Read More >>"> 102 (Nona Soviet) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - 102
MENU
About Us  

                                                                                                                                       

 

                                                                                                                                      NONA SOVIET

 

 

Kulihat nona Soviet masih meringkuh di sudut ruangan dengan mata sembab akibat tangisan sekian jam yang lalu. Masih tetap sama dengan posisi semula, dia masih menundukan kepalanya diantara kedua sela lututnya, dengan sebuah belati tergeletak tepat didepannya meringkuk.

Entah apa yang dipikirkannya sekarang ini, sepertinya tempat sempit ini membuatnya kesulitan untuk bernafas. Terlalu banyak kerumunan orang tidak penting yang hanya ingin melihanya tanpa berbuat sesuatu.

Aku merangsek masuk kedalam kerumumunan, melewati sela-sela manusia-manusia lain yang berkeringat hebat di cuaca mendung siang ini. Aku seperti bisa melihat raut-raut yang menyimpan ketidakpercayaan yang besar dari kerumunan polos semua yang memandang nona Soviet. Wanita yang penuh keanggunan seperti nona Soviet untuk pertama kalinya terlihat seperti binatang buas yang kehilangan kendali, dia menggila dan menjadi luar biasa liar.

Sekarang, tepat di depannya meringkuk, ku tepuk pelan pundaknya. Dia mengangkat kepalanya dan memandangku dengan ekspresi wajah paling muram yang pernah muncul dari raut anggunnya. Dia menggelengkan kepalanya perlahan, membuka suaranya dengan sangat pelan.

“Pergilah Jani” Sorot matanya mengarah ke sekeliling ruangan sempit, lalu dengan tatapan kelam dia melanjutkan “Kalau tidak aku bisa kehilangan kendali lagi” dengan sekali hentakan nafas “Bisa-bisa aku juga membunuhmu” dia menutup.

Ku jongkokkan tubuhku dan mendekap hangat tubuhnya dibalik ringkuhan penuh perasaan tidak nyaman yang dia rasa sekarang ini. Dia tidak menolak, setelahnya kami berdua habis dalam waktu singkat untuk mencoba menebak kebingungan yang terjadi. Aku bisa menebak-nebak, tapi ini bukan waktu yang terlalu baik untuk mengutarakan didepannya. Apalagi aku bisa membayangkan dalam satu atau dua jam kemudian nona Soviet akan berakhir di sebuah ruangan sempit yang lain berhadapan dengan seorang investigator dan mencoba menanyakan hal-hal yang membuatnya sedih sepanjang waktu.

Tidak ada kecurigaan berlebihan awalnya, aku datang pagi ini dengan membawa semua peralatan yang aku butuhkan. Pagi tadi matahari bahkan belum terbit dengan sempurna. Sesaat setelah kubuka pintu tempat luas ini, kulihat nona Soviet berlari dengan cepat menenteng sebuah belati di tangan kanannya. Aku pikir dia hanya ingin mencari sesuatu, atau buru-buru menebang batang kering yang pelan-pelan masuk ke kamar-kamar pasien.

Aku pergi ke ruangan perawat, mengganti pakaian dengan setelan kerja. Dan tetap berjalan santai tanpa mengkhawatirkan banyak hal. Aku masih bisa mengingat semalam, aku dan nona Soviet masih tetap menikmati makan malam sederhana kami di ruang sempit bangsal delapan. Dia tidak menunjukan suatu kecurigaan apapun, masih tetap dengan senyum anggunnya, pembawaannya yang tenang, dan cerita-cerita polosnya tentang pasien-pasien disini.

Dibalik dari obrolaan-obrolan ringan kami, nona Soviet masih tetap menyempatkan sekian menit untuk bercerita tentang pasien kamar 102. Seorang pemuda yang baru saja menghuni tempat tersebut sekitar sebulan ini. Namun, baru dapat diurus oleh nona Soviet sekitar dua minggu terakhir ini. Katanya dia menyukai pasien ini karena nampak seperti orang yang ramah dan sering tersenyum untuk hal-hal yang sepele. Nona Soviet menyukai tatapan tenang pasien 102 saat duduk sendirian memegang buku atau mainan di kursi goyang yang menghadang jendela di ruang sempit bangsal delapan.

“Kalau dia waras, mungkin aku mau selingkuh sama dia” Canda nona Soviet semalam.

Tapi dibalik candaan ringannya itu, dia menunjukan raut yang jauh berbeda. Nampak kalau kalimat tersebut adalah sesuatu yang tidak dia niatkan untuk sekedar mengusir kecanggungan. Aku bisa melihat dari sorot pelan matanya, dia benar-benar jatuh hati pada manusia tidak waras penghuni ruangan 102.

