Read More >>"> Turn on Your Heart ([3]) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Turn on Your Heart
MENU
About Us  

"Selamat pagi menuju siang!" Suara maskulin tersebut memenuhi ruang kelas Yuner yang sedang ribut karena baru saja menyelesaikan jam pelajaran pertama. "Maaf saya tidak bisa kasih kalian waktu jeda untuk menyalin PR karena hari ini saya tidak bisa berlama-lama," ujarnya yang sangat mengetahui tabiat siswa.

Pak Toto mulai mengeksekusi satu persatu bangku. Biasanya, Pak Toto memeriksa tiap tugas dan langsung memberikan nilai. Itu yang membuat Naja gemetar di bangkunya. Untunglah ia hari ini memilih bangku paling belakang karena Pak Toto mulai memeriksa buku tugas dari barisan depan.

"Yun, tulisan lo jelek banget, nggak pantes sama muka lo," celetuk Naja yang masih sempat-sempatnya mengejek dikala kedua tangannya sibuk menyalin PR Yuner. "Astaga, ini apa?!"

"2x!" sentak Yuner. "Lo banyak dosa sih, tadi Sherin nyontek catetan gue aja nggak banyak nanya kayak lo."

Di depan Pak Toto diam-diam mengawasi pergerakan Naja dan Yuner. Guru mata pelajaran matematika itu mengetahui siasaat setiap siswanya. Kali ini, ia akan mendapatkan mangsa empuk bernama Pranaja Malik.

Di bangkunya Naja semakin panas dingin. Berulang kali ia dan Pak Toto tidak sengaja saling adu pandang. Ditambah Yuner yang terus berceloteh tidak jelas, bukannya malah membantunya mendiktekan isi PR yang tengah Naja salin.

Walaupun sudah diingatkan, Naja tetap meremehkan. Yuner mengingatkan Naja mengerjakan PR ini berkali-kali tapi Naja selalu menjawab rencana yang sama. Ia akan menyalin jawaban Yuner pagi hari sebelum pelajaran Pak Toto dimulai.

Sayangnya, Naja tidak seberuntung biasanya. Pelajaran pertama, ia harus isi presentasi drama mini bersama keempat teman sekelompoknya. Ia pun tidak bisa leluasa menyalin PR Yuner seperti yang ia rencanakan sebelumnya.

Semakin lama, jaraknya dengan Pak Toto semakin tipis. Sekarang Naja kehabisan rileksnya. Tangannya berkeringat dan jantungnya berdebar. Pasalnya, Pak Toto akan memberikan tugas tambahan lebih banyak kepada siswanya yang tidak mengerjakan PR. Naja tidak ingin itu menimpa dirinya yang sedang disibukan bolak-balik ke rumah produksi.

Tersisa satu bangku lagi. Naja menyalin PR Yuner diam-diam di kolong bangku agar tidak ketahuan Pak Toto yang sekarang persis di depannya yang tengah memberikan nilai tugas untuk Sherin dan Max bergantian.

Baru saja Pak Toto hendak berpindah bangku, pintu kelas terbuka tanpa ketukan terlebih dahulu. "Halo anak-anak!" sapa lantang si pembuka pintu.

Murid perempuan menahan teriakan mereka dan murid laki-laki menahan rasa iri mereka menyaksikan Pak Edgar dengan postur atlet dan tampang bintang Hollywood itu, sedang berdiri di ambang pintu. "Maaf saya mengganggu pelajaran Anda, Pak Toto. Tapi saya ingin menyampaikan informasi perihal ujian kelulusan nanti. Bisa saya potong waktunya sebentar?" pinta Pak Edgar penuh kesan ramah.

Pak Toto memberikan senyum simpulnya pada Naja yang seolah berkata, "hari ini kamu lolos, lihat saja nanti." Guru itu pun menggangguk tak kalah ramah seraya menghampiri Pak Edgar di ambang pintu. "Oh, begitu ya. Silakan, silakan!"

