Read More >>"> Pangeran Benawa (Penaklukan Panarukan 13) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Pangeran Benawa
MENU
About Us  

Ilmu Ki Buyut Mimbasara yang sangat dahsyat benar-benar mampu disembunyikan dalam kehidupan setiap harinya. Pada malam ia meninggalkan kediaman Pangeran  Parikesit, Ki Buyut terlihat seperti berjalan kaki sebagaimana lumrahnya, namun sebenarnya ia seperti terbang di atas rumput. Bahwa setiap satu langkah kakinya setara dengan dua puluh hingga dua puluh lima langkah biasa. Selanjutnya dalam waktu singkat ia telah mencapai batas luar kotaraja.

Dalam pada itu, ia mengendapkan kecepatannya ketika dirasa olehnya ada seseorang yang mengikutinya sejak keluar dari rumah Pangeran Parikesit. Namun tiba-tiba ia menghentak kecepatannya lebih dahsyat dari sebelumnya. Maka yang terjadi adalah Ki Buyut Mimbasara atau Kebo Kenanga ini meluncur melebihi kecepatan anak panah. Setiap rumput yang tersentuh ujung kakinya nyaris tidak bergoyang. Ki Buyut mengambil jalan pintas yang sebenrnya sangat sulit dilewati karena harus melintasi beberapa sungai yang berdinding curam. Sekali-kali ia menggelengkan kepala saat berpaling ke belakang betapa orang yang mengikutinya mampu menjaga jarak dengannya.

Keduanya seperti tidak mempunyai batasan ketika melintasi malam yang pekat, tebing sungai yang curam pun seolah tidak menjadi penghalang bagi mereka yang seperti melakukan pertandingan lari cepat. Bahkan sesekali mereka menjejak kakinya diatas permukaan air sungai.

Demikianlah kemudian Ki Buyut telah mencapai jalanan yang cukup lebar dan dari kejauhan nampak beberapa obor menyala menerangi bagian depan padepokannya. Tak berapa lama kemudian, orang yang mengikutinya telah berdiri disisinya. Mereka kemudian saling melempar senyum dan melangkahkan kaki secara wajar.

“Ternyata kau belum berkurang sedikit pun,” berkata Ki Buyut Mimbasara.

“Aku masih kesulitan menyamai kecepatan Kakang,” sahut Ki Getas Pendawa. Sebuah bulak pendek yang kering telah mereka lewati dan keduanya harus melintasi dua parit yang memotong jalan sebelum tiba di regol padepokan.

Tetapi sebelum mereka melewati parit yang pertama, Ki Buyut tiba-tiba menghentikan langkahnya. Ia berpaling pada Ki Getas Pendawa lalu katanya,”Aku merasakan sesuatu yang buruk sedang terjadi.” Ia memandang tajam arah padepokan.

Ki Getas Pendawa mengernyitkan dahinya lalu,”Angger Pangeran Benawa!” Seketika ia menghentak kakinya dengan kecepatan yang sulit diperkirakan nalar sehat. Ki Getas Pendawa mendengar dengan jelas melalui telinganya suara Jaka Webing atau Pangeran Benawa memberi perintah pada para cantrik padepokan. Keduanya nyaris bersamaan saat meluncur deras menuju padepokan. Ki Buyut Mimbasara mendengar lengking Pangeran Benawa. Lengking suara yang biasa ia teriakkan saat menghindari serangan ketika ia berlatih bersama cantrik padepokan.

Beberapa orang memang mempunyai rencana mengalihkan perhatian Sultan Trenggana terhadap rencananya untuk menguasai daerah Brang Wetan. Mereka telah melakukan pengamatan terhadap kebiasaan yang terjadi di padepokan Ki Buyut Mimbasara, Ketekunan dan kesabaran mereka pada akhirnya membuahkan hasil. Mereka berhasil menyusup masuk ke dalam padepokan beberapa saat setelah kepergian Ki Buyut Mimbasara ke istana Pajang. Meskipun Ki Getas Pendawa menyempatkan diri untuk menjemput Ki Buyut dan melihat sejenak keadaan padepokan, tetapi kawanan penyusup itu berhasil menyamarkan diri membaur beserta cantrik-cantrik yang lain.

Seorang cantrik yang berusia kurang lebih sebaya dengan Adipati Pajang agaknya menyadari kehadiran beberapa orang yang tidak dikenalnya telah berada di lingkungan padepokan. Dengan dahi berkerut, ia mengamati dengan seksama orang-orang yang sama sekali tidak terlihat canggung ketika bergaul dengan cantrik yang lain. lalu setelah menimbang satu dua kemungkinan, ia memberanikan diri untuk mendekati salah seorang dari orang yang belum pernah dikenalnya.

“Maaf, Ki Sanak,” kata cantrik itu,”Apakah aku mengenal Ki Sanak sebelum sekarang ini?”

Orang yang ia tanya tidak menampakkan rasa terkejut, bahkan ia mengajak cantrik itu duduk di atas sebuah batu pipih yang terletak di sudut sanggar terbuka. Katanya,”Benar, kau memang tidak pernah melihatku sebelum ini. Tetapi aku pernah menjadi cantrik di tempat ini” Ia tersenyum dan mengangguk pada cantrik didepannya yang masih memandang dengan sorot mata curiga.

