Read More >>"> Aku Mau (Cium keningku dan cemburu(lah)) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Aku Mau
MENU
About Us  

Hari sudah sore dan acara ulang tahun Ayu di rumahku sudah selesai. Aku senang melihat Ayu yang terus tersenyum sedari tadi. Belum lagi mulutnya yang terus membahas kesenangannya hari ini. Nada-nada riang yang selalu bisa menumbuhkan senyum itu melantun kembali.

Kami sampai di depan pintu rumah Ayu. Ia memutar kenop pintu dan mendorong daun pintu rumahnya. “Farhan mampir dulu, kan?”

Aku mengangguk dan melangkah masuk ke dalam rumahnya. Ayu tersenyum dan ikut masuk. Aku membuntuti Ayu yang sudah melenggang menuju ruang keluarga. Sudah kutebak apa yang akan terjadi. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Ruangan ini selalu menyiratkan kesedihan Ayu.

Ayu berlari kecil menuju meja yang berada di tengah karpet. Aku mengerutkan keningku dan menghampirinya.

“Yah, lilinnya udah abis,” Ujar Ayu seraya menyingkirkan lilin dari atas tumpukan pancake.

Aku menghela napas dan ikut berjongkok di samping Ayu. “Kenapa?” Ujarku pura-pura tidak tahu.

Ayu menggelengkan kepalanya dan tersenyum. “Gak.”

“Aku ke dapur dulu, ya?” Ayu bangkit dan segera berjalan menuju dapur.

Aku menjatuhkan diriku di atas karpet. Kutatap sebuah pigura yang paling ingin aku hancurkan di atas meja. Pigura yang menyimpan sepasang manusia yang meninggalkan kesunyian di rumah ini. Rasanya sesak sekali. Entah bagaimana bisa Ayu tetap tersenyum dalam kesunyian rumah ini.

Aku menatap sekitarku, banyak sekali boneka milik Ayu. Boneka itu menempati sofa-sofa yang ada di ruangan ini. bahkan sangking banyaknya ada yang tergeletak di karpet. Sudah menjadi kebiasaan Ayu untuk merayakan ulang tahunnya bersama bonek-boneka miliknya. Aku beralih menatap ke atas meja. Sebuah pancake sederhana tanpa riasan selalu menjadi kue ulang tahunnya.

~

Aku termangu di hadapan gadis itu. Sumpah demi apapun aku tidak mengenalinya jika ia tidak membawa boneka beruang usangnya itu. Aku memerhatikannya dari ujung kepala sampai ujung kaki yang kini berbalut kaus kaki berwarna merah muda.

Aku melihat ia mengangsurkan boneka beruangnnya kepadaku. Aku mengerutkan kening menatap horror padanya. Tatapannya berubah menunduk dan tangannya kembali membawa boneka beruang itu ke dekatnya.

“Sayang,” Aku mengalihkan pandanganku pada bunda yang baru saja keluar dari kamarnya. “Kenapa kalian masih diem di sini?” Bunda berjongkok di samping kami.

“Kenapa gak main bareng aja?” Masih tak ada jawaban yang keluar dari mulut kami.

Yang benar saja aku harus bermain dengannya. Yang ada aku nanti dibunuh dia.

~

Ayu sudah memposisikan dirinya di tengah-tengah boneka yang mengerubuninya. Dipangkuannya sudah ada Jojo yang Ayu anggap sebagai kadonya tahun itu. Di tanganku sudah ada kamera yang siap memotretnya. Ayu sudah memasang senyum terbaiknya yang malah membuatku semakin sesak.

Aku mengangkat kamera dan segera membidiknya. Satu gambar sudah kuambil dan segera berjalan ke arahnya untuk menunjukan hasil jepretanku. Ayu meraih kamera yang ada di tanganku dan segera melihat hasil bidikannya.

“Bagus banget,” Komentarnya sambil menatap ke arahku.

“Thanks,” Aku mengambil kembali kamera yang ada di tangannya. “Gue print, ya?” Ia mengangguk.

Aku berjalan menuju meja yang berada di pojok ruangan. “Ayu masak buat makan malam dulu, ya? Farhan makan di sini, kan?”