Naja merosot di bangkunya. Kelegaan menyelimuti seluruh raganya saat ini.

Pak Edgar memposisikan dirinya di tengah kelas. Ia berdeham sebentar untuk menarik perhatian penuh. "Oke, tanpa berlama-lama kita langsung ke intinya saja ya."

"Lama-lama juga nggak apa-apa, Pak," celetuk Wanda yang disambut gelak tawa seisi kelas.

Edgar sebenarnya belum terlalu tua. Usianya masih menginjak 32 tahun. Dulu ia menjadi guru honorer di SMA Saraswati atas keinginannya sendiri. Setelah mendapatkan tawaran mengisi pemain salah satu film terkenal Hollywood, ia pun lambat laun berangsur-angsur tidak aktif menjadi guru. Namun, SMA Saraswati tetap menerima kedatangannya karena ia adalah salah satu pemain laga berpengalaman dengan segudang prestasi yang dapat membagikan ilmunya kepada siswa jurusan seni drama.

"Begini, ujian kelulusan kalian akan diadakan kurang dari tujuh bulan lagi. Selama tujuh bulan tersebut, kami meminta kalian mengambil salah satu dari empat tema yang kami siapkan." Edgar mengambil spidol di meja guru dan menulis beberapa poin di papan tulis.

"Pendidikan, Industri, Teknologi, dan Kebudayaan," ujar Edgar sambil terus menulis. "Diantara empat tema ini, kalian bisa memilih salah satu untuk dijadikan tema utama bahan ujian kelulusan."

Naja masih mencatat PR Yuner. Ia tidak sepenuhnya memperhatikan Edgar. Yuner di bangkunya tidak peduli, toh itu risiko Naja. Ia lebih memilih memperhatikan informasi yang disampaikan Edgar.

"Saya beri contoh tema industri. Tentu yang dimaksud industri di sini adalah di bidang perfilman," tekan Edgar.

Caranya menjelaskan tak kenal diam. Ia mondar-mandir di depan kelas seraya terus menerangkan. "Semidalkan judul yang bisa kalian ambil dari tema di atas adalah Penelitian Terhadap Karakter Peran Antagonis yang Terdapat Dalam Film Religi Azab Tukang Bakso Boraks, Meninggal Dengan Keadaan Kaku dan Liang Lahat dipenuhi Kuah Kaldu."

Kelas kembali dipenuhi tawa. Edgar memberikan murid-muridnya jeda waktu sampai semua tawa mereda.

"Di sana, fokus kalian meneliti macam-macam peran antagonis yang terdapat dalam film religi tersebut. Apakah si pemeran memerankan karakter sesuai dengan rating yang industri sarankan? Apakah masih terdapat kekerasan di rating untuk semua umur? Atau kalian ingin mencoba memainkan peran tersebut?" jelas Edgar panjang. "Tugas kalian, bukan hanya sekadar tugas seni anak SMA. Tugas kalian harusnya membawa pembaruan di bidang perfilman, memasukan beberapa tambahan ilmu yang bisa menunjang peningkatan kualitas bagi siapa pun yang membaca tugas akhir kalian."

Naja baru saja memecahkan rekor terbarunya, menulis lima halaman bolak-balik degan waktu kurang dari lima belas menit. Meskipun tulisan yang tercetak di buku tugasnya tidak jauh berbeda dari tulisan milik Yuner, setidaknya tugasnya selesai dan tidak ada tugas tambahan yang membayanginya selama bekerja paruh waktu di rumah produksi.

"Ada yang ditanyakan?" Mata Edgar menerawang ke tiap penjuru kelas. "Tidak ada? Baik. Saya permisi, semoga beruntung."

Terdengar beberapa murid mengucapkan kata terima kasih yang dibalas lambaian tangan oleh Edgar. Pria jangkung itu mempersilahkan kembali Pak Toto masuk ke dalam kelas dan melanjutkan pelajarannya yang sempat ia ganggu.

"Tadi saya sudah memeriksa sampai di bangku mana ya?" tanya Pak Toto pura-pura tidak tahu.

