Read More >>"> Catatan 19 September (28 : Kehilangan Setelah Melepas) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Catatan 19 September
MENU
About Us  

Semesta gemar sekali mempermainkan perasaanku. Dengan mudahnya aku melepas lalu dengan gampangnya aku kehilangan. Dicintai membuatku lelah, jatuh cinta sendirian membuatku lemah. Dan, dicampakkan membuatku benar-benar rapuh. Aku patah.

 

***


Hari ini hari terakhir ulangan semester, aku berhasil melewati ulangan walau beberapa masalah mengganggu pikiranku belakangan ini. Dengan langkah yang pelan aku berjalan menuju taman belakang sekolah, banyak anak-anak yang berkumpul di sini. Tak banyak juga pasangan-pasangan yang duduk berdua di gazebo yang tersedia di taman dekat kolam air mancur. Aku memilih duduk di kursi panjang dibawah pohon rindang saja, cuaca hari ini mendung, jadi terik matahari tidak terlalu menjadi pengganggu untukku menghabiskan waktu di sini.

 

Aku meletakkan ransel di pangkuan sambil membuka sepatuku, aku merasa kakiku benar-benar pegal entah kenapa. Lagian juga mata ulangan sudah habis dan waktu istirahat sebelum pulang akan sangat panjang hari ini. Aku ingin menghabiskan waktu di taman untuk hari ini, melihat air mancur yang tampak damai dan tenang walau dari kejauhan. Helaan napasku benar-benar berat, aku mengucek mata saat mataku terasa pedas. Aku membuka kaca dan melihat mataku memerah.

 

“Gue lupa bawa obat mata,” gumamku.

 

Mataku mengerjap-ngerjap, aku kaget saat ada seseorang duduk di sampingku. Aku menoleh, Kak Felix tengah menatapku dengan cengiran lebarnya.

 

Aku mendengus, setelah ucapan tanpa dosanya kala itu sekarang dia datang kepadaku dengan cengiran kudanya itu. Kak Felix ini sehat apa tidak sih?

 

“Ngapain di sini sendirian?” tanyanya sambil celingak-celinguk. “Nunggu seseorang?”

 

“Terus Kakak ngapain ke sini? Nyari seseorang?” balasku.

 

Kak Felix berdecak, “Kan orangnya udah ditemuin ini,” ujarnya.

 

Aku mengerling bosan, memangku tangan diatas ranselku. “Jadi mau ngomong apa sama aku? Masalah yang waktu itu lagi?”tebakku. 

 

Great! Kak Felix diam sejenak namun tak mengalihkan pandangannya.

 

Sebelah alisku terangkat, menatapnya dengan sorot curiga—bingung lebih tepatnya.

 

Aku melihat Kak Felix menghela napasnya, itu berarti tebakanku tadi benar. Dia memang ingin membahas lagi ucapannya waktu itu.

 

“Gue beneran waktu ngomong itu sama lo, gak bercanda sama sekali, Li,” ucapnya. Serius.

 

Aku berbalik menghadap Kak Felix, berusaha bersikap seperti biasa kami berinteraksi. Hanya saja sepertinya Kak Felix merasa berbeda diantara kami. Aku melihat sorotnya yang penuh harap saat bola matanya kutatap lekat-lekat.

 

“Kak,” panggilku. Aku menghela napas, “suka aku sejak kapan? Kenapa?”

 

“Lama. Bahkan sebelum kita temenan. Gue tahu lo masih kecil, kelas satu SMA. Tapi disitu yang bikin gue gemes sama lo, tutur kata lo halus, sopan sama yang lebih tua. Cowok mana yang tahan kalo sering antar jemput cewek cantik dan lemah lembut kayak lo ini, apalagi Kakak lo sendiri yang nitipin lo ke gue,” ungkapnya.

 

Aku tersenyum miring, dasar lelaki. Aku tak selemah lembut itu sebenarnya.

 

“Tapi gue merasa terkalahkan saat pas MOS si Gilang ngaku-ngaku sebagai pacar lo,” tambahnya. Mataku membulat menatapnya kaget.

 

“Aku sama Gilang gak ada apa-apa, Kak,” elakku.

 

“Kalo emang bener kenyataannya begitu, berarti lo bisa doang nerima gue?” terka Kak Felix.

 

Kak Felix menatap mataku begitu dalam, lekat dan tak terelakkan. Bahkan aku sendiripun rasanya tak bisa memutuskan pandangan dengannya. Kenapa aku ini?

 

“Kak,” aku meringis. “jangan natap aku kayak gitu, gak enak.”

