Kaluna membuka perlahan matanya. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali, berusaha menyesuaikan penglihatannya yang tak terbiasa dengan terangnya ruangan itu. Dentuman musik club seolah masih didengarnya, padahal jelas-jelas ia berada di dalam kamar berwarna hitam putih. Aura masculin sangat kental di dalam kamar, bukan kamarnya. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Lukisan abstrak yang terpajang, LCD TV yang besarnya bisa membuat siapapun serasa nonton di bioskop, lalu buku-buku yang tertumpuk di meja dengan sebuah kacamata terletak di atasnya. Semua isi kamar terasa begitu asing.
Ayolah, Luna! Ini bukan kamarmu!
Kaluna menyadarkan dirinya, dia bangun dari posisi tidurnya secara perlahan dan menyandarkan punggungnya ke sandaran ranjang. Matanya bergerak meneliti setiap inchi kamar asing itu.
"Gue dimana sih?" Sungutnya bingung. Keberadaannya kamar itu sebuah tanda tanya besar. Mengapa ia bisa berakhir di kamar asing itu? Mungkinkah semalam ia----
Kaluna meraba tubuhnya, mengecek keutuhan pakaiannya yang masih lengkap. Iya masih memakai baju sexy seperti semalam. Pemikirannya keliru, dia terlihat baik-baik saja, pertanda tak terjadi sesuatu.
Yang menjadi pertanyaan bagaimana ia berakhir di kamar itu? Siapa yang membawanya?
Kepalanya,mendadak berdenyut ketika mencoba mengingat sesuatu soal semalam.
Dia ingat semalam pergi bersama Risha ke club lalu bertemu Azka. Kemarin ia membulatkan tekad menghabiskan malam dengan lelaki itu, Azkala Mahendra. Lelaki yang dikaguminya sejak OSPEK yang sayangnya tak memandangnya sedikitpun. Mungkin dirinya kurang cantik.
"Lo cantik, Luna. Sangat."
Dirinya mungkin kurang sexy. Cewek-cewek yang dekat dengan Azka semuanya memiliki bodygoal. Apalah dirinya yang kurus dan tak memiliki lekuk tubuh.
"Jangan berpikiran kayak gitu. Nggak semua cowok melihat dari body doang."
Sayangnya, ucapan Risha tak membuatnya merasa lebih baik.
Intinya, dia tak memiliki kriteria wanita incaran Azka.
Titik.
Ah soal semalam, dia berdandan total untuk menarik perhatian Azka dan membuat lelaki itu menjadi miliknya dengan cara yang licik. Dia akan menghabiskan malam dengan lelaki itu, dia rela benih Azka tertanam di rahimnya. Risha sempat menenteng ide gilanya itu dan menyebutnya gila.
Ya, dia gila. Gila pada sosok Azkala yang tampan dan tinggi itu.
Mana ada gadis baik-baik uang rela membiarkan lelaki menanamkan benih di rahimnya tanpa ikatan suci? Kaluna tak peduli. Toh dia bukan gadis baik-baik. Dia gadis liar. Hobi membolos, mabuk-mabukkan, clubbung sampai subuh dan masih banyak kenakalan lainnya. Satu kenakalan yang belum dilakukannya hanyalah free sex. Kaluna akan merasa jijik saar lelaki hidung belang menggodanya, tak segan dia meninju lelaki yang mencoba menyentuh tubuhnya tanpa izin. Kaluna hanya merasa perlu melepaskan keperawanannya pada lelaki yang dicintainya. Dan lelaki itu hanya Azkala.
Kaluna yang liar nyatanya naif soal cinta.
Suara pintu terbuka membuyarkan lamunannya. Dia memandang ke arah itu, matanya bertumbukkan dengan mata tajam kecoklatan milik seorang lelaki asing. Dia sibuk mengingat-ingat wajah lelaki yang cukup familiar.
"Mau makan di meja makan atau kuantarkan ke kamar," suara beratnya meneduhkan, berbanding terbalik dengan mata tajamnya yang seolah ingin mengulitinya. Seram.
"Hei, kok nggak dijawab!"
Kaluna mendesis, lelaki itu mengganggu kinerja otaknya yang sedang berusaha memutar memorinya soal semalam. Pasti lelaki itu yang semalam membawanya kemari tetapi----
Apa kemarin dia minum-minuman beralkohol???