Naja langsung mengacungkan tangannya tinggi-tinggi. "Di bangku saya, Pak!" ucap Naja penuh percaya diri.

***

Rencananya, siang ini Yuner ingin segera lekas pulang. Tentu saja game alasan utamanya. Meski ujian kelulusan tinggal menghitung bulan, baginya tidak ada alasan apa pun untuk menghalanginya bermain game. Namun, Yuner mendapati Edgar sedang bersandar di bagian depan mobilnya seraya memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana. Para perempuan pun berbisik sambil curi-curi pandang, tapi ada pula yang menatap Edgar terang-terangan. Aktor laga itu mempunya aura menyedot perhatian semua orang. 

"Pak Edgar?" panggil Yuner.

Pria tersebut menunjukan senyuman lebar menyambut kedatangan Yuner. Gadis-gadis di sekeliling mereka semakin terkagum-kagum menyaksikan senyuman Edgar. 

"Saya paling hafal plat mobil milik keluarga Lucas," kata Edgar yang kemudian melepaskan sandarannya dari mobil Yuner. "Bagaimana kabar ayah kamu?"

Yuner menerka-nerka sejenak. "Kemarin malam sih masih baik, tapi nggak tahu sekarang."

Edgar terkekeh mendengar jawaban anak dari rekan kerjanya itu. "Kamu ada waktu? Saya punya satu tugas penting untuk kamu."

Dimasukannya kunci mobil ke dalam saku celana sekolahnya lagi. Secinta apa pun Yuner terhadap PUBG, ia tentu lebih memilih mengerjakan tugas dari Edgar. Ayahnya dan Edgar berteman baik. Keduanya saling membantu sama lain dan Yuner tidak akan melupakan jasa Edgar untuk keluarganya.

Dahulu, ayahnya pernah dicekal lembaga sensor akibat adegan kekerasan yang ia lakukan di salah satu sinetronnya. Meskipun adegan kekerasan tersebut merupakan bagian dari skenario, tetapi Lucas dinilai terlalu berlebihan dalam membawakannya. Lucas sempat tidak mendapatkan panggilan pekerjaan hampir enam bulan penuh. Tetapi Edgar menyerahkan perannya di film yang sedang ia garap di Thailand kepada Lucas secara cuma-cuma. Padahal itu kesempatan bagus bagi Edgar agar bisa menginjak dunia film internasional.

Alhasil setelah film Thailand yang dimainkan Lucas tersebut meledak, nama Lucas lambat laun kembali naik. Pencekalannya dihapus dan ia bisa bermain film serta sinetron di Indonesia.

"Saya nggak maksa," ujar Edgar dalam perjalanan mereka. "Tapi tetap saya berharap kamu mau menerima tawaran saya."

"Tawaran apa, Pak?" Yuner menimpali. 

"Menjadi guru."

Kata-kata Edgar sungguh gamblang. "Maksudnya menjadi guru?" tanya Yuner.

"Begini, mulai bulan depan, saya harus kembali lagi ke LA untuk shooting sekuel film saya. Saya bela-belain pulang ke Indonesia demi mewujudkan impian saya selama 20 tahun menjadi seorang aktor." Edgar menarik napas dalam sebelum meneruskan kalimatnya. "Saya ingin kamu melatih akting seseorang demi impian saya, membuat perfilman Indonesia dikenal dunia sebagai gudang film action."

Yuner masih belum bisa menangkap penuh tujuan Edgar menghambat acara pulang cepatnya hari ini. "Jadi intinya, saya mengajari orang untuk berakting di film Bapak?"

"Lebih tepatnya bukan di film saya, tapi di film karya Hasibuan Banuarto." 

Mulut Yuner menganga. Ia sendiri pun tidak yakin bisa lolos casting di film yang digarap Hasibuan, apa lagi ia disuruh melatih akting seseorang. Ini jelas hal baru baginya. 

