12
Seminggu berlalu, Sela dan Ayu mengikuti olimpiade 4 pilar ke Bandung. Dan itu membuat kedekatan Kirania dan Pito sudah tidak terbendung lagi. Bahkan mereka bisa satu meja bareng saat di kantin membuat desas-desus menyebar kemana-mana.
“Kamu nggak risih?” tanya Pito memandang Kirania yang asik makan.
“Nggak, kamu?”
“Senang malahan, hahaha”
Dan mereka lanjut makan lagi tanpa membahas status apa yang mereka jalani. Kadang Kirania tidak ragu menghampiri Pito di ruang OSIS, kadang malah Pito mencari-cari Kirania di kelas.
Situasi ini membuat cemas kalangan siswa SMA Bangsa tapi juga membuat sebagian siswi patah hati. Tapi tidak ada yang berani mengusik Pito ataupun Kirania, toh mereka kan bukan milik manusia manapun.
Pito sedang rapat OSIS lagi sepulang sekolah, itu membuat Kirania menunggu di sekolah yang sudah mulai sepi, karena mereka janji pulang bareng.
Kirania mengintip ke ruang rapat dan Pito mengedipkan matanya. Tampak rapat ini akan berlangsung lama, Kirania memilih berkeliling sekolah dan tidak tunggu waktu lama sampai ada yang menghampirinya.
“Dasar bangsat, ya, lo!” teriak Putri mendorong Kirania.
“Lo lagi, hah, coba ulang omongan lo? Kalo mau ngatain diri sendiri tegak di depan cermin sana!”
“Lo itu…”
“Apa? Apa? Ivan punya simpanan lagi selain lo? Ha ha ha, trus lo mau nyalahin gue?
“Mulut lo jaga ya!”
“Lo yang mulai!”
“Jadi ini maksudnya lo dekatin Pito?” tanya Putri memandang Kirania jijik
“Jangan bawa-bawa Pito!”
“Lo dekatin ketua OSIS supaya bisa nyakitin Kak Ivan kan? Jahat banget lo”
“Lo ngomong apa sih?” Kirania sudah mulai bingung.
“Iya, Kak Ivan dilengserin dari jabatannya sebagai ketua basket pas kalian putus. Dan itu atas ajuan Pito. Sudah berapa lama ini gue baru sadar, lo dalangnya kan?”
“Gue nggak ngerti”
“Cewek kayak lo bagusnya mati aja tau nggak!” Putri menjauhi Kirania yang terdiam kaku.
Sekolah yang benar-benar sepi tidak lagi bersuara, hanya hening. Kirania memutuskan langsung pulang tanpa menghampiri Pito terlebih dahulu.
Badan Kirania terasa sangat lemas. Sampai di rumah dia langsung berbaring di ranjangnya tanpa mengganti seragam ataupun makan, hari yang melelahkan.
Maghrib Kirania baru terbangun, pesan dari Pito memenuhi ponsel yang direspon Kirania dengan pengabaian. Kirania duduk di depan meja belajarnya sambil memeluk kedua kaki.
“Aku suka banget basket, bukan cuman sekedar hobi. Kayaknya sesudah tamat nanti aku pengen gabung deh dengan tim. Kalo bisa pengen banget masuk tim nasional”
Kata-kata Ivan itu seolah terulang terus di kepala Kirania. Sampai membuatnya pusing.
“Kak Ivan suka banget basket, dan itu yang diambil Pito darinya” gumam Kirania pelan.
***
Di sekolah, Pito menghampiri Kirania tapi Kirania malah menjauh. Pito bahkan tak segan duduk di samping Kirania tapi Kirania malah menganggap di sebelahnya seperti tidak ada siapapun. Sela belum juga masuk sekolah karena neneknya meninggal jadi sehabis olimpiade Sela langsung minta izin tidak masuk sekolah. Sedangkan Ayu, susah ditemui, tiga hari tidak sekolah membuatnya jadi sangat sibuk.
Saat Pito menawarinya pulang bersama. Ternyata Kirania sudah ditunggu Reza di depan pagar sekolah dan Kirania memilih pulang bareng Reza
Berhari-hari begitu, Jika ditanya kenapa, Kirania akan bilang; ini pembahasan tak penting. Dan sudah maka tak ada lagi yang berani membahas sikapnya.
Pitopun jadi membiarkan Kirania dan tidak lagi menekan Kirania dengan pertanyaan yang membuat bingung hatinya.