Aku sudah mengenal nona Soviet jauh-jauh hari sebelum pasien 102 tiba di tempat ini. Karena, sebelumnya nona Soviet selaku pengawas perawat yang bertugas di lantai dua juga bukan seseorang yang terlalu peduli dengan siapapun pasien yang datang. Namun, pasien nomor 102 membuat semacam pengecualian. Dari seseorang yang hanya peduli terhadap pasien jika hal tersebut berhubungan dengan asupan, konsultasi, dan obat-obatan menjadi seseorang yang berbeda. Dia benar-benar berubah menjadi seorang yang seakan mempunyai hubungan spesial dengan pasien tersebut. Dia mengunjungi kamar 102 dengan sangat sering. Dia bahkan datang di waktu seharusnya dia mengambil libur kerja di awal pekan, atau mengambil double shift hingga larut untuk memperhatikan pasien nomor 102. Padahal seperti yang sudah aku katakan sebelumnya. Dia seorang pengawas. Dan kenyataannya seorang pengawas tidak pernah mengambil tugas pelaksana.

Sebagai wanita di pertengahan umur tiga puluh-an aku sebenarnya bisa melihat kalau dia dan suaminya sudah tidak mempunyai hubungan yang benar-benar mesra. Mungkin karena dia memilih menikah di awal 20-an, tidak lama setelah mengambil studi profesi hingga sepuluh tahun setelah menikah seakan sudah kehilangan rasa pada suaminya.

Aku sering menangkap dia dan suaminya sering bertegur sapa dengan gelagat yang tidak wajar. Nampak seperti sapaan gadis terhadap bapaknya, ada aura yang penuh kekakuan yang mereka berdua tunjukan kalau kupaksa mengingat nona Soviet bersama suaminya. Mereka seolah-olah hanya menikah untuk menunjukan kesan agar bisa diterima kehidupan sosialnya. Nampak sekali kalau mereka seakan tidak saling menyukai satu sama lain. Ditambah kenyataan hampir sebelas tahun menikah tanpa anak, menandakan mereka seperti kurang harmonis.

Namun, tetap saja menganggap pasien 102 sabagai imajinasi pelarian bukan sesuatu yang wajar. Apalagi mengingat yang merasa kagum kepada pasien 102 adalah seorang wanita karir dengan aura keanggunan yang merasuk seperti nona Soviet. Aku hanya tidak bisa menerima kenyataan kalau pasien 102 sering membuat nona Soviet larut dalam senyum sendirian di hujan petang hari atau dingin malam hari.

Sekarang awan mulai menggelap, hujan rintik-rintik perlahan jatuh ditemani suara sirine polisi yang perlahan-lahan semakin kencang menembus suara rendah hujan gerimis. Semakin besar, hingga tidak berapa lama kemudian suara sirine tersebut berhenti begitu saja. Yang artinya polisi sudah tiba disini. Aku bisa mendengar langkah kaki berat yang berlarian menyusuri tangga hingga suara tersebut berhenti di depan pintu ruangan ini.

Seorang polisi bertubuh gempal dengan bekas janggut yang dicukur berdiri di antara kerumunan dan berteriak dengan suara berat yang mengagetkan semua orang. “Tolong menyingkir, kami akan mengambil alih TKP”

Kulepas dekapanku kepada nona Soviet, tersenyum kepadanya dan mengatakan padanya kalau semuanya akan baik-baik saja. Dengan sama-sama saling melepas senyum, aku meninggalkannya dan berjalan mundur dengan perlahan membiarkan polisi gempal beserta empat temannya mengurus apa yang mesti dilakukan selanjutnya.

Saat aku sudah berdiri diantara kerumunan, kulihat seorang polisi muda merangsek masuk dengan perlahan menenteng sebuah pistol kecil, dan dengan sangat pelan mencoba mendekati nona Soviet yang masih meringkuh di balik lututnya.

Dan disini kesalahan yang terjadi. Saking pelannya polisi muda tadi berjalan, nona Soviet malah lebih cepat mengambil alih kendali akan dirinya sendiri. Dia mengangkat belati didepannya, dan tanpa ekspresi apapun dia menikam belati tersebut kedalam lehernya.

Dia bergelinjang dengan waktu singkat, lalu tidak lagi bergerak..

Entah, ekspresi apa yang mesti kutunjukan sekarang, namun rasanya aku tidak bisa untuk terus merasa iba. Nona Soviet memang sudah tampak murung sepanjang pagi kulihat dia menenteng belati berlarian sepanjang bangsal.

Aku memilih menelpon polisi tidak lama setelah melihatnya begitu muram. Jeleknya, polisi tiba sangat lama. Dalam periode lama menunggu polisi datang, nona Soviet menjadi brutal dalam pagi yang sendu.

