Read More >>"> Catatan 19 September (29 : Hanya Teman) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Catatan 19 September
MENU
About Us  

Mengikhlaskan artinya merelakan kamu dengan siapapun. Sebab, akhirnya aku paham, kita dipertemukan hanya untuk menjadi teman. Tidak lebih dari itu.

 

***

 

Sampai di rumah, aku melempar ransel ke sofa lalu menjatuhkan diri di samping ranselku dengan posisi tengkurap. Aku melonggarkan dasi namun tidak melepasnya, aku hanya merasa gerah dengan cuaca hari ini. Juga, aku merasa cukup lelah untuk beberapa kenyataan hari ini.

 

Aku pulang ke rumah bersama dengan Kak Rigel dan Retna, mungkin masih ada hal lain yang mereka lakukan di depan rumah sehingga aku masuk terlebih dahulu. Di mobil tadi, Retna berusaha mengorek apa saja masalah yang membuatku terbebani seperti ini. Ya, aku belum menceritakan semuanya kepada Retna.

 

“Ganti baju dulu, Li. Jangan malas-malasan, ah!” suruh Kak Rigel begitu dia dan Retna berada di ruang tengah. Aku hanya bergeming.

 

“Li, ganti baju Kakak bilang!” ulangnya.

 

Aku melenguh, merubah posisi menjadi terlentang dan langsung bersitatap langsung dengan Retna yang duduk di sofa depanku dan Kak Rigel yang berdiri sambil bertolak pinggang.

 

Kak Rigel menyerangku dengan pelototannya, membuatku langsung bangkit dengan cepat dan menyambar ranselku lalu berjalan menuju dapur. Aku menghembuskan napas kasar, lolos dari Kak Rigel. Aku membuka kulkas kemudian menyambar air dingin di dalam botol dan meminumnya.

 

Aku berbalik sambil menaruh kembali botol air dingin ke dalam kulkas saat sebuah suara menginterupsiku.

 

“Lo kacau banget,” ujarnya.

 

Cukup dengan anggukan, kupikir Retna sudah paham. Lalu aku menutup kulkas dan meraih ranselku, berjalan mendekat ke arah Retna dan menepuk bahunya pelan. “Gue mau berbagi, tapi di kamar gue.”

 

Setelah itu aku berjalan ke kamar untuk membersihkan diri. Begitu aku keluar dari kamar mandi, aku mendapati Retna sudah duduk di tepi ranjangku sambil memegangi cermin. Mungkin dia sedang mengeksekusi jerawatnya.

 

“Kakak gue mana?” tanyaku.

 

“Tidur,” jawabnya.

 

“Lo yang nidurin ya, Ret,” godaku. Cewek di hadapanku bersemu dan hanya diam. Aku mengulum senyum. Retna sudah menjumpai kebahagiaannya, dia beruntung dicintai oleh Kak Rigel yang benar-benar menjaga dan menghargai perempuan. Dan juga penyayang.

 

“Lo beruntung dicintai oleh Kak Rigel,” ucapku, bergerak duduk di sisi ranjang samping Retna. Bedanya aku bisa bersandar di kepala ranjang sedangkan Retna tidak.

 

“Iya, gue begitu merasa dihargai. Dicintai dan dibutuhkan. Gue beruntung bisa dapetin Kakak lo,” tuturnya. Aku mengangguk setuju. Pada kenyataannya, mereka sama-sama beruntung berhubungan dengan cara yang timbal balik dan rasa yang saling menggenggam.

 

“Skip,” potong Retna. “fokus ke cerita lo aja. Gue merasa kecil saat gue gak lo percaya sebagai orang yang bisa lo berikan rahasia besar lo. Apa sepalsu itu gue di mata lo, Li?”

 

Aku menelan saliva, tak menyangka Retna akan mengeluarkan kata-kata itu. Jantungku rasanya berdetak keras tak beraturan saat tatapan Retna menghujamku dengan tajam. Tak pernah aku berniat menganggap Retna kecil, menghilangkan kpercayaanku terhadapnya. Hanya saja selama ini memang aku selalu merasa berat setiap kali mau bercerita dengannya. Namun sekarang kupikir tidak apa-apa, lagipula Retna sudah dimiliki oleh Kak Rigel dan dia punya Kak Rigel.

 

“Maaf, ya,” ucapku. Lirih. Aku sedikit kaget saat Retna terbahak, ia menendang-nendang kakiku sambil memegangi perutnya. Kenapa dia? Tadi begitu menyentuh dan sekarang?

