Read More >>"> Suara Kala (1. Hitam) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Suara Kala
MENU
About Us  

“LAZUARDY ABISENA! KEMBALI!”

Sambil tertawa, siswa berseragam SMA itu terus berlari, mengabaikan panggilan laki-laki paruh baya yang sudah ngos-ngosan mengejarnya. Hampir saja ia berhasil melompati tembok belakang sekolah, tapi gagal karena tangan kanan lelaki paruh baya berbaju batik yang mengejarnya berhasil menjepit kuping kanannya.

“Ketangkap kamu! Pasti mau bolos lagi.”

“Aduh, ampun, Pak. Sakit banget gila.”

“Kamu yang gila! Kerjaan cuma bolos tiap hari! Mau jadi koruptor?!”

Elah, apa hubungannya? Bukannya koruptor itu dulunya siswa-siswa cerdas yang bisa kuliah tinggi-tinggi lalu jadi pejabat? Siswa kayak gue sih, masa depannya mungkin bakalan sama kayak orang-orang yang diteriaki ‘copet’ di jalanan.

“Tiap orang bakal jadi orang mati, Pak. Saya, Bapak juga. Gimana kalau Bapak mati setelah menjewer saya dan belum minta maaf ke saya? Dosa ke manusia bisa hilang kalau si pendosa minta maaf langsung ke orangnya loh, Pak.”

“Oh, pantas bolos terus. Sudah pintar kamu, ya, Ardy!” Jeweran di telinga Ardy makin keras dan membuatnya mengaduh.

“Eh, Kana?! Lo ngapain di sini? Mau bolos juga?”

Pak Suprapto, sang guru BK yang sedang menjewer Ardy menoleh mencari pemilik nama yang barusan disebutkan. Alhasil, pemilik telinga yang sedang ia jewer memanfaatkan kelalaiannya.

“Dadah, Bapak!” Ardy tertawa keras sambil mendarat cantik di seberang tembok. Hampir saja menimpa seorang laki-laki berpakain serba hitam—kalau laki-laki itu tidak segera menghindar.

“Halo, Ardy. Glad to meet you. Bagaimana hari-hari kamu? Menyenangkan?”

Alis Ardy mengerut. Diperhatikannya laki-laki di depannya baik-baik. Siapa? Kenapa bisa mengenalnya? Orang suruhan ayahnya kah?

“Lo siapa? Orang suruhan bokap gue?”

“Saya? Perkenalkan, saya Aditya Arsen. Panggil saja Arsen. Nama kita hampir mirip, ‘kan? Saya or—ah, saya makhluk suruhan takdir. Takdirlah yang menyuruh saya mendatangi kamu.”

“Mabok lo!” Ardy tertawa sarkas. Kakinya yang sempat tertahan oleh kehadiran laki-laki bernama Arsen itu ia langkahkan kembali. Sayang, hanya beberapa langkah, karena laki-laki aneh itu mencengkeram lengannya dengan kuat. Ardy ingin meronta. Ingin teriak meminta tolong. Biarlah laki-laki itu menjadi korban amukan massa. Namun, lagi-lagi sayang, tubuhnya tak bisa bergerak. Bahkan lidahnya kaku.

“Apa kamu percaya kalau saya mengatakan bahwa kamu akan meninggal 30 hari lagi?” Laki-laki itu menyunggingkan senyum bengis. Ardy terkesiap selama beberapa saat. Saat tubuhnya mulai bisa bergerak, ia segera menampik tangan laki-laki itu.

“Udah gue duga, lo pasti gelandangan yang lagi mabok. Terjun ke sungai sana biar waras!”

“Saya serius, Lazuardy. Sebaiknya kamu percayai kata-kata saya atau kamu akan menyesal seumur hidup.”

“Serah lo! Gue enggak peduli!” Ardy mendengkus keras-keras. Siapa yang bakal percaya kalau laki-laki asing entah siapa tiba-tiba sok-sok meramal umur kita?

“Kenapa lo ngomel-ngomel? Dapat ceramah dari Pak Tua itu lagi?”

Ardy tersentak. Laki-laki berpakaian serba hitam di depannya lenyap, berganti wajah orang yang amat dikenalnya. Cowok sebayanya yang khas dengan rambut jabrik hijau dan tiga tindik di telinga kiri; Dio.

