Read More >>"> Memorieji (Cinta tanpa pamrih) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Memorieji
MENU
About Us  

Sebuah brosur disodorkan tepat di hadapan gue. Tanpa minat yang berlebih gue membacanya sekilas dan kemudian sebuah teriakan secara tak sadar keluar dari mulut gue.

"Anjirrr!" Gue menatap orang yang menyodorkan brosur tadi kemudian melanjutkan seloroh senang.

"Malem jum'at nanti doi manggung, gue jemput di rumah okey."

Gue manggut senang.

Ayolah siapa yang tidak senang saat band kesayanganmu mengadakan konser, gue sudah menunggu hal ini jauh-jauh hari. Kebetulan yang gak disengaja gue dan Jivan sama-sama Sheilagank, jadi gak ada alasan buat gak dateng buat nonton konser itu.

"Lo nanti minta izin sama bonyok gue ya, tau sendiri gimana rempongnya mereka saat anak perawannya keluyuran di malam jum'at."

"Santai semua beres komandan." Jawabnya sembari memberi hormat, gue terkekeh melihatnya.

Seakan teringat gue kembali memperingatkan, "Berdoa semoga aja gak hujan. Tau sendiri kaum jomblo biasanya berdoa yang buruk-buruk tiap malem jum'at, yah gue juga sebenernya termasuk cuma untuk kali ini jadi pengecualian."

"Huh dasar jomblo ngenes lo! Cari pacar gih biar kalo ada orang pacaran lo gak doain mereka supaya cepet putus."

Jleb. Ngena banget deh ucapannya, gue cuma bisa mencebik kesal.

"Gue setia kawan, gak enak kalo lo jomblo sendiri."

Jivan terdiam.

Mampus! Sekarang kita gantian.

Keheningan yang lama membuat gue jadi canggung pada akhirnya mau gak mau gue yang pertama kali mencairkan kembali suasana.

"Pokoknya ntar pas konser kita paling depan ya!" Seru gue bersemangat, kali gue gak sekedar omdo karena gue bener-bener serius akan hal tadi.

"Gak usah! Ntar kalo lo mati kegempet gue juga yang susah!"

Sompret!

"Kalo gue mati lo yang pertama gue gentayangin!" Jawab gue sarkas.

"Ih dendeman lo anaknya, padahal mati salah sendiri tetep aja gak terima!"

"Ya jelas, soalnya lo tidak menjaga gue dengan baik."

"Tau gini, lo mati aja dari dulu Ilo! Ck, bikin repot." Ujarnya dengan nada suara yang tidak sungguh-sungguh.

Gue tersenyum miring, kali ini gue sama sekali gak tersinggung dengan ucapannya.

"Tapi sayang 'kan?" Tanya gue usil.

"Iya untung gue sayang." Jawabnya lugas.

Buset! Bisa beneran mati gue sekarang.

"Lo mau terusan bersiri di sini apa mau masuk kelas?" Gue berusaha mengalihkan pembicaraan tadi kalo gak mau mati muda.

"Gue mau ke toilet dulu, lo masuk duluan aja."

*****

Pelajaran sejarah sudah dimulai sekitar 20 menit yang lalu tapi entah kenapa rasanya seperti sudah setengah abad kami berada di kelas dengan penjelasan mengenai kerajaan Majapahit.

Temen-temen sekelas gue cuma bisa menahan dagu agar tetap terjaga sekedar menghormati bu Meike, beliau sudah terlalu tua untuk dipermainkan takut tiba-tiba kena serangan jantung dan tentu semua tak berakhir lucu seperti yang kami bayangkan.

Jivan udah gak sanggup bertahan gue rasa itu terlihat dari kepalanya yang kini lunglai lemas diatas meja.

Plak.

"Aw." Ringis Jivan sembari mengelus kepalnya.

"Jangan tidur, tahan dulu sebentar lagi." Ujar gue dengan nada perintah yang amat ketara.

Jivan memelas mohon untuk dibiarkan tidur barang sejenak. Tentu saja gue gak akan memberi izin, selain karena gak sopan juga tentu sebagai bentuk solidaritas antar kawan.

"Gue izin ke toilet deh kalo gitu."

