamu bakal kebasahan kalau gitu,” katanya.

Davi mendekat ke arahku. Tasnya ia gunakan untuk memayungiku yang notabene lebih pendek darinya hingga Davi bisa dengan mudah memayungiku.

“Justru nanti kamu yang basah,” kataku melihat Davi yang dengan sukarela memayungiku. Terlebih, jarak kami terlalu dekat membuat jantungku tidak berdetak secara normal kembali.

“Gak apa-apa, aku kan cowo. Tugas aku lindungin kamu.”

Tangannya yang lain memegangi lenganku, dan dalam guyuran hujan kala itu, aku bisa merasakan suara hembusan napas Davi yang sedikit terengah-engah karena langkah kami yang terburu-buru. Ia memegangi lenganku cukup kencang, dan menahanku ketika aku hampir terpeleset disebabkan jalanan yang licin.

Sekilas aku menengadah melihat wajah Davi yang kurang dari limapuluh senti itu. Tinggiku memang sebatas dadanya, atau mungkin sekarang lebih rendah dari itu. Wajahnya terlihat tenang meski sebenarnya ia sedang memperhatikan langkah di depan kami. Tapi tatapanku terpaku padanya, mengabaikan apa yang ada di depan sana.

Samar-samar aku pun bisa mendengar degup jantung Davi. Yang tidak setenang wajahnya. Aku menyentuh dadaku sendiri, diam-diam menyelaraskan denyut jantung Davi dengan denyut jantungku. Mula-mula tak sama. Lambat laun, pada satu waktu, aku bisa mendengar bagaimana degup jantung Davi bisa beradu sama dengan degup jantungku.

Bagi Davi itu degup jantung yang bekerja keras karena berjalan tergesa-gesa dari guyuran hujan. Lain bagiku, ini degup jantung yang disebabkan oleh kedekatan yang tak pernah kuduga sebelumnya. Benar kataku, cinta itu bisa tak terduga, tak masuk akal, dan membuat seseorang berbuat hal yang tidak normal dari biasanya. Sepertiku kini, menyelaraskan degup jantung kami berdua di tengah hujannya Kota Bandung kala itu.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • zufniviandhany24

    ka jangan lupa mampir untuk bantu vote ceritaku https://tinlit.com/view_story/1078/1256

    Comment on chapter Satu Kelas
Similar Tags
Breakeven
273      198     0     
Romance
Poin 6 Pihak kedua dilarang memiliki perasaan lebih pada pihak pertama, atau dalam bahasa jelasnya menyukai bahkan mencintai pihak pertama. Apabila hal ini terjadi, maka perjanjian ini selesai dan semua perjanjian tidak lagi berlaku. "Cih! Lo kira gue mau jatuh cinta sama cowok kayak lo?" "Who knows?" jawab Galaksi, mengedikkan bahunya. "Gimana kalo malah lo duluan ...
STORY ABOUT THREE BOYS AND A MAN
415      194     0     
Romance
Kehidupan Perkasa Bagus Hartawan, atau biasa disapa Bagus, kadang tidak sesuai dengan namanya. Cintanya dikhianati oleh gadis yang dikejar sampai ke Osaka, Jepang. Belum lagi, dia punya orang tua yang super konyol. Papinya. Dia adalah manusia paling happy sedunia, sekaligus paling tidak masuk akal. Bagus adalah anak pertama, tentu saja dia menjadi panutan bagi kedua adiknya- Anggun dan Faiz. Pan...
Just Me [Completed]
763      351     0     
Romance
Gadis cantik bersifat tomboy itu adalah Viola dia biasa dipanggil Ola, dibalik sifatnya yang tomboy dia menyimpan duka yang teramat dalam yang hanya keluarganya yang dia tahu dia tidak ingin orang-orang khawatir berlebihan tentang kondisinya. dia anak yang pintar maka dari itu dia bisa sekolah di Amerika, tapi karena kondisinya sekarang dia harus pindah ke Jakarta lagi semenjak ia sekolah di Ja...
Rasa Cinta dan Sakit
11      11     0     
Short Story
Shely Arian Xanzani adalah siswa SMA yang sering menjadi sasaran bully. Meski dia bisa melawan, Shely memilih untuk diam saja karena tak mau menciptakan masalah baru. Suatu hari ketika Shely di bully dan ditinggalkan begitu saja di halaman belakan sekolah, tanpa di duga ada seorang lelaki yang datang tiba-tiba menemani Shely yang sedang berisitirahat. Sang gadis sangat terkejut dan merasa aneh...
From Ace Heart Soul
9      8     0     
Short Story
Ace sudah memperkirakan hal apa yang akan dikatakan oleh Gilang, sahabat masa kecilnya. Bahkan, ia sampai rela memesan ojek online untuk memenuhi panggilan cowok itu. Namun, ketika Ace semakin tinggi di puncak harapan, kalimat akhir dari Gilang sukses membuatnya terkejut bukan main.
HADIAH PALING BERHARGA
376      262     4     
Short Story
Seorang wanita yang tidak bisa menerima kenyataan, keharmonisannya berubah menjadi kebencian, sebuah hadiah yang mengubah semua hal tentangnya .
The Black Hummingbird [PUBLISHING IN PROCESS]
475      214     0     
Mystery
Rhea tidal tahu siapa orang yang menerornya. Tapi semakin lama orang itu semakin berani. Satu persatu teman Rhea berjatuhan. Siapa dia sebenarnya? Apa yang mereka inginkan darinya?
Bimasakti dan Antariksa
7      7     0     
Romance
Romance Comedy Story Antariksa Aira Crysan Banyak yang bilang 'Witing Tresno Jalaran Soko Kulino'. Cinta tumbuh karena terbiasa. Boro terbiasa yang ada malah apes. Punya rekan kerja yang hobinya ngegombal dan enggak pernah serius. Ditambah orang itu adalah 'MANTAN PACAR PURA-PURANYA' pas kuliah dulu. "Kamu jauh-jauh dari saya!" Bimasakti Airlangga Raditya Banyak yang bila...
Iblis Merah
191      143     0     
Fantasy
Gandi adalah seorang anak yang berasal dari keturunan terkutuk, akibat kutukan tersebut seluruh keluarga gandi mendapatkan kekuatan supranatural. hal itu membuat seluruh keluarganya dapat melihat makhluk gaib dan bahkan melakukan kontak dengan mereka. tapi suatu hari datang sesosok bayangan hitam yang sangat kuat yang membunuh seluruh keluarga gandi tanpa belas kasihan. gandi berhasil selamat dal...
Yang ( Tak ) Di Impikan
350      289     4     
Short Story
Bagaimana rasanya jika hal yang kita tidak suka harus dijalani dengan terpaksa ? Apalagi itu adalah permintaan orangtua, sama seperti yang dilakukan oleh Allysia. Aku melihat Mama dengan maksud “ Ini apa ma, pa ?” tapi papa langsung berkata “ Cepat naik, namamu dipanggil, nanti papa akan jelaskan.” ...