Hasibuan Banuarto adalah produser sekaligus sutradara berkelas di Indonesia. Semua film yang ia ciptakan sangat berkesan dan pasti memiliki jumlah penonton lebih dari dua juta. Bagi Hasibuan, kualitas merupakan nomor satu. Jumlah penonton juga keuntungan, pasti mengikuti.

"Saya mendapat bocoran dari pihak Hasibuan, katanya beliau akan mengadakan audisi untuk film terbarunya yang ber-genre action. Hasibuan mencari tokoh perempuan muda yang punya kemampuan bela diri tinggi. Tapi sangat susah mencari perempuan dengan bakat alami bela diri dan punya akting yang bagus. Plus, harus punya wajah cantik. Melatih aktris bela diri, jelas bukan solusinya karena bela diri membutuhkan waktu cukup lama," tutur Edgar bersemangat. "Untungnya saya menemukan perempuan itu. Dia sangat ahli banyak seni bela diri, tapi dia tidak bisa akting sama sekali. Kalau saya bulan depan tidak berangkat ke LA, pasti saya sudah mengajarkan dia akting habis-habisan."

Perjalanan mereka menarik banyak perhatian murid SMA Saraswati. Mereka ingin sekali berada di posisi Yuner, baik itu siswa atau pun siswi. Yuner terbiasa diperhatikan, hanya saja ia tidak enak dijadikan patokan rasa iri. Ia sering sekali menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal, mengekspresikan ketidak nyamanannya berjalan di samping Edgar.

"Kamu tidak perlu mengajarinya bela diri. Kamu cuma perlu melatihnya akting. Saya percaya sama kamu. Bakat akting kamu tidak saya ragukan lagi," pujian yang dilontarkan Edgar membuat Yuner menunduk. "Orang yang nanti kamu ajarkan itu cukup tertutup. Saya sudah mencoba mengajukan beberapa guru akting kepada dia tapi guru-guru akting tersebut memilih berhenti. Mungkin jika diajarkan orang yang seumuran, dia mau terbuka sama kamu karena menganggap sebagai teman."

Yuner mulai menangkap maksud Edgar. "Oke, saya akan coba bantu semaksimal mungkin."

"Bagus!" 

Walau tidak mengetahui isi pikiran Edgar, Yuner bisa menebak sekarang Edgar sangat senang. Matanya berbinar disertai senyuman penuh kemenangan. Tidak hanya belajar akting, murid seni drama Saraswati juga diajarkan psikologi ekspresi wajah. Pelajaran itu sangat penting supaya akting yang dihasilkan natural dan tidak dibuat-buat. 

Edgar merangkul bahu Yuner yang lebih pendek darinya. "Tenang saja, saya kasih kamu kemudahan di ujian kelulusan nanti. Pilih saja tema pendidikan, terus kamu tinggal ambil isi ujian kamu dari pengalaman mengajar orang yang saya minta."

Yuner mengangguk setuju. Menurutnya, Edgar banyak memberikan contoh kehidupan. Edgar membantu ayahnya yang sedang di ujung tanduk dalam karir dengan merelakan peran yang juga Edgar inginkan. Tidak selang lama, Edgar mendapatkan tawaran langsung dari sutradara Hollywood yang membuatnya menjadi bintang laga internasional seperti sekarang. 

Menolong orang tidak merugikan diri kita sendiri. Justru dengan menolong orang, balasan yang kita terima jauh lebih baik dari sebuah ekspetasi. 

Ia pun akan melakukan seperti Edgar menolong keluarganya. Yuner mengiakan tawaran Edgar, dan tidak disangka, balasannya berupa kemudahan di tugas kelulusannya. Di saat teman-temannya yang lain masih sibuk menentukan tema, Yuner sudah bisa memulai mengerjakan tugas.

Edgar membuka pintu ruangan yang disediakan Saraswati untuk para tamu khusus. "Ini dia orangnya yang bakal jadi muridmu."

Seorang perempuan yang menggulung rambutnya itu perlahan membalikan arah pandangannya. Dari yang menjelajah jendela, sekarang tengah mengawasi Edgar dan Yuner yang baru saja masuk. 