“Aku telah bertahun-tahun tinggal di dalam padepokan ini, dan aku juga tidak pernah melihat Ki Sanak,” sahut cantrik itu semakin curiga.

“Orang biasa memanggilku sebagai Ki Gurasan,” kata orang asing itu seraya menyodorkan tangan pada cantri Ki Buyut Mimbasara.

Dengan sejumlah pertanyaan dalam hatinya, cantrik itu menyambut uluran tangan Ki Gurasan sambil berkata,”Saudara seperguruanku memanggilku Kakang Tanur.”

“Kakang Tanur,” gumam Ki Gurasan,”Sebuah nama yang bagus.” ia berpaling pada Kang Tanur lalu berkata,”Panggilan itu seperti menunjukkan jika Kang Tanur adalah orang terbaik penguasaan ilmunya di tempat ini.”

“Itu penilaian darimu, Ki Gurasan,” sahut Kang Tanur.

Ki Gurasan menarik nafas panjang. Ia menebar pandangan matanya melihat sejumlah obor telah menyala menerangi halaman tengah yang luas. Sekejap kemudian ia menatap langit dan terlihat olehnya bulan yang masih berada ujung garis timur. Lalu ia berkata,”Kang Tanur. Aku rasa memang pantas aku memanggilmu seperti itu karena saat ini kau adalah murid tertua dan mungkin yang terbaik.”

“Ki Gurasan,” kata Kang Tanur kemudian,”Aku tidak ingin ada pertanyaan yang kemudian akan menimbulkan persoalan diantara kita.” Kang Tanur memandang wajah Ki Gurasan dengan sorot mata sungguh-sunguh.

“Aku tidak mengerti arah pembicaraanmu, Kang Tanur,” Ki Gurasan mencoba untuk menyembunyikan sinar mukanya sementara dalam hatinya timbul kekhawatiran bahwa penyamaran mereka akan terbongkar.

“Aku adalah orang yang tidak suka berputar-putar dalam sebuah pembicaraan,” tegas Kang Tanur berkata,”Aku mempunyai kecurigaan padamu dan teman-temanmu saat pertama kali melihat kehadiran kalian di tempat ini.” Sambil beranjak berdiri, Kang Tanur berkata lagi,”Tentu saja aku juga tidak ingin mempunyai prasangka buruk terhadap kedatangan kalian.”

Kang Tanur menarik nafas dalam-dalam. Suaranya terdengar bergetar ketika ia melanjutkan ucapannya,”Kau dan temanmu datang pada saat guru kami tidak berada di tempat. Dan kau juga menghindar saat kami mencoba memperkenalkan kalian pada paman guru kami. Oleh karena itu menjadi wajar bila kemudian aku curiga atas kedatangan kalian.”

Ki Gurasan manggut-manggut sambil memegang dagunya, katanya,”Lalu apakah kau akan menganggap persoalan ini telah selesai dengan pembicaraan ini?”

“Tentu tidak,” Kang Tanur menggelengkan kepala,”Pembicaraan ini tentang penyusupan kalian dan itu adalah persoalan tersendiri.”

“Sayang sekali, Kang Tanur. Aku tidak peduli dengan kecurigaanmu,” sahut Ki Gurasan.

Kang Tanur merenung sejenak. Ia telah menghitung kawanan Ki Gurasan dan sekalipun mereka berjumlah sedikit tetapi kekuatan mereka belum dapat diraba secara mata kasar. Kemudian Kang Tanur berkata,”Ki Gurasan, aku masih berharap pembicaraan ini tidak berakhir dalam keadaan gawat dan membahayakan semua orang yang berada disini. Tetapi Ki Buyut telah mempersiapkan kami untuk menentukan sikap apabila sebuah perkembangan akhirnya mengarah menjadi tidak terkendali.”

Ki Gurasan hanya berdiam diri mendengar kata-kata tegas penuh arti Kang Tanur. Ia pn berdiri dan menghadap lurus Kang Tanur. Sejenak kemudian ia berkata,”Aku tidak menampakkan diri karena memang ada sebuah persoalan yang hanya dapat aku selesaikan apabila Ki Buyut tidak berada di padepokan. Malam masih panjang sementara kau dapat mengatakan padaku tentang apa-apa yang mungkin dapat aku lakukan untukmu.”

“Kau terlihat asing bagiku, Ki Sanak!” tiba-tiba terdengar orang ketiga berbicara pada mereka. Ki Gurasan dan Kang Tanur tersentak kaget betapa tiba-tiba Pangeran Benawa telah berada di dekat mereka dengan langkah kaki yang tidak terdengar oleh mereka.

“Anak kecil yang luar biasa!” kagum Ki Gurasan dalam hatinya memuji ketinggian ilmu Pangeran Benawa yang belum genap berusia sepuluh tahun. Ia menduga-duga dalam hatinya mengenai anak kecil yang sepertinya membuat Kang Tanur merasa segan. “Agaknya ia berada dalam pengawasan orang yang benar-benar hebat.”