 

“Santai aja. Gue ngerti kok. Sekarang lo lagi mikirin Gilang lagi, ya?”

 

Aku memijat pangkal hidungku, “Iya. Lo merasa gak kalo seorang Gilang berubah dengan sangat drastis? Dia bukan Gilang yang bisa gue jangkau lagi.”

 

“Gue gak merasa begitu sih. Gilang biasa aja sama anak-anak di kelas. Dia tetap ramah, bahkan sama gue sekalipun,” ujar Retna.

 

“Iya itu karena dia kan suka lo, makanya begitu,” sahutku.

 

Retna memutar bola matanya. “Dia gak suka gue. Kayaknya dia suka Seli.”

 

Mataku melebar menatapnya kaget, Retna baru saja mengatakan sesuatu yang membuatku merasa semakin ditinggalkan. “Lo...”

 

“Kita main logika aja ya, Beb. Akhir-akhir ini dia emang lagi nempel banget sama Seli. Berangkat bareng, pulang bareng, ke kantin bareng, jalan di koridor bareng. Juga, gak jarang gue lihat Gilang  sama Seli ada di halaman belakang sekolah. Apa coba definisi yang pas buat sikap Gilang yang sekarang ini kalo bukan suka?” ucapnya telak. Aku menelan saliva. Dia benar.

 

“Bener. Tadi juga dia gak nganggep gue ada padahal gue ada di dekatnya buat ngembaliin polpen punya dia yang ada di gue. Dia bilang udah gak pakai polpen itu, terus pergi seenaknya dari hadapan gue,” ungkapku. Retna berdecak, dia menatapku dengan sorot yang aku tak mengerti.

 

“Udah, Li. Berhenti. Berhenti sebelum lo makin merasa sakit beneran patah.”

 

“Gue sayang Gilang, Retna. Dia juga pernah bilang sama gue kalo dia bisa juga baper pas kita pegangan tangan di rumahnya dia waktu itu,” kataku.

 

“Lo terpaku sama pernyataan dia yang kayak gitu?” Retna menggeleng tampak heran. “Cukup, Li. Jangan menyiksa diri lo dengan harapan yang lo sendiripun gak tahu kapan jadi kenyataan.”

 

Aku tertunduk.

 

“Cinta itu timbal balik, Lika. Kalo lo cinta sendirian, mundur dan tinggalkan. Relakan. Jangan memaksa sesuatu yang emang bukan ditakdirkan sebagai hak lo.”

 

Aku mengembuskan napas kasar, menatap sayu tepat pada bola mata Retna. “Cinta itu bertahan, bukan meninggalkan.”

 

“Bukannya Gilang yang dengan tiba-tiba meninggalkan lo. Apa dia pernah bertahan? Kalo cinta menurut lo bertahan, apa Gilang juga cinta lo kalo kenyataannya sekarang dia memilih pergi?” tandas cewek itu.

 

Napasku sesak, jantungku seakan melompat dari tempatnya betapa menyakitkan pernyataan Retna barusan. Sungguh, aku tak pernah memikirkan ini sebelumnya. Rasa sakit, sesak, kecewa karena ditinggalkan, dibohongi dan dikhianati aku kini merasakannya dalam waktu yang bersamaan.

 

***

 

Retna sudah pulang beberapa jam yang lalu, Kak Rigel mengantarnya sebelum magrib. Aku kembali ke kamar sambil membawa satu buah toples berisi kue kering. Aku duduk di sofa-bed menghadap televisi lalu menyalakannya sembari menunggu daya batreiku penuh.

 

Aku memakan kue kering sambil berbaring. Aku mendengus jengah menyadari acara televisi yang aku tonton benar-benar membosankan. Akhirnya setelah beberapa saat menunggu aku mengambil ponselku dan kembali berbaring di sofa-bed.

 

Tentang apa yang Retna katakan tadi aku sadar itu tak sepenuhnya salah. Apa yang Retna katakan ada yang benarnya juga. Aku saja yang terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwa Gilang pernah terbawa perasaan juga dengan hubungan kami selama ini. Nyatanya Gilang tetap pergi, dia tidak bertahan apalagi memastikan rasa yang aku miliki. Dia terjun bersama dengan cewek lain yang dekat dengan keluarganya.

 

Ponselku berbunyi, ada satu chat dari Kak Sandra yang masuk ke ponselku. Aku membukanya.

 

Kak Sandra

Lika, hei

 

Lika Hirata

Ya, Kak?

 

Kak Sandra

Bisa minta tolong?

 

Lika Hirata

Apa, Kak?