 

“Kenapa? Mungkin dengan menatap lo selekat ini bisa bikin lo ngerti sama apa yang gue rasain terhadap lo kalo emang hanya dengan kata-kata gak cukup bikin lo percaya,” tuturnya. Aku mengerang dalam hati. Aku berada dalam posisi sulit, saat hatiku masih belum terbiasa dengan kepergian Gilang yang secara tiba-tiba sekarang Kak Felix datang dengan segala pernyataannya yang mengejutkan.

 

Aku tersenyum sekilas sebelum memutuskan tatapan, pandanganku kufokuskan hanya ke arah lain, tak ingin menatap mata Kak Felix lagi. “Aku paham, Kak. Tapi aku gak bisa.”

 

“Jadi lo nolak gue, nih?”

 

“Menurut Kakak?” balasku. “Aku juga lagi suka sama seseorang sekarang, gak mungkin kan aku terima Kakak sementara hati aku masih mengharap orang lain? Kakak gak mau kan menjalin hubungan yang diawali dengan keterpaksaan?”

 

Kuharap dia mengerti, dan aku mau jangan sampai Kak Felix bertanya lagi siapa orang yang aku sukai. Karena kalaupun dia bertanya, aku tidak akan menjawabnya.

 

“Aku suka Kakak, suka dengan cara Kakak jagain aku. Cara Kakak yang gak jauh beda dengan cara Kakakku jagain aku, rasaku ke Kakak cuma sekedar itu. Tolong, jangan meminta rasa yang lebih dari itu sama aku.”

 

Taman tempat kami berada sudah mulai sunyi, mungkin anak-anak yang tadinya berada di sini memilih pindah ke kelas karena matahari mulai terik. Namun tidak dengan aku dan Kak Felix, kami seakan larut dengan obrolan yang saat ini sedang berlangsung.

 

“Oke, gue mengerti. Gak masalah lo nolak gue untuk saat ini, tapi gue gak akan berhenti berusaha buat bikin lo suka sama gue. Nope, gue gak maksa lo ngasih rasa yang lebih ya, ke gue. Gue cuma mau berjuang lagi, gak apa-apa kalo lo gak mau nganggep gue. Intinya gue sayang lo, jadi kalo ada apa-apa kalo lo butuh gue jangan sungkan buat hubungin gue. Jangan merasa canggung, bersikap aja seakan gak pernah terjadi apa-apa sama kita. Oke? Walaupun gue terganggu dengan kalimat terkahir gue, tapi gak apa-apa. It's ok.”

 

“Maaf, Kak,” aku menunduk sejenak kemudian kembali mengangkat kepala. “tenang aja. Kita tetap kayak dulu, kok. Masih bisa berangkat sekolah bareng, bisa ketemu lagi di rumah kalo Kakak lagi mabar sama Kak Rigel. Akses kita banyak,” terangku.

 

Kak Felix tersenyum sambil mengacak rambutku kemudian ia berdiri, “Adik kecil gue,” ujarnya. “gue ke temen-temen gue dulu, ya.”

 

Aku hanya tersenyum sebagai respon, kembali duduk seperti semula saat Kak Felix sudah tak lagi terlihat di sekitar. Mungkin satu masalah sudah bisa terselesaikan?

 

Namun tetap saja aku merasa masalah hatiku yang sesak melihat Gilang dengan cewek lain lebih besar daripada masalah yang lain. Aku baru saja menolak hati yang meminta hatiku untuk dicintai olehnya. Tapi aku baik-baik saja dengan keputusan ini, keputusan yang mungkin bodoh masih memilih mencintai orang yang sekarang justru menjauh secara tiba-tiba.

 

Kupikir, aku membutuhkan teman berbagi cerita ini. Aku membubuhkan teman yang bersedia mendengarkanku untuk kali ini, lagipula selama ini aku merasa sudah terlalu jauh menutup diri dari teman-temanku. Menganggap bahwa aku bisa mengatasi semuanya sendiri, namun pada kenyataannya aku tak bisa. Iya, kan?

 

Aku tersentak saat seseorang menepuk bahuku, refleks aku menoleh cepat dan mendapati Tata yang bergerak duduk di sampingku dengan cengiran lebarnya.

 

“Ngapain lo menyendiri di sini? Udah bosan sama keramaian lo?” sambarnya secara langsung.

 

“Gue mau cerita nih, sama lo,” ujarku. Langsung mengarah pada topik.

 

“Yuk, cerita aja, gue dengerin. Kalo bisa ngasih solusi lebih baik.”

 

Aku mengangguk dan mulai menceritakan semuanya. Tata pendengar yang baik, dia mendengarkan ceritaku dari awal sampai akhir tanpa memotong sekalipun. Selesai bercerita, aku menghela napas seakan membuang semua masalahku saat ini. Aku menatap Tata dengan sorot yang seakan mengatakan ‘menurut lo gimana?’.