Ki Gurasan menggeleng. Lalu katanya,”Tentu saja Angger tidak pernah melihat Paman. Paman telah pergi dari padepokan Ki Buyut saat Angger belum dilahirkan.”

Usia Pangeran Benawa yang masih belia tidak mampu membendung bakat besar yang tersimpan dalam dirinya. ia menatap curiga Ki Gurasan. Sebagai seorang anak yang tumbuh dan berkembang dalam bimbingan orang-orang berkepandaian tinggi, Pangeran Benawa serba sedikit telah belajar dengan cara melihat ayahnya dan Ki Buyut menghadapi orang-orang asing. Kemudian ia berpaling pada Kang Tanur dan berkata,”Paman, lebih baik kau Paman beritahukan kehadiran orang asing ini pada yang lain. Paman juga dapat meminta mereka bersiaga menghadapi semua kemungkinan.”

“Baik, Jaka Wening,” Kang Tanur mengangguk lantas menatap tajam Ki Gurasan,”Kau telah mendengarkan anak ini.” Kang Tanur melirik Pangeran Benawa yang berdiri tegap disebelahnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • dede_pratiwi

    nice story broh. ditunggu kelanjutannya :)

    Comment on chapter Penaklukan Panarukan 1
Similar Tags
Daniel Whicker
161      111     0     
Mystery
Sang patriot ikhlas demi tuhan dan negaranya yang di khianati oleh negara dan dunia.. Dan Ayahnya pun menjadi korban kesadisan mereka...
Persinggahan Hati
58      38     0     
Romance
Pesan dibalik artikel Azkia, membuatnya bertanya - tanya. Pasalnya, pesan tersebut dibuat oleh pelaku yang telah merusak mading sekolahnya, sekaligus orang yang akan mengkhitbahnya kelak setelah ia lulus sekolah. Siapakah orang tersebut ? Dan mengakhiri CInta Diamnya pada Rifqi ?
always
30      22     0     
Romance
seorang kekasih yang harus terpisah oleh sebuah cita-cita yang berbeda,menjalani sebuah hubungan dengan rasa sakit bukan,,,bukan karena saling menyakiti dengan sengaja,bahkan rasa sakit itu akan membebani salah satunya,,,meski begitu mereka akan berada kembali pada tempat yang sama,,,hati,,,perasaan,,dan cinta,,meski hanya sebuah senyuman,,namun itu semua membuat sesuatu hal yang selalu ada dalam...
Glad to Meet You
9      9     0     
Fantasy
Rosser Glad Deman adalah seorang anak Yatim Piatu. Gadis berumur 18 tahun ini akan diambil alih oleh seorang Wanita bernama Stephanie Neil. Rosser akan memulai kehidupan barunya di London, Inggris. Rosser sebenarnya berharap untuk tidak diasuh oleh siapapun. Namun, dia juga punya harapan untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. Rosser merasakan hal-hal aneh saat dia tinggal bersama Stephanie...
Delilah
199      128     0     
Romance
Delilah Sharma Zabine, gadis cantik berkerudung yang begitu menyukai bermain alat musik gitar dan memiliki suara yang indah nan merdu. Delilah memiliki teman sehidup tak semati Fabian Putra Geovan, laki-laki berkulit hitam manis yang humoris dan begitu menyayangi Delilah layaknya Kakak dan Adik kecilnya. Delilah mempunyai masa lalu yang menyakitkan dan pada akhirnya membuat Ia trauma akan ses...
Dear You
348      191     0     
Romance
Ini hanyalah sedikit kisah tentangku. Tentangku yang dipertemukan dengan dia. Pertemuan yang sebelumnya tak pernah terpikirkan olehku. Aku tahu, ini mungkin kisah yang begitu klise. Namun, berkat pertemuanku dengannya, aku belajar banyak hal yang belum pernah aku pelajari sebelumnya. Tentang bagaimana mensyukuri hidup. Tentang bagaimana mencintai dan menyayangi. Dan, tentang bagai...
Secret Elegi
88      54     0     
Fan Fiction
Mereka tidak pernah menginginkan ikatan itu, namun kesepakatan diantar dua keluarga membuat keduanya mau tidak mau harus menjalaninya. Aiden berpikir mungkin perjodohan ini merupakan kesempatan kedua baginya untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu. Menggunakan identitasnya sebagai tunangan untuk memperbaiki kembali hubungan mereka yang sempat hancur. Tapi Eun Ji bukanlah gadis 5 tahun yang l...
Dear You, Skinny!
29      24     0     
Romance
Love Never Ends
218      122     0     
Romance
Lupakan dan lepaskan
Suara Kala
91      69     0     
Fantasy
"Kamu akan meninggal 30 hari lagi!" Anggap saja Ardy tipe cowok masokis karena menikmati hidupnya yang buruk. Pembulian secara verbal di sekolah, hidup tanpa afeksi dari orang tua, hingga pertengkaran yang selalu menyeret ketidak bergunaannya sebagai seorang anak. Untunglah ada Kana yang yang masih peduli padanya, meski cewek itu lebih sering marah-marah ketimbang menghibur. Da...