 

Kak Sandra

Tolong datang ke rumah malam ini, ajak Mama kamu.

 

Aku menahan napas. Datang ke rumah itu artinya aku pasti akan bertemu dengan Gilang lagi. Aku tidak mau, aku hanya takut rasa sakitku semakin bertambah saat melihat Seli juga ada di sana.

 

Lika Hirata

Maaf, Kak. Gak bisa.

 

Kak sandSa

Loh, kenapa?

 

Lika Hirata

Intinya aku gak bisa.

 

Kak Sandra

Oh, ya udah. Maaf menganggu ya, Lika.

 

Lika Hirata

Iya, gak apa-apa

 

Tentang ucapan Gilang waktu itu, aku tiba-tiba ingin segera bertanya kepadanya apa maksud dia berlaku demikian. Menjauh secara tiba-tiba setelah beberapa saat berlalu dia mengucapkan hal yang begitu manis.

 

Aku kembali membuka ponsel, membuka room-chat ku dengan Gilang dan mengetikkan pesan di sana.

 

Beberapa kali aku membatalkan pengetikan, mengetik lagi lalu membacanya kemudian menghapusnya. Mataku berkunang-kunang, akhirnya dengan keberanian yang cukup aku mengirim pesan padanya.

 

Lika Hirata

Gilang

 

Aku mendesah kecewa setelah lima belas menit berlalu pesanku tidak juga dibaca oleh nomor yang aku tuju. Menyerah. Aku lalu melempar ponsel ke atas kasur dan menyusul dengan tubuhku yang sama kulemparkan sama halnya seperti ponselku.

 

Mataku membelalak saat satu notifikasi membuat posmeli bergetar. Pesan balasan dari Gilang.

 

Secepat kilat aku merubah posisi menjadi duduk, memegangi gagang ponsel dengan sangat erat.

 

Arkan Gilang

Ya?

 

Lika Hirata

Boleh ngomong?

 

Gue cuma mau nanya, kenapa lo akhir-akhir ini berubah?

 

Lo dingin, gak tersentuh. Lo beku sekarang, Lang.

 

Aku memejam dengan mata yang terasa berat, pesanku hanya conteng dua abu-abu. Belum berubah menjadi biru. Tak lama setelah itu, aku menegang saat pesan balasan dari Gilang masuk.

 

Arkan Gilang

Gue dingin? Berubah? Beku?

 

Harusnya lo bisa sadar, itu cara gue ngusir lo dari hidup gue. Gue gak punya waktu buat hal yang gak penting dan percuma.

 

Air mataku tumpah bersamaan dengan napasku yang berubah sesak. Jantungku seakan berhenti berdetak setelah selesai membaca potongan pesan menyakitkan itu. Perasaanku terasa benar-benar sakit dengan rasa sakit yang luar biasa saat kata-kata menyakitkan itu dikirimkan oleh Gilang. Walaupun tidak diucapkannya secara langsung.

 

Jadi, semua yang aku dan dia lalui selama ini tidak berguna dan hanya percuma. Sungguh, aku tak pernah terluka sedalam ini. Yang Gilang lakukan seperti pengkhianatan namun tanpa komitmen diantara kami. Rasa sakit yang dia beri seperti luka yang belum sembuh dan masih menganga lalu ditaburi dengan garam.

 

Sesakit dan seperih ini rasa sakit yang aku dapat.

 

Lika Hirata

Percuma, Lang?

 

Apa yang ada dipikiran lo selama ini, sih? Baru aja beberapa hari kita ngomong soal perasaan, tapi sekarang lo udah berpaling. Lo luar biasa banget.

 

Arkan Gilang

Kita ngomong soal perasaan lo yang baper sama gue, bukan perasaan gue yang ada buat lo. Biarpun kita ngomong begitu tetap aja, gak ada gunanya. Percuma.

 

Lika Hirata

Sakit, Lang

 

Arkan Gilang

Bagus. Dengan begitu kali aja perasaan lo ke gue bisa berubah.

 

Satu hal yang harus lo tahu, Lika.

 

Diantara kita gak ada apa-apa. Dan selamanya gak akan pernah ada apa-apa. Jangan berharap lebih karena kita cuma temen.

 

Hanya teman.

 

Aku mengeja dua kata itu berulang kali. Ternyata kami hanya teman. Konyol. Hanya aku saja yang berharap lebih, menganggap hal manis yang dia lakukan padaku berarti terselip rasa berlebih. Namun pada kenyataannya hanya aku yang cinta sendirian.