Ah iya, dia kemarin minum dengan dalih membuat dirinya makin terlihat sexy dan liar di hadapan Azka.
"Hei, kamu bisa ngomong kan? Jawab! Jangan diam saja!" Lelaki itu bersandar ke pintu dengan tangan tersilang, menatap Kaluna dengan mata elangnya.
"Berisik banget sih! Lo emang siapa soh? Kok gue bisa di sini?" Otaknya lelah mencari tahu, cara termudah bertanya langsung pada lelaki itu.
"Gue nggak ngerti kenapa bisa di sini? Ini rumah lo???? Ah harusnya gue nggak di sini."
Lelaki itu masih memberikan tatapan tajamnya. Tapi, Kaluna terlalu sibuk mengacak rambutnya frustasi. Dia menghela napas, dia dicueki oleh seorang wanita? Sungguh di luar dugaan.
Kaluna adalah gadis yang membuatnya harus bersusah payah menerjang kerumunan orang di club demi menarik gadis itu keluar. Tempat itu tak baik untuk gadis itu.
"Kok gue bisa di sini sih? Harusnya kan sama Azka."
Azka? Nama itu sejak semalam terlontar dari bibir Kaluna
"Azka, apa kabar ya? Gue harus hubungi dia," gumamnya sibuk mencari keberadaan ponselnya.
"Nyari ini?" Lelaki itu mengayunkan ponsel di tangannya. Kaluna mendelik marah lelaki itu menyentuh barangnya tanpa izin.
"Balikin ponsel gue! Nggak sopan ngambil barang orang lain," kaluna turun dari kasur, menghampiri lelaki itu dengan kilatan amarah di matanya.
"Balikin! Dasar orang jahat!"
"Kaluna, di sini aku memperjelas sesuatu."
"Apa?" Tantangannya tak gentar menghadapi lelaki itu secara langsung. Dia pemegang sabuk hitam taekwondo, sudah banyak lelaki yang bonyok karenanya. Lelaki kurus kerempeng itu adalah lawan yang mudah
"Pertama aku tak mengambil ponselmu tapi mengamankannya."
Mengamankan? Omong kosong.
"Kedua aku bukan orang lain. Aku suamimu"
Deg!
Jantungnya terasa terpompa cepat tatkala mendengar kata suami.
Suami?
Rasanya ia familiar dengan kalimat itu.
Otaknya bekerja, memutar kembali memorinya semalam.
"Aku suamimu jadi berhak memegang ponselmu yang isinya----" lelaki itu menyecrol layar ponselnya, melihat semua isi galerinya yang minim fotonya sendiri dan malah banyak foto Azka.
"Kamu ternyata stalker ya."
Lelaki ini?
Suara ini?
Wajah ini?
Kaluna mengenalnya.
"Oh!!! Om om pedofil!" Pekiknya bergerak mundur. Dia ingat lelaki itu yang menariknya dari clu b secara paksa dan mengaku-ngaku sebagai suaminya. Om-om pedofil, begitu ia menyebut lelaki asing itu.
"Cukup , Luna! Aku bukan om-om pedofil. Kita cuma beda 5 tahun.
"Kamu 26? Nggak kelihatan. Mirip om-om," Kaluna meneliti penampilan lelaki itu yang menurutnya ketinggalan zaman. Style yang dipilihnya membuat kelihatan lebih tua dari umurnya.
"Dengar ya, aku bukan om-om. Dan aku ini suamimu."
"Aku nggak punya suami, om. Aku masih single, jomblo seumur hidup."
Jomblo? Apa itu sesuatu yang bisa dibanggakan?
"Kamu nggak single tapi sudah bersuami dan aku punya nama."
Sebenarnya Kaluna tak begitu ingin tahu nama lelaki itu tapi kalau dilihat-lihat lelaki itu lumayan---tampan. Kecuali style nya yang ketinggalan zaman.
Ah Kaluna kamu mikir apa sih? Fokus sama Azka! Fokus.
"Arsenio. Arsen. Namaku Arsen."
Kaluna boleh meleleh tidak ya disenyumi semanis itu oleh si om-om pedofil---eh Arsen.
cant wait the next chapter :)
Comment on chapter Prolog