 

“Masalah lo sama Kak Rigel yang sebenarnya atas dasar perbuatan Gilang itu, udah selesai. Coret. Lalu masalah, ah bukan masalah itu namanya. Keberuntungan lebih tepatnya. Itu juga udah selesai kan tadi lo bilang? Jadi apa lagi yang membebani pikiran lo? Gilang yang akhir-akhir ini menjauh dan lebih nempel sama Seli, kan lo sendiri udah tahu kalo Seli emang udah dari sononya suka caper sama bokapnya Gilang. Palingan si Selinya aja itu yang gencar deketin Gilang, si Gilangnya sih gak mungkin mulai duluan menurut gue,” tutur Tata.

 

Aku mengangguk membenarkan. Tapi tetap saja menurut apa yang aku lihat akhir-akhir ini hubungan mereka sepeti timbal balik. Seakan Gilang juga menginginkan hubungan mereka yang lebih dari sebelumnya. Tapi, bukankah saat itu Gilang sendiri yang mengatakan padaku bahwa dia tidak begitu menyukai Seli?

 

“Terus, gue harus kayak gimana, Ta?” tanyaku meminta pendapatnya.

 

“Ya udah ikut alur aja, Li. Gue yakin Gilang gak akan sejahat itu anaknya. Gue yakin apa yang dia lakukan sekarang punya alasan, gak mungkin Gilang bertindak seenaknya menjauh dari lo kayak gini tanpa sebab, kan?”

 

“Gimana kalo penyebab dia menjauh dari gue ini letak masalahnya di gue? Dia beku banget sekarang, Ta, gak keraih sama gue,” ujarku.

 

“Ck, iya, gue paham. Lo coba ngomong deh sama dia, pake alasan apa, kek. Kali aja ada barang dia yang masih lo simpen.”

 

Aku mengernyit mencoba mencari alasan yang bisa aku pakai untuk bertemu dan berbicara dengannya lagi. Bolpoin!

 

“Ada, Ta!” seruku.

 

“Anak pintar. Langsung gerak!” balasnya.

 

“Iya,” aku bangit berdiri sambil menyandang ranselku lalu menepuk bahu Tata beberapa kali. “gue ketemu Gilang dulu, ya,” pamitku kemudian berlari pergi kembali ke gedung sekolah.

 

Langkahku memelan saat sampai di koridor laboratorium, di kursi panjang depan ruangan itu aku melihat Gilang duduk sambil fokus memainkan ponsel di tangannya. Sebenarnya ada ragu yang menyelimuti pikiranku, takut Gilang berjalan menjauh lagi dariku. Aku menggeleng keras, hubungan kami tidak akan membaik jika aku tidak bergerak untuk memperbaikinya.

 

“Gilang,” panggilku seraya berjalan mendekat ke arahnya.

 

Tatapan kami bertemu selama beberapa saat sebelum akhirnya Gilang memutuskan tatapan dan memfokuskan pandangannya pada ponsel. Aku meringis diam menyadari cowok itu tidak menjawab panggilanku. Tapi, aku tak boleh menyerah sebelum Gilang mau berbicara padaku.

 

“Ini,” aku mengulurkan bolpoin yang waktu itu dia pinjamkan dihadapannya. “makasih waktu itu udah dipinjemin. Maaf balikinnya lama, gue lupa soalnya. Lo juga sih, gak nagih,” ucapku sambil mengusahakan sebuah tawa lolos dari bibirku saat Gilang tak juga menggubris.

 

Cowok itu seakan tak menganggap kehadiranku. Fokusnya masih pada ponsel di tangannya. Bahkan sedikit saja dia tidak melirikku walau hanya dengan ekor mata. Sekejam ini cara Gilang meninggalkanku. Perubahannya yang begitu dingin membuat dia benar-benar tidak terjangkau olehku. Juga tatapannya yang dulu sehangat mentari kini tak lagi aku jumpai.

 

Cowok itu berdiri sambil membenarkan ranselnya, aku ikut berdiri. “Gue udah gak make polpen itu.  Sori, gue udah ditungguin,” ucapnya datar tak berekspresi, sebelum berlalu pergi dari hadapanku yang masih memegangi bolpoin miliknya yang sudah tak lagi terpakai. Katanya.

 

Aku menatap nanar punggung Gilang yang semakin jauh hingga hilang ditelan tembok pembatas sekat tangga dan pintu ruang UKS. Gilang benar-benar jauh, hangatnya kini berubah dingin. Baiknya kini berubah bimbang. Senyumnya yang dulunya hangat kini berubah wajah datar. Suaranya yang menenangkan kini berubah menyakitkan. Secepat ini Gilang pergi.