***
Kirania habis jalan di sekitar kompleks dan pulang sore hari. Daripada di rumah dan merasa sepi. Seketika hujan turun, Kirania berlari kencang sampai ke rumah yang jaraknya tidak terlalu jauh.
Kirania membuka pintu rumah tapi nyatanya pintu di kunci.
“Jangan-jangan Bibi ngunci pintu dan bawa kuncinya pulang!” Kirania bicara sendiri
Memang si Bibi yang bekerja di rumah selalu pulang setiap sore. Bibi juga sedikit pikun, kadang sering lupa jika Kirania tinggal di rumah itu, rumah yang Bibi kunci kalo dipastikan tidak ada orang di dalamnya. Karena itu tiap pulang sekolah Kirania langsung pulang ke rumah supaya Bibi bisa lihat Kirania.
Kirania berdiri di ujung terasnya, ‘Akbar masih les ya?’ pikirnya.
Tak lama Akbar pulang ke rumahnya sendiri, hujan-hujanan, Kirania tersenyum tapi Akbar langsung ke pintu.
Ceklek ceklek pintu tak terbuka, Wajah Akbar panik. Kirania ketawa, Akbar baru sadar jika Kirania memerhatikannya.
“Dikunciin juga ya tadz? Haha”
Akbar ketawa malu “Aku bilang ke Mama nginap rumah kawan jadi mama kunciin, aku telpon dulu deh”
Kirania masih melihat Akbar yang sedang menelpon.
“Mama bilang nanti ada murid yang bakal nganterin kunci” kata Akbar
Kirania mengangguk.
“Kalo udah dapet kunci rumahnya, bantuin ya? Temanin ngambil kunci ke rumah Bibi”
“Oke”
Lima belas menitan ada seorang siswa SMP yang memberikan kunci ke Akbar, siswa itu hampir mau menghampiri Kirania jika saja Akbar tidak menyuruhnya langsung pulang.
Hujan tinggal gerimis, Akbar memasukkan tas dan sepatu kedalam rumahnya. Serta mengganti baju seragam jadi baju bebas dan meminjamkan salah satu jaketnya ke Kirania.
“Mama lagi ada penyuluhan katanya” cerita Akbar, itu berarti Mamanya tidak akan pulang, mungkin menginap beberapa hari ke daerah penyuluhan.
“Okee… ditraktir makan di luar!”
“Siapa?”
“Kamu!”
“Aku ditraktir? Asikkk”
“Kamu dong yang traktir aku, hehehe, lagi bokek tadz, uang krisis”
Akbar mendengus “Iya deh, aku traktirin, daripada kamu mati kelaparan trus polisi harus ngintrogasi aku karena aku tetangga terdekat.”
“Yess!”
“Senang kamu?”
“Alhamdulillah wa sukurillah”
“Nanti selain makan, aku traktirin juga minumnya”
“Baik bangeeet”
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia muliakan tetangganya.”
“Oke, yang mulia”
“Bukan jadi yang mulia raja!”
“Hahahah”
***
Bertemu dengan Akbar membuat Kirania merasa lebih lega. Hatinya terasa lebih plong ketika berangkat sekolah keesokkan harinya.
Pak Akinom menjemputnya kepagian lagi dan Kirania tidak mau menunggu di kelas ataupun di bawah pohon depan kelasnya. Jadi Kirania memilih duduk di rooftop sekolah.
Pito yang penuh kebingungan juga menuju tempat dimana dia menghabiskan waktunya, yaitu rooftop tempat Kirania berada sekarang.
Tap tap
“Kirania?” suara Pito sangat pelan mungkin karena dia juga tak menyangka Kirania ada di sana.
Kirana langsung memasang wajah kesal dan berjalan ke arah Pito untuk keluar.
“Ada apa Kirania?”
Kirania hanya menatap mata Pito dengan penuh kemarahan lalu membuka pintu.
“Apa susahnya kamu ngomong!” teriak Pito membuat Kirania berbalik.
“Aku tahu kamu suka sama aku” air mata Kirania menetes tanpa berkedip “tapi nggak sepatutnya kamu nyakitin Kak Ivan!”
Pito diam
“Aku tahu kamu yang ngajuin pelengseran Kak Ivan sebagai ketua basket kan? Jawab” todong Kirania tanpa menyeka air matanya.
“Jadi ini gara-gara Ivan?”
Kirania membuang muka mendapati wajah Pito yang terlihat kecewa.
“Aku tahu kamu suka sama dia” jelas Pito “aku memang ngajuin pelengseran Kak Ivan, tapi ini nggak ada sangkut pautnya dengan kamu Kirania”
Wajah Kirania menyiratkan jika dia tak percaya dengan omongan Pito.