“Demen amat lo bikin guru kalang-kabut.” Egi, cowok berbaju kuning pudar dan lusuh yang berdiri di samping Dio ikut sumbang suara. Tangannya yang penuh luka lecet dan plester memegang gitar tua.

Ardy mengangkat pundak. Tadi ia halusinasi atau apa? Ah, lo kebanyakan ngisap lem, Dy. Jadi enggak bisa bedain mana nyata mana ilusi, kan!

“Tauk ah.” Ardy menggaruk tengkuk. Sia-sia saja aksi merindingnya saat laki-laki itu meramalkan waktu kematiannya tadi. Toh ternyata cuma halusinasinya sendiri.

“Lo berdua mau ke mana? Gue bosen nih. Di sekolah ceweknya itu-itu aja.”

“Otak lo ya, isinya cewek mulu.” Egy memukul kepala Ardy. “Gue mau ngamen. Dio udah iyain mau ikut. Nah, lo mau ikut juga, enggak?”

“Ngamen mulu. Nyopet kek sekali-kali.” Ardy mendengkus.

“Hasil ngamennya Egi kita pake fly to heaven, Bro,” ucap Dio sembari mengalungkan lengannya ke leher Ardy.

“Ebuset Paduka Ardy dan Paduka Dio, gue yang capek-capek nyanyi, tapi lo berdua mau pake uang hasil jerih payah gue teler-teleran?” Egi bersungut.

“Yodah, gue yang nyanyi. Dio maen gitar. Lo yang sebar topi, Gi,” usul Ardy dengan alis naik-turun. Wajah Egi masam.

“Gue udah pernah denger lo nyanyi ya, Dy. Ogah! Bukannya dikasih uang, nanti kita dibuli, trus direkam, trus masuk medsos, trus—”

“Trus terkenal, diundang di acara TV.” Dio menyela.

Ndasmu!” Egi memberengut.

Dio tertawa. Bermimpi apa salahnya?

Sedang Ardy mematung. Tawanya hanya sampai di kerongkongan. Karena sebelum tawanya terealisasi, matanya menangkap sosok laki-laki berpakaian serba hitam tadi di seberang jalan sana. Jaraknya hanya lima meter dari tempat Ardy berdiri. Laki-laki itu menyeringai, dengan isyarat berbagai makna, seakan sedang mengatakan pada Ardy, “Nikmati hidupmu selagi bisa!”

How do you feel about this chapter?

0 0 2 0 0 0
Submit A Comment
Comments (9)
  • Khanza_Inqilaby

    @isnainisnin Udah diperbaiki, Ukh. Jazakillah (Ga bisa emot ^^
    kalem banget emotnya XD

    Comment on chapter 4. Alasan
  • Isnainisnin

    Part ini banyak typonya, Kak hehe.
    Beneran ngga bisa pake emot ternyata >_<

    Comment on chapter 4. Alasan
  • Khanza_Inqilaby

    Alhamdulillah ^^ (ga bisa pake emot T,T)

    Comment on chapter Suara Kala
  • Isnainisnin

    Iya sudah kebaca kok, Kak.

    Comment on chapter Suara Kala
  • dede_pratiwi

    nice story ditunggu kelanjutannya :)

    Comment on chapter Suara Kala
  • Khanza_Inqilaby

    Namanya Lazuardy. Aku emang labil. Jazakillah khoir sudah berkunjung, Ukh. Insyaallah lanjut dong ^^

    Balasan komenku kebaca nggak nih? Aku ngga tau caranya balas komen :&quot;(

    Comment on chapter 3. Nyata
  • Isnainisnin

    Ah iya, ini masih lanjut kan, Kak?

    Comment on chapter 3. Nyata
  • Isnainisnin

    Ini namanya Ardy, Lazuardi atau Lazuardy? Kok beda-beda.