 

Aku benar-benar telah kehilangan sumber kebahagiaanku. Aku kehilangannya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • Cemplonkisya

    @penakertas_ paham kok wehehe

    Comment on chapter Prolog
  • YourEx

    @Lightcemplon
    Sulit dimengerti prolog nya ????

    Comment on chapter Prolog
  • Cemplonkisya

    awal yang dalem:(

    Comment on chapter Prolog
  • Alfreed98

    Wow

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
OUR PATH | MinYoon
3      3     0     
Fan Fiction
"Inilah jalan yang aku ambil. Tak peduli akan banyaknya penolakan masyarakat, aku akan tetap memilih untuk bersamamu. Min Yoongi, apapun yang terjadi aku akan selalu disimu." BxB Jimin x Yoongi Yang HOMOPHOBIC bisa tinggalkan book ini ^^
Cintaku cinta orang lain
6      6     0     
Romance
"Andai waktu bisa diulang kembali ,maka aku gak akan mau merasakan apa itu cinta" ucap Diani putri dengan posisi duduk lemah dibawah pohon belakang rumahnya yang telah menerima takdir dialaminya saat merasakan cinta pertama nya yang salah bersama Agus Syaputra yang dikenalnya baik, perhatian, jujur dan setia namun ternyata dibalik semua itu hanyalah pelarian cintanya saja dan aku yang m...
Renata Keyla
40      18     0     
Romance
[ON GOING] "Lo gak percaya sama gue?" "Kenapa gue harus percaya sama lo kalo lo cuma bisa omong kosong kaya gini! Gue benci sama lo, Vin!" "Lo benci gue?" "Iya, kenapa? Marah?!" "Lo bakalan nyesel udah ngomong kaya gitu ke gue, Natt." "Haruskah gue nyesel? Setelah lihat kelakuan asli lo yang kaya gini? Yang bisanya cuma ng...
It Takes Two to Tango
3      3     0     
Romance
Bertahun-tahun Dalmar sama sekali tidak pernah menginjakkan kaki di kota kelahirannya. Kini, ia hanya punya waktu dua minggu untuk bebas sejenak dari tanggung jawab-khas-lelaki-yang-beranjak-dewasa di Balikpapan, dan kenangan masa kecilnya mengatakan bahwa ia harus mencari anak perempuan penyuka binatang yang dulu menyelamatkan kucing kakeknya dari gilasan roda sepeda. Zura tidak merasa sese...
Ghea
4      4     0     
Action
Ini tentang Ghea, Ghea dengan segala kerapuhannya, Ghea dengan harapan hidupnya, dengan dendam yang masih berkobar di dalam dadanya. Ghea memantapkan niatnya untuk mencari tahu, siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan ibunya. Penyamaran pun di lakukan, sikap dan nama palsu di gunakan, demi keamanan dia dan beserta rekan nya. Saat misi mereka hampir berhasil, siapa sangka musuh lamany...
Astronaut
25      14     0     
Action
Suatu hari aku akan berada di dalam sana, melintasi batas dengan kecepatan tujuh mil per detik
Chasing You Back
2      2     0     
Romance
Sudah 3 tahun, Maureen tidak pernah menyerah mengejar pangeran impiannya. Selama 3 tahun, pangeran impiannya tidak mengetahui tentangnya. Hingga suatu saat, Pangeran Impiannya, Josea Josh mulai mendekati Maureen? Hmmm ..
SATU FRASA
129      28     0     
Romance
Ayesha Anugrah bosan dengan kehidupannya yang selalu bergelimang kemewahan. Segala kemudahan baik akademis hingga ia lulus kuliah sampai kerja tak membuatnya bangga diri. Terlebih selentingan kanan kiri yang mengecapnya nepotisme akibat perlakuan khusus di tempat kerja karena ia adalah anak dari Bos Besar Pemilik Yayasan Universitas Rajendra. Ayesha muak, memilih mangkir, keluar zona nyaman dan m...
Ignis Fatuus
16      10     0     
Fantasy
Keenan and Lucille are different, at least from every other people within a million hectare. The kind of difference that, even though the opposite of each other, makes them inseparable... Or that's what Keenan thought, until middle school is over and all of the sudden, came Greyson--Lucille's umpteenth prince charming (from the same bloodline, to boot!). All of the sudden, Lucille is no longer t...
The Red Eyes
181      30     0     
Fantasy
Nicholas Lincoln adalah anak yang lari dari kenyataan. Dia merasa dirinya cacat, dia gagal melindungi orang tuanya, dan dia takut mati. Suatu hari, ia ditugaskan oleh organisasinya, Konfederasi Mata Merah, untuk menyelidiki kasus sebuah perkumpulan misterius yang berkaitan dengan keterlibatan Jessica Raymond sebagai gadis yang harus disadarkan pola pikirnya oleh Nick. Nick dan Ferus Jones, sau...