“Coba kamu pikir, semua organisasi seharusnya di ketuai dengan anak kelas dua karena anak kelas tiga sudah sibuk dengan persiapan UAN. aku sebagai Ketua OSIS sudah dapat banyak banget kritik karena Kak Ivan tetap jadi ketua basket.”
“Tapi aku tetap biarin Kak Ivan sampai O2SN berakhir, aku nggak bisa nahan lebih lama. Sekolah nggak mau bebanin murid kelas 3 dengan organisasi lagi.” lanjut Pito
Pandangan mata Kirania yang penuh air mata bertemu dengan mata Pito yang kecewa.
“Soal perasaan aku, kamu benar. Mudah ketebak banget ya? Apalagi oleh kamu yang disukai banyak orang.”
“Pito?” suara Kirania serak
“Bagi aku sakit banget saat kamu mengatakan perasaan aku semudah itu, kayak nggak berarti apa-apa sama sekali buat kamu” lanjut Pito lalu pergi meninggalkan rooftop juga Kirania.
Kirania lanjut menangis sampai bel masuk berbunyi memaksanya kembali ke kelas.
***
Dua jam pelajaran terakhir adalah pelajaran olahraga tapi malah dihabiskan Kirania di UKS, badannya panas, mungkin pengaruh main hujan kemarin.
Bel pulang sudah berbunyi sepuluh menit tadi dan Kirania baru beranjak keluar dari UKS setelah dibangunkan petugas PMR yang akan mengunci UKS.
Dengan langkah lesuh Kirania berjalan ke kelas untuk mengambil tasnya. Kelas sudah sepi, memang jika bel pulang berbunyi, murid seperti terburu-buru mau pulang, seakan sekolah adalah tempat yang harus dijauhi.
“Kirania!” teriak Sela yang membuat Kirania terkejut.
“Ya ampun, Sel, jangan teriak gitu”
“Lo jahat banget!”
“Kenapa lo ngomong gitu?” Kirania yang tadi lesuh seolah mengumpulkan tenaga untuk mendengarkan sahabatnya ini.
“Lo bahkan nggak ngerespon saat nenek gue meninggal!”
“Gue coba nelpon tapi daerah lo nggak ada jaringan kayaknya Sel”
“Lo bisa ninggalin pesan kalo gitu, tapi nggak ada. Nggak ada pesan satupun dari lo”
“Gue cuman ngerasa nggak enak aja ngubungin lo lewat pesan dalam kondisi lo waktu itu” jelas Kirania pelan
Sela diam sebentar
“Setiap gue tanya lo suka nggak sama Pito? Lo bakal bilang enggak! Tapi ternyata lo dekat dengan dia!” hardik Sela
“Gue nggak maksud bohong, Sel, gue juga nggak ngerti..”
“Gue suka sama Pito!” aku Sela
Kirania diam, tiba-tiba dadanya terasa sesak.
“Lo selalu kayak gini! Naif!” Sela mendorong Kirania pelan tapi mungkin karena Kirania sedang sakit, Kirania langsung jatuh.
“SEL!” pekik Ayu memasuki kelas “teman lo ini lagi sakit!”
“Jadi kalo dia sakit gue nggak boleh jujur sama dia? Lo dengar ya Kirania, Ayu itu suka sama Kak Putra!”
“Sel!” tegur Ayu membantu Kirania berdiri
“Gue nggak tahu” suara Kirania serak.
“Lo selalu nggak tahu, maunya lo aja yang dingertiin kan? Lo nganggap kami teman atau nggak hah? Pasti yang lo pikirin cuman laki-laki aja…”
“Kalo kalian mau bertengkar terus, yaudah gue keluar. Tapi sampe kalian maafan jangan anggap gue ada!” kata Ayu frustasi meninggalkan Sela dan Kirania di kelas.
“Ini semua gara-gara lo!” tuduh Sela keluar dari kelas.
“SEL!” pekik Kirania tapi Sela tetap pergi.
Kirania menangis berusaha mengejar kedua temannya. Tapi Ayu sudah melaju dengan mobilnya sedangkan Sela yang baru naik mobil hanya menatap Kirania sinis dan menyalakan mobilnya.
“Sel… Maaf” teriak Kirania
Sela tak peduli dan langsung menggas mobil meninggalkan Kirania.
***
ceritanya lucu juga, di save ah, lumayan buat bacaan sebelum tidur :D
Comment on chapter Keputusan terberat