Aku menatapnya yang sudah berdiri di dekatku dan mengangguk sebagai jawabannya. Ayu tersenyum dan langsung melenggang menuju dapur. Aku kembali menghadap komputer dimana di sana sudah terpampang photo yang aku ambil satu tahun lalu. Photo Ayu dan boneka-boneka kesayangannya. Photo diulang tahunnya yang ke enam belas tahun.

~

Aku menatapnya sengit sambil memasang lego-legoku. Gadis di hadapanku terus menunduk tak berani melihatku. Tangannya dengan lambat ikut menyusun lego. Bunda memaksaku untuk bermain bersamanya padahal aku sudah bilang tidak mau tapi bunda tetap memaksa.

Aku bangkit dari dudukku dan menghampiri gadis itu. Aku mengambil semua lego yang ada di hadapannya. “Lego aku,” Aku kembali berjalan ke tempatku tadi.

Gadis itu diam dan masih tetap menunduk. Aku meletakkan legoku dan kembali menyusunnya. Sesekali aku melirik ke arah gadis itu. Ia sekarang sedang memainkan boneka beruang usangnya.

“AH!!” Teriakku diiringi suara lego yang aku lempar asal. Dadaku naik turun. Kutatap gadis itu yang sekarang menatap padaku takut.

Lambat laun matanya mulai berkaca-kaca. Ia masih menatap padaku yang masih berdiri dihadapannya. Sebuah isakan pelan mulai terdengar. Aku yang mendengarnya mulai khawatir. Bagaimana kalau bunda datang dan melihat gadis itu menangis dan menyalahkanku karena sudah membuatnya menangis.

Aku segera berjalan mendekatinya. Melewati beberapa lego yang berserakan di lantai. Aku berjongkok di hadapannya yang kini menyembunyikan wajahnya pada boneka beruangnya.

“Hai,” Ucapku ragu. Isakan itu masih terdengar tapi gadis itu perlahan mulai mengangkat wajahnya. “Maaf.”

Gadis itu masih mengucurkan air matanya. Tanganku terulur untuk menyingkirkan poni gadis itu yang menghalangi mata sembabnya. Dengan sedikit dipaksakan tanganku mau mengusap pipinya yang basah oleh air matanya. Setelah dirasa pipinya sudah cukup kering aku menjauhkan tanganku.

Gadis itu tidak lagi menangis tapi masih terlihat jika dia masih terkejut dan bisa jadi dia akan menangis lagi. Aku buru-buru mencium keningnya. “Kalo aku nangis bunda suka nyium kening aku,” Ujarku setelah mencium kening gadis itu.

~

Aku terdiam duduk menunggu Ayu selesai dengan urusannya. Aku bersidekap dada dan memandang ke arah lapangan. Memerhatikan permainan yang dilakukan di depanku. Anak-anak ektrakulikuler bulu tangkis sedang berlatih melakukan beberapa gerakan dasar dengan dimentori kakak kelas mereka.

Aku dan Ayu tidak mengikuti kegiatan ektrakulikuler apapun di sini, jadi jangan mengira jika kami ikut latihan. Kalian pasti tahu apa yang seorang wanita lakukan dengan menyia-nyiakan waktunya hanya untuk melihat orang lain berlatih. Aku melirik Ayu yang masih saja antusias menatap ke arah lapangan.

“Mata lo gak kering apa ngeliatin tu orang gak pake kedip?” Aku menyandarkan punggungku pada kursi tribun.

“Ish! Ganggu aja!” Sewot Ayu.

“Ngapain sih lo nungguin dia ekskul? Buang-buang waktu aja.”

“Kan Farhan tahu jawaban Ayu bakal gimana jadi gak usah nanya lagi,” Ayu masih menonton permainan di lapangan dengan kedua telapak tangannya berada di dagu.

“Kenapa gak langsung samperin aja?”

“Malu,” Ayu menutup wajahnya yang sudah aku pastikan memerah itu.

“Ck! Gue kira urat malu lo udah hilang karena sering dihukum hormat bendera sama pak Bambang.”

“IH…FARHAN!!” Teriak Ayu yang nyaris memecahkan gendang telingaku.

