17
“Kenapa Kirania masih mau berteman dengannya? Dia yang terburuk” singgung seorang siswi kelas duabelas ketika Sela lewat di depannya.
“Udah nggak usah di dengarin nanti mereka capek sendiri” bisik Kirania merangkul Sela.
Ayu mengangguk.
Sudah sebulan. Orang menuai apa yang dia tanam, termasuk Sela, masih banyak yang menyindirnya.
“Masuklah ke kamar mandi, gue tunggu diluar” ujar Kirania
Ayu dan Sela memasuki kamar mandi wanita disebelah kanan.
Kirania berdiri sambil bersender di pembatas teras kelas lantai dua itu. Angin meniup lebih kencang ketika di tempat yang tinggi membuat rambutnya tersepoi sejuk.
Kirania memandang ke bawah ke arah lapangan bendera. Di sana sedang ada PBB atau pelatihan baris berbaris untuk beberapa orang terpilih, mereka akan tampil di acara perpisahan kelas tiga nanti.
Ada Pito. Kirania tersenyum.
Tap tap tap tukkkk…
Satu sepatu milik seorang siswi yang berbaris paling belakang melanting saat sedang langkah tegak maju, menghantam kepala Pito.
“Hahaha” tawa Kirania pecah.
Ayu keluar diikuti Sela.
“Ayuk ke bawah” ajak Sela
Kirania tersenyum sambil mengangguk.
Selama sebulan, sejak Sela dan Kirania berbaikan. Pito dan Kirania seolah jadi tak pernah kenal, menjaga jarak sangat terlihat jelas.
Tentu Kirania menyukai Pito, tapi bagaimana dengan Sela? Pito menyukai Kirania, tapi bagaimana bisa dekat dengan wanita yang teman si wanita patah hati karenanya?
Mungkin karena itu tidak ada yang berani saling menyapa. Dan curi pandang dari jauh satu-satunya pengobat rindu.
“Ya ampun dasi gue hilang!” teriak Kirania saat menuruni anak tangga terakhir “tadi masih ada!”
“Jatuh dimana?” tanya Sela
“Perasaan lo nggak pakek dasi” cetus Ayu
“Gue kantongin, tadi Pak Akinom jemputnya kecepatan. gue kan belum pintar pakek dasi tanpa lihat cermin. Gue lihat ke atas dulu deh”
“Mau gue temanin?” tawar Ayu
“Lo sama Sela aja deh, gue cari sendiri”
Ayu mengangguk, lalu menarik Sela bersamanya ke kantin.
Kirania berjalan ke tempat yang tadi dia lewati, benar saja dasi itu jatuh di tempatnya berdiri tadi saat melihat PBB. Dan sekarang anak PBB beserta Pito sepertinya sedang istirahat.
“Kakk!”
Kirania mendengar pekikkan itu dan mengikuti asalnya, ternyata dari pojok kelas yang sepi, suara Putri.
“Gue udah bilang jangan temuin gue lagi!” ucap Ivan
Kirania mengintip
“Aku sayang dengan Kakak” keluh Putri
“Lo seharusnya tahu gue cuma mainin lo aja!”
“Apasih Kak bedanya aku dan Kirania?” isak Putri “Kenapa kakak selalu baik ke dia, sedangkan aku..”
“Dia wanita yang kusayang. Gue nggak pernah dapat kesetian dan perhatian sebaik yang Kirania kasih, dia tahu apa yang gue bisa dan nggak gue bisa, dia tahu apa yang gue mau dan nggak gue mau!”
“Aku juga bisa Kak..”
“Gue tahu banyak cowok yang dekat dengan lo, sekarang lebih baik pergi deh” usir Ivan.
Sejak Ivan membela Kirania dengan memasang artikel di mading, sejak itu pula Ivan cuek ke Putri meski mereka hanya berdua. Ivan bilang banyak pria dekat dengan Putri itu adalah bohong besar, karena Putri tidak pernah dekat dengan pria manapun. Paling hanya mengobrol itupun kalau ada tugas kelompok bersama dan pasti Putri sudah izin dengan Ivan dahulu.
Ini jelas karena Kirania, karena Putri-lah yang membuat rumor tentang Kirania mainin Ivan. Dan membuat Kirania mengalami beberapa minggu yang buruk. Ivan membencin Putri karena hal itu.
Putri berlari kencang tak sadar jika Kirania ada di balik pintu.
***
Suasana di kantin.
“Kirania nggak datang-datang?” tanya Sela
“Hm, palingan, dia lagi ditembak beberapa cowok di atas, Kirania kalo dibiarin sendiri pasti begitu dan Lo kalo ditinggalin sendiri pasti disindir orang. Cuma gue sendiri yang aman kalo sendirian” Ayu geleng-geleng.
***
Putri menangis tersedu di rooftop, Kirania mendatanginya pelan.
“Put?”
“Ngapain lo ke sini?”
“Gue? Terserah gue dong, kadang kesendirian tuh mengasyikkan, jadi gue ke sini. Taunya ada lo”
“Nyebelin banget sih lo” kesal Putri berdiri.
“Jangan nangis, cari yang lain aja”
“Apa bedanya gue sama lo? Gue sayang sama Kak Ivan, gue rela cuman bisa jadi pacarnya kalo cuman berduaan, gue rela nggak diakuin sama dia asal kami tetap pacaran!”
“Orang bakal ngehargai diri lo sama kayak lo ngehargai diri sendiri.”
“Seolah bumi yang bulat ini bertitik pusat pada perempuan cantik, entah itu utara, selatan, barat daya, tenggara berpusat padanya. Entah itu Kak Ivan, Kak Putra, Pito bahkan Fadil berpusat pada Kirania” Simpul Putri
“Gue sama kayak lo Put,”
“Jangan nyama-nyamain karena lo kasihan sama gue kan?”