    Comment on chapter 3. Nyata
  • Isnainisnin

    Tulisan kakak bagus, aku suka cerita yang kayak gini. Kayak muhasabah :)

    Comment on chapter 1. Hitam
Similar Tags
Alvira ; Kaligrafi untuk Sabrina
300      176     0     
Romance
Sabrina Rinjani, perempuan priyayi yang keturunan dari trah Kyai di hadapkan pada dilema ketika biduk rumah tangga buatan orangtuanya di terjang tsunami poligami. Rumah tangga yang bak kapal Nuh oleng sedemikian rupa. Sabrina harus memilih. Sabrina mempertaruhkan dirinya sebagai perempuan shalehah yang harus ikhlas sebagai perempuan yang rela di madu atau sebaliknya melakukan pemberontakan ata...
Pembuktian Cahaya
7      7     0     
Short Story
Aku percaya, aku bisa. Aku akan membuktikan bahwa matematika bukanlah tolak ukur kecerdasan semua orang, atau mendapat peringkat kelas adalah sesuatu yang patut diagung-agung \'kan. Aku percaya, aku bisa. Aku bisa menjadi bermanfaat. Karena namaku Cahaya. Aku akan menjadi penerang keluargaku, dan orang-orang di sekitarku
BLACK HEARTED PRINCE AND HIS CYBORGS
256      136     0     
Romance
Ingin bersama siapa kau hidup hingga di hari tuamu? Sepasang suami istri yang saling mencintai namun dalam artian yang lain, saat akan reuni SMA pertama kali memutuskan saling mendukung untuk mendapatkan orang yang masing-masing mereka cintai. Cerita cinta menyakitkan di SMA yang belum selesai ingin dilanjutkan walaupun tak ada satupun yang tau akan berakhir seperti apa. Akankah kembali menya...
(L)OVERTONE
77      50     0     
Romance
Sang Dewa Gitar--Arga--tidak mau lagi memainkan ritme indah serta alunan melodi gitarnya yang terkenal membuat setiap pendengarnya melayang-layang. Ia menganggap alunan melodinya sebagai nada kutukan yang telah menyebabkan orang yang dicintainya meregang nyawa. Sampai suatu ketika, Melani hadir untuk mengembalikan feel pada permainan gitar Arga. Dapatkah Melani meluluhkan hati Arga sampai lela...
Just a Cosmological Things
16      11     0     
Romance
Tentang mereka yang bersahabat, tentang dia yang jatuh hati pada sahabatnya sendiri, dan tentang dia yang patah hati karena sahabatnya. "Karena jatuh cinta tidak hanya butuh aku dan kamu. Semesta harus ikut mendukung"- Caramello tyra. "But, it just a cosmological things" - Reno Dhimas White.
Tuhan, Inikah Cita-Citaku ?
60      43     0     
Inspirational
Kadang kita bingung menghadapi hidup ini, bukan karena banyak masalah saja, namun lebih dari itu sebenarnya apa tujuan Tuhan membuat semua ini ?
Pillars of Heaven
68      48     0     
Fantasy
There were five Pillars, built upon five sealed demons. The demons enticed the guardians of the Pillars by granting them Otherworldly gifts. One was bestowed ethereal beauty. One incomparable wit. One matchless strength. One infinite wealth. And one the sight to the future. Those gifts were the door that unleashed Evil into the World. And now, Fate is upon the guardians' descendants, whose gifts ...
Ikatan itu Bernama Keluarga
8      8     0     
Inspirational
Tentang suatu perjalanan yang sayang untuk dilewatkan. Tentang rasa yang tak terungkapkan. Dan tentang kebersamaan yang tak bisa tergantikan. Adam, Azam, dan Salma. Hal yang kerap kali Salma ributkan. Ia selalu heran kenapa namanya berinisial S, sedangkan kedua kakaknya berinisial A. Huruf S juga membuat nomor absennya selalu diurutan belakang. Menurut Salma, nomor belakang itu memiliki ban...
Begitulah Cinta?
323      179     0     
Romance
Majid Syahputra adalah seorang pelajar SMA yang baru berkenalan dengan sebuah kata, yakni CINTA. Dia baru akan menjabat betapa hangatnya, betapa merdu suaranya dan betapa panasnya api cemburu. Namun, waktu yang singkat itu mengenalkan pula betapa rapuhnya CINTA ketika PATAH HATI menderu. Seakan-akan dunia hanya tanah gersang tanpa ada pohon yang meneduhkan. Bagaimana dia menempuh hari-harinya dar...
Special
72      53     0     
Romance
Setiap orang pasti punya orang-orang yang dispesialkan. Mungkin itu sahabat, keluarga, atau bahkan kekasih. Namun, bagaimana jika orang yang dispesialkan tidak mampu kita miliki? Bertahan atau menyerah adalah pilihan. Tentang hati yang masih saja bertahan pada cinta pertama walaupun kenyataan pahit selalu menerpa. Hingga lupa bahwa ada yang lebih pantas dispesialkan.