"Yuner, kenalkan, ini Cadri. Oh, Cadri, ini guru baru kamu. Ganteng kan? Pasti betah dong ya."

Perempuan yang Edgar panggil Cadri itu hanya memandang Yuner datar. Tidak ada binar pujian melihat ketampanan Yuner. Sementara di tempatnya, Yuner tidak bisa berkedip. Ia tidak menyangka dirinya bertemu lagi dengan perempuan ini. 

"Lo... yang waktu itu ngelempar galon ke gue sama temen-temen gue kan?" tebak Yuner yakin.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
Similar Tags
After Rain [Sudah Terbit]
20      9     0     
Romance
Bagaimana rasanya terjebak cinta dengan tiga laki-laki yang memiliki hubungan saudara? Bilamana hujan telah mempertemukan kita berteduh di bawah payung yang sama, maka hujan juga bisa memisahkan apa yang sama-sama kita rasa, kemudian memulangkan kembali semua kenangan yang ada. Copyright � 2018, Deka Lika
Ojek Payung
2      2     0     
Short Story
Gadis ojek payung yang menanti seorang pria saat hujan mulai turun.
A Story
4      4     0     
Romance
Ini hanyalah sebuah kisah klise. Kisah sahabat yang salah satunya cinta. Kisah Fania dan sahabatnya Delka. Fania suka Delka. Delka hanya menganggap Fania sahabat. Entah apa ending dari kisah mereka. Akankah berakhir bahagia? Atau bahkan lebih menyakitkan?
Mentari dan Purnama
4      4     0     
Short Story
Mentari adalah gadis yang dikenal ceria di kalangan teman-temannya. Tanpa semua orang ketahui, ia menyimpan rahasia yang teramat besar. Mentari berteman dengan seorang hantu Belanda yang berkeliaran di sekolah! Rahasia Mentari terancam ketika seorang murid baru blasteran Belanda bernama Purnama datang ke sekolah. Apakah kedatangan Purnama ada hubungannya dengen rahasia Mentari?
Love You, Om Ganteng
69      23     0     
Romance
"Mau dua bulan atau dua tahun, saya tidak akan suka sama kamu." "Kalau suka, gimana?" "Ya berarti saya sudah gila." "Deal. Siap-siap gila berarti."
Anne\'s Daffodil
362      285     3     
Romance
A glimpse of her heart.
Renata Keyla
40      18     0     
Romance
[ON GOING] "Lo gak percaya sama gue?" "Kenapa gue harus percaya sama lo kalo lo cuma bisa omong kosong kaya gini! Gue benci sama lo, Vin!" "Lo benci gue?" "Iya, kenapa? Marah?!" "Lo bakalan nyesel udah ngomong kaya gitu ke gue, Natt." "Haruskah gue nyesel? Setelah lihat kelakuan asli lo yang kaya gini? Yang bisanya cuma ng...
Kulacino
3      3     0     
Romance
[On Going!] Kulacino berasal dari bahasa Italia, yang memiliki arti bekas air di meja akibat gelas dingin atau basah. Aku suka sekali mendengar kata ini. Terasa klasik dan sarat akan sebuah makna. Sebuah makna klasik yang begitu manusiawi. Tentang perasaan yang masih terasa penuh walaupun sebenarnya sudah meluruh. Tentang luka yang mungkin timbul karena bahagia yang berpura-pura, atau bis...
L for Libra [ON GOING]
100      9     0     
Fantasy
Jika kamu diberi pilihan untuk mengetahui sebuah kenyataan atau tidak. Mana yang kamu pilih? Sayangnya hal ini tidak berlaku pada Claire. Dirinya menghadapi sebuah kenyataan yang mengubah hidupnya. Dan setelahnya, dia menyesal telah mendengar hal itu.
Regrets
13      8     0     
Romance
Penyesalan emang datengnya pasti belakangan. Tapi masih adakah kesempatan untuk memperbaikinya?