“Nggak, lo nggak pantas dikasihani karena lo yang nyakitin diri lo sendiri dengan bertahan sama orang yang nggak sayang sama lo. Gue juga pernah gitu, pasti sakit banget terus bersama dengan orang yang nggak bisa kita miliki”
“Kak Ivan sayang banget sama lo!” isak Putri
“Gue dan Kak Ivan cuma teman sekarang. gue harap lo bisa bahagia. kalo lo nggak dapetin itu dari Kak Ivan, lo pantas cari yang lain, yang bisa buat lo bahagia Put.”
Putri pergi meninggalkan Kirania di rooftop sendirian sambil menyeka air matanya.
Kirania menghela napas dan kembali duduk menenangkan pikirannya ‘kenapa Kak Ivan begitu tega dengan Putri padahal ketika denganku Kak Ivan begitu manis.’
***
“Berapa orang sih yang ditolak Kirania?” keluh Sela
“Banyak pasti” ucap Ayu
“Mie bakso Kirania sudah hampir mengembang nih”
“Okee… kita beresin” senyum Ayu mengambil sendok dua, satu untuknya, satu untuk Sela.
Sela menyeringai “Sebelum terlambat” Ayu mengangguk.
***
“Kirania?” tegur Pito yang baru datang ke rooftop
“Hei?”
“Kenapa di sini? Kangen aku ya?" Goda Pito duduk di sebelah Kirania
“Ngarep!”
“Eh nggak mungkin Kirania kangen aku, dia kan sukanya dengan Kak Ivan”
Kirania memiringkan duduknya supaya bisa melihat jelas Pito “Apa buktinya aku suka Kak Ivan?”
“Pas kamu masih pacaran sama Kak Ivan, kamu marah dengan cowok yang dekatin kamu dan ngejelekin Kak Ivan. Cowok itu aku”
“Trus?”
“Kamu biasanya ramah dengan semua orang tapi pas pacaran dengan Kak Ivan, kamu jaga jarak dengan lawan jenis”
“Trus?”
“Pas putus di GOR, kamu nangis. Aku lihat. Lalu di sekolah kamu menyendiri dan baca puisi Chairil Anwar yang terkenal sebagai binatang jalang karena dekatin banyak cewek, sama kayak Ivan”
“Trus?”
“Kamu diamin aku karena kamu pikir aku yang lengserin Kak Ivan dari jabatannya sebagai ketua basket”
“Kamu nggak masalah dengan semua itu? Dengan semua hal yang kamu omongin?” tanya Kirania dalam
“Aku nggak masalah” senyum Pito merekah.
Kirania langsung berdiri dan mengambil langkah pergi, respon yang ditunjukkan Pito mengungkap jelas jika Pito sudah tidak menyukai Kirania. Kalau suka pasti dia akan cemburu dengan semua itu.
“Kirania?” Pito berjalan mendekati Kirania yang diam karena dipanggil
“Memangnya kamu preman? Dasi digantungi di kerah tapi nggak dipasang dengan benar?” Pito memasangkan dasi Kirania dan membuat simpul khas anak SMA.
“Aku nggak bisa makai dasi kalo nggak lihat cermin”
“Itu kamu, kamu memang nggak bisa rasain apa yang nggak kamu lihat. Selesai”
“Makasih” Kirania memutar badannya dan kembali melangkah
“Kamu nggak bisa rasain perasaan aku gimana karena kamu nggak pernah coba lihat”
Kirania menangis, Pito masih menyukainya dan saat Pito bilang tak masalah, itu berarti sindiran bukan kenyataannya
“Kamu yang nggak bisa rasain perasaan aku gimana setiap kamu bilang aku suka Kak Ivan, kamu nggak bisa lihat siapa yang ada di dalam hatiku” ucap Kirania
Iris mata Pito membulat “Si-siapa? Yang kamu suka?”
Tett tett
“Udah bel, aku turun duluan”
***
Kirania berjalan menunduk dan mengelap sisa-sisa air mata, meski dia tahu Pito masih menyukainya juga. Tapi tak ada hubungan yang jelas, maksudnya gimana dengan Sela nanti.
Tiga anak tangga terakhir baru menyadarkan Kirania jika Sela dan Ayu sedang berdiri di anak tangga terakhir.
“Ngapain di sini?” tanya Kirania
Ayu dan Sela berusaha menelan makanan yang memenuhi mulut mereka.
“Kenapa kalian tergesa-gesa makannya? Hah..” Kirania menyadari sesuatu
“Sela yang makan bakso uratnya” tuduh Ayu
“Hah? Ayu yang makan bakso kecil sama mienya” Sela sangat terbuka “hehehe”
“Peace, cinta damai” Ayu mengangkat dua jarinya
Kirania geleng-geleng.
“Kok kamu sudah pasang dasinya dengan benar?” singgung Ayu
“Kan di kamar mandi ada cermin, Yu,” ucap Sela
“Hahaha” tawa Kirania palsu
Pito yang berusaha mengejar Kirania mengurungkan niatnya setelah melihat Sela dan Ayu sedang bersama Kirania. Pito tertahan di lantai kelas tiga sampai ketiga siswi itu pergi, sebab tak mungkin baginya menuruni tangga dan melewati Kirania jika ada Sela. Bukan takut, tapi Pito tak mau Kirania berada dalam suasana canggung.
***
ceritanya lucu juga, di save ah, lumayan buat bacaan sebelum tidur :D
Comment on chapter Keputusan terberat