 

Hanya teman.

 

Aku harus menanggalkan perasaan ini sebelum dia menguasai rasa sakit di dalam hatiku.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • Cemplonkisya

    @penakertas_ paham kok wehehe

    Comment on chapter Prolog
  • YourEx

    @Lightcemplon
    Sulit dimengerti prolog nya ????

    Comment on chapter Prolog
  • Cemplonkisya

    awal yang dalem:(

    Comment on chapter Prolog
  • Alfreed98

    Wow

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
One Day.
5      5     0     
Short Story
It's all about One Day.
Senja Menggila
3      3     0     
Romance
Senja selalu kembali namun tak ada satu orang pun yang mampu melewatkan keindahannya. Dan itu.... seperti Rey yang tidak bisa melewatkan semua tentang Jingga. Dan Mentari yang selalu di benci kehadirannya ternyata bisa menghangatkan di waktu yang tepat.
CINLOV (KARENA CINTA PASTI LOVE)
115      31     0     
Romance
Mala dan Malto dua anak remaja yang selalu memperdebatkan segala hal, Hingga akhirnya Valdi kekasih Mala mengetahui sesuatu di balik semua cerita Mala tentang Malto. Gadis itu mengerti bahwa yang ia cintai sebenarnya adalah Malto. Namun kahadiran Syifa teman masa kecil malto memperkeruh semuanya. Kapur biru dan langit sore yang indah akan membuat kisah cinta Mala dan Malto semakin berwarna. Namu...
Chahaya dan Surya [BOOK 2 OF MUTIARA TRILOGY]
175      35     0     
Science Fiction
Mutiara, or more commonly known as Ara, found herself on a ship leading to a place called the Neo Renegades' headquarter. She and the prince of the New Kingdom of Indonesia, Prince Surya, have been kidnapped by the group called Neo Renegades. When she woke up, she found that Guntur, her childhood bestfriend, was in fact, one of the Neo Renegades.
Hati Yang Terpatahkan
19      10     0     
Romance
Aku pikir, aku akan hidup selamanya di masa lalu. Sampai dia datang mengubah duniaku yang abu-abu menjadi berwarna. Bersamanya, aku terlahir kembali. Namun, saat aku merasa benar-benar mencintainya, semakin lama kutemukan dia yang berbeda. Lagi-lagi, aku dihadapkan kembali antara dua pilihan : kembali terpuruk atau memilih tegar?
Turn on Your Heart
29      12     0     
Romance
Siapa bilang sekolah khusus seni tidak sesibuk jurusan eksak? Jika sekolah biasa hampir setiap hari diberikan tugas yang menumpuk, sekolah seni Saraswati mewajibkan siswanya tampil di atas panggung setiap minggu. Terutama bagi anak seni drama seperti Yuner, tugas sekolahnya membuat Yuner seperti orang gila. Hari ini berakting gembira, besok ia harus berlagat seperti orang yang pemarah, dan l...
Reminisensi Senja Milik Aziza
12      8     0     
Romance
Ketika cinta yang diharapkan Aziza datang menyapa, ternyata bukan hanya bahagia saja yang mengiringinya. Melainkan ada sedih di baliknya, air mata di sela tawanya. Lantas, berada di antara dua rasa itu, akankah Aziza bertahan menikmati cintanya di penghujung senja? Atau memutuskan untuk mencari cinta di senja yang lainnya?
Hey, I Love You!
16      7     0     
Romance
Daru kalau ketemu Sunny itu amit-amit. Tapi Sunny kalau ketemu Daru itu senang banget. Sunny menyukai Daru. Sedangkan Daru ogah banget dekat-dekat sama Sunny. Masalahnya Sunny itu cewek yang nggak tahu malu. Hobinya bilang 'I Love You' tanpa tahu tempat. Belum lagi gayanya nyentrik banget dengan aksesoris berwarna kuning. Terus Sunny juga nggak ada kapok-kapoknya dekatin Daru walaupun sudah d...
Rihlah, Para Penakluk Khatulistiwa
109      23     0     
Inspirational
Petualangan delapan orang pemuda mengarungi Nusantara dalam 80 hari (sinopsis lengkap bisa dibaca di Prolog).
Chasing You Back
2      2     0     
Romance
Sudah 3 tahun, Maureen tidak pernah menyerah mengejar pangeran impiannya. Selama 3 tahun, pangeran impiannya tidak mengetahui tentangnya. Hingga suatu saat, Pangeran Impiannya, Josea Josh mulai mendekati Maureen? Hmmm ..