Tidak lama setelah pemandangan pagi melihat nona Soviet menenteng belati, kususul dia ke kamar 102. Namun, sepertinya sudah cukup terlambat. Sesampainya di ruangan 102, kulihat nona Soviet sudah meringkuh di sudut sempit ruangan. Didepannya tergeletak sebuah belati yang berbekas darah kental, tidak jauh dari belati tersebut terbaring dengan keadaan mengenaskan dua mayat laki-laki.

Pertama suami nona Soviet yang terus mengeluarkan darah dari perutnya, lalu tidak jauh tergeletak pasien kamar 102 dengan bekas dada lubang karena hantaman proyektil.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Angkara
9      2     0     
Inspirational
Semua orang memanggilnya Angka. Kalkulator berjalan yang benci matematika. Angka. Dibanding berkutat dengan kembaran namanya, dia lebih menyukai frasa. Kahlil Gibran adalah idolanya.
Attention Whore
2      2     0     
Romance
Kelas dua belas SMA, Arumi Kinanti duduk sebangku dengan Dirgan Askara. Arumi selalu menyulitkan Dirgan ketika sedang ada latihan, ulangan, PR, bahkan ujian. Wajar Arumi tidak mengerti pelajaran, nyatanya memperhatikan wajah tampan di sampingnya jauh lebih menyenangkan.
Sekilas Masa Untuk Rasa
27      10     0     
Romance
Mysha mengawali masa SMAnya dengan memutuskan untuk berteman dengan Damar, senior kelas dua, dan menghabiskan sepanjang hari di tribun sekolah sambil bersenda gurau dengan siapapun yang sedang menongkrong di sekolah. Meskipun begitu, Ia dan Damar menjadi berguna bagi OSIS karena beberapa kali melaporkan kegiatan sekolah yang menyimpang dan membantu kegiatan teknis OSIS. Setelah Damar lulus, My...
To Be Feminine
8      4     0     
Romance
Seorang gadis adalah sosok yang diciptakan Tuhan dengan segala kelembutan dan keanggunannya. Tapi... Apa jadinya kalau ada seorang gadis yang berbeda dari gadis biasanya? Gadis tangguh yang bisa melukai siapa saja. Lee Seha bukan seorang gadis biasa. Sekali mengangkat tangan seseorang akan terluka. Dan orang itu adalah sahabatnya. Sebuah janji terjalin dan menuntunnya pada perubahan baru da...
Daniel : A Ruineed Soul
4      4     0     
Romance
Ini kisah tentang Alsha Maura si gadis tomboy dan Daniel Azkara Vernanda si Raja ceroboh yang manja. Tapi ini bukan kisah biasa. Ini kisah Daniel dengan rasa frustrasinya terhadap hidup, tentang rasa bersalahnya pada sang sahabat juga 'dia' yang pernah hadir di hidupnya, tentang perasaannya yang terpendam, tentang ketakutannya untuk mencintai. Hingga Alsha si gadis tomboy yang selalu dibuat...
CEO VS DOKTER
4      4     0     
Romance
ketika sebuah pertemuan yang tidak diinginkan terjadi dan terus terulang hingga membuat pertemuan itu di rindukan. dua manusia dengan jenis dan profesi yang berbeda di satukan oleh sebuah pertemuan. akan kah pertemuan itu membawa sebuah kisah indah untuk mereka berdua ?
Sweetest Thing
37      10     0     
Romance
Adinda Anandari Hanindito "Dinda, kamu seperti es krim. Manis tapi dingin" R-
Pertualangan Titin dan Opa
35      12     0     
Science Fiction
Titin, seorang gadis muda jenius yang dilarang omanya untuk mendekati hal-hal berbau sains. Larangan sang oma justru membuat rasa penasarannya memuncak. Suatu malam Titin menemukan hal tak terduga....
Tepian Rasa
11      6     0     
Fan Fiction
Mencintai seseorang yang salah itu sakit!! Namun, bisa apa aku yang sudah tenggelam oleh dunia dan perhatiannya? Jika engkau menyukai dia, mengapa engkau memberikan perhatian lebih padaku? Bisakah aku berhenti merasakan sakit yang begitu dalam? Jika mencintaimu sesakit ini. Ingin aku memutar waktu agar aku tak pernah memulainya bahkan mengenalmu pun tak perlu..
The Journey is Love
10      4     0     
Romance
Cinta tak selalu berakhir indah, kadang kala tak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Mencintai tak mesti memiliki, begitulah banyak orang mengungkapkan nya. Tapi, tidak bagiku rasa cinta ini terus mengejolak dalam dada. Perasaan ini tak mendukung keadaan ku saat ini, keadaan dimana ku harus melepaskan cincin emas ke dasar lautan biru di ujung laut sana.