Tidak perduli bagaimana kerasnya suara-suara yang ada di dalam ballroom tersebut, Olan dengan penuh konsentrasi, akhirnya berbicara dibalik maksud perkataannya kemarin malam. Dia merasa sesuatu hal buruk akan terjadi beberapa hari ke depannya. Olan tidak sanggup untuk menanggung beban tersebut sendirian, dia menjadi serba salah.
“Aku membutuhkan jasamu untuk seseorang. Bisakah kau membantuku?” Ucap Olan lirih.
“Mengapa kau seperti ini. Tentu saja, aku akan membantumu.” Jawab Fikar sambil menepuk pelan bahu Olan untuk menyemangatinya.
“Aku menjadi serba salah, Fikar. Tidak tahu harus berbuat apa? Aku bimbang! Aku akan benar-benar menjadi seorang penjahat jika tidak mengungkapkannya, tapi—“ Mata Olan mengarah pada teman-temannya yang berada beberapa meter didepannya.
“Lakukanlah apa yang benar, aku mendukungmu!” Fikar menyemangati.”Kasus apa yang sedang kau hadapi? Sepertinya rumit sekali.”
“Apa kabar Fikar, Olan? Apa yang sedang kalian perbincangkan? Serius sekali.” Tegur Zeze iseng. Dia menepuk bahu Fikar dengan sangat keras.
“Kau siapa?” hardik Fikar sambil mengelus bahunya yang terasa pedas, akibat pukulan tersebut.
“Hmm, kau tidak mengenaliku? Bagaimana ini? Apa aku harus memperkenalkan diriku lagi?”
“Zeze, apa kabar?” Olan tersenyum saat menyadari jika wanita seksi yang berdiri dihadapannya adalah Zeze.
“Astaga, kau! Kelakuanmu tidak pernah berubah, ya.” Tatap Fikar tajam.
“Heii, aku sudah mengikuti kursus kepribadian seperti saranmu. Kenapa kau selalu mempermasalahkan kelakuanku? Padahal, kelakuanmu sendiri saja masih minus. Seorang playboy, banyak bertanya seperti wartawan, pengosip paling top. Benar yang dikatakan Silvi tentangmu, tidak ada bagusnya. ” Kata Zeze tidak terima.
“Yang berubah dari kau hanya penampilan saja, tidak dengan kelakuanmu.” Jawab Fikar yang menelurusi Zeze dari atas ke bawah.”Good! Setidaknya kau bisa mengubah penampilanmu.” Fikar mengacungkan kedua jempol tangannya.
“Terima kasih.” Zeze tersenyum malu-malu.
“Bicara tentang teman terbaikmu. Mengapa aku tidak melihatnya. Dimana dia?” tanya Fikar penasaran.
Zeze speechless, dia langsung menatap Ila. Bagaimana ini? Apa yang harus dia jawab? Apa dia harus berkata jujur, jika dia kehilangan kontak dengan Silvi setelah wisuda. Seharusnya dia tidak menyapa Fikar ataupun gerombolannya yang lain. Mereka pasti bertanya tentang Silvi. Mengapa dia tidak terlihat di acara ini? Bagaimana kabarnya?
Jika Fikar yang bertanya tentang keberadaan Silvi, dia masih bisa mengalihkannya ke topik pembicaraan lain, tapi kalau yang bertanya Leo, Rona, atau Seina. Dia harus menjawab apa? Apa dia jawab saja, jika Silvi tidak bisa datang karena sedang liburan ke luar negeri bersama keluarganya.
Suka banget dengan tema reuni. Semangat ya, kak.
Comment on chapter 18 : Pertanyaan Leo