Aku menggosok-gosok telingaku yang berdengung nyaring karena frekuensi suara Ayu yang keterlaluan, belum lagi ruangan yang memantulakan suara Ayu menambah telingaku sakit. “Sakit telinga gue.”

“Bodo!” Ayu bersidekap dada dan kembali menghadap lapangan di mana semua orang sudah melihat ke arah kami. 

Aku menatap Ayu kembali. Wajahnya sudah semerah kepiting rebus sekarang. Aku tahu penyebabnya dari tatapan gelap. Aku segera menarik Ayu turun dari tribun dan keluar dari gor.

Ayu masih menutup muka. Lebih tepatnya jejak ekspresi yang merah itu. "Buka tangan lo, kita udah sampai parkiran sekarang."

~

TBC

OLEH LUTHFITA

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
UNFINISHED LULLABY
3      3     0     
Inspirational
She Never Leaves
17      10     0     
Inspirational
Dia selalu ada dan setia menemaniku, Menguatkanku dikala lemah, Menyemangatiku dikala lelah, dan .. Menuntunku dikala kehilangan arah.
Satu Koma Satu
110      26     0     
Romance
Harusnya kamu sudah memudar dalam hatiku Sudah satu dasawarsa aku menunggu Namun setiap namaku disebut Aku membisu,kecewa membelenggu Berharap itu keluar dari mulutmu Terlalu banyak yang kusesali jika itu tentangmu Tentangmu yang membuatku kelu Tentangmu yang membirukan masa lalu Tentangmu yang membuatku rindu
Strange and Beautiful
31      11     0     
Romance
Orang bilang bahwa masa-masa berat penikahan ada di usia 0-5 tahun, tapi Anin menolak mentah-mentah pernyataan itu. “Bukannya pengantin baru identik dengan hal-hal yang berbau manis?” pikirnya. Tapi Anin harus puas menelan perkataannya sendiri. Di usia pernikahannya dengan Hamas yang baru berumur sebulan, Anin sudah dibuat menyesal bukan main karena telah menerima pinangan Hamas. Di...
Anne\'s Daffodil
362      285     3     
Romance
A glimpse of her heart.
Stuck On You
1      1     0     
Romance
Romance-Teen Fiction Kisah seorang Gadis remaja bernama Adhara atau Yang biasa di panggil Dhara yang harus menerima sakitnya patah hati saat sang kekasih Alvian Memutuskan hubungannya yang sudah berjalan hampir 2 tahun dengan alasan yang sangat Konyol. Namun seiring berjalannya waktu,Adhara perlahan-lahan mulai menghapus nama Alvian dari hatinya walaupun itu susah karena Alvian sudah memb...
Bintang Biru
26      5     0     
Romance
Bolehkah aku bertanya? Begini, akan ku ceritakan sedikit kisahku pada kalian. Namaku, Akira Bintang Aulia, ada satu orang spesial yang memanggilku dengan panggilan berbeda dengan orang kebanyakan. Dia Biru, ia memanggilku dengan panggilan Bintang disaat semua orang memanggilku dengan sebutan Akira. Biru teman masa kecilku. Saat itu kami bahagia dan selalu bersama sampai ia pergi ke Negara Gingsen...
Aku benci kehidupanku
2      2     0     
Inspirational
Berdasarkan kisah nyata
NEET
328      259     4     
Short Story
Interview berantakan bukan pilihan. Seorang pria melampiaskan amarahnya beberapa saat lalu karena berkali-kali gagal melamar pekerjaan, tetapi tidak lagi untuk saat ini, karena dia bersama seseorang. Cerita ini dibuat untuk kontes menulis cerpen (2017) oleh tinlit. NEET (Not in Education, Employment, orTraining) : Pengangguran. Note: Cover sama sekali tidak ada hubungannya dengan cerita...
Camelia
3      3     0     
Romance
Pertama kali bertemu denganmu, getaran cinta itu sudah ada. Aku ingin selalu bersamamu. Sampai maut memisahkan kita. ~Aulya Pradiga Aku suka dia. Tingkah lakunya, cerewetannya, dan senyumannya. Aku jatuh cinta padanya. Tapi aku tak ingin menyakitinya. ~Camelia Putri