Gue menggelengkan kepala tidak setuju. Alasannya Jivan memang sangat banyak sekali, dia pikir gue akan mudah tertipu. Oh tidak akan, gue sangat paham maksud toilet yang dia bilang tentu saja kantin.

"Lo udah ke toilet sebelum pelajaran tadi, bilang aja mau ke kantin 'kan lo?"

Jivan menyengir. Gue mendengus sebal.

Kemudian kami kembali mendengar penjelasan yang disampaikan bu Meike. Penjelasan yang sebenernya tidak begitu kami pahami berkat cara mengajar beliau yang terbilang unik, dimana proyektor menyala dengan menampilkan sebaris kalimat tentang materi kemudian dengan suara yang terdengar seperti kumur-kumur beliau menjelaskan seadanya, disaat kami mulai untuk mencatat dengan cepat bu Meike akan menganti slidenya dengan yang baru menggunakan remote yang ada digengamananya.

Jika sudah begitu kami hanya bisa diam dan sepanjang pelajaran buku kami akan tetap kosong tanpa coretan pena bahkan hingga kenaikan kelas sangking tak ada bahan untuk ditulis. Semua tidak berhenti sampai disitu karena sialnya setiap ujian bu Meike dengan sadis memberikan kami soal ulangan esia dengan jumlah soal yang gak nanggung-nanggung yaitu 50 soal.

"Kenapa sih bu purba lama banget keluar kelasnya." Tanya Jivan kemudian.

Gue menoyor kepalanya.

"Geblek jangan kenceng-kenceng ngomongnya, ntar kedengaran tahu rasa lo!" Hardik gue.

Yah satu lagi yang luput gue sampaikan tentang bu Meike yaitu nama panggilannya yang kami buat sebagai berikut; bu purba. Jangan tanya alsannya karena gue gak akan tega mengatakan bahwa beliau yang sudah berumur ini memiliki perawakan yang khas sekali yaitu kacamata besar yang terpasang dikedua matanya tak lupa rantai digagang, rambut keriting megar yang terlihat kusut, tas ranselnya yang begitu besar dipunggung tak lupa tas jinjing yang berada dikedua tangannya tentu menambah kesan unik gak tertahan atau bahasa kasarnya beliau sangat cocok mengajar sejarah karena guru sepertinya memang patut untuk disejarahkan. Biar begitu kami gak berniat kurang ajar dengan mengatakannya secara gamblang dan mengingat jasanya yang tetap mau mengajar diusia senja membuat kami sangat bangga dengan pengabdiannya untuk itu meski sangat bosan dan ingin tidur, gue dan temen-temen yang lain tetap berusaha serius ketika pelajarannya dimulai.

"Sampai disini saja ibu akhiri, ibu paham dijam terakhir seperti sekarang kalian pasti mengantuk apalagi belajar sejarah." Ujarnya sembari membenarkan kacamatanya yang melorot.

Tak bisa dipungkiri ucapannya tadi membuat kami senang. Seketika rasa kantuk mengilang entah kemana.

"Jangan lupa untuk terus belajar sejarah supaya kita tak kehilangan jati diri bangsa. Mengerti semua?" Tanya beliau kembali, sekarang bu Meike sudah mematikan mesin proyektor yang dibantu Mahesa.

"Mengerti bu." Jawab kami serentak yang balasnya dengan senyuman.

Sebelum benar-benar pergi meninggalkan kelas, bu Meike gak pernah sekalipun melewatkan untuk memberi muridnya beberapa cemilan yang dibuatnya sendiri.

"Mahesa, nanti bagikan ini ke teman-teman sekelas ya." Beliau menyodorkan bungkusan pada Mahesa baru kemudian benar-benar pergi.

Kukis coklat. Kali ini beliau repot-repot mebawakan kami cemilan kukis coklat.

"Enak banget kukisnya, bu purba selalu baik ya." Ucap Jivan dengan mulut yang penuh dengan kukis.

Gue cuma bisa mendecih.

"Siapa tadi yang mau bolos ke kantin? Coba kalo gak dilarang, gak makan kukis enak ini lo!"

Jivan nyengir kemudian menggaruk tengkuknya yang sangat gue tahu maksudnya yaitu sebagai tanda bersalah, sikap refleks yang selalu dia lakukan tiap kali merasa bersalah.

"Iya maaf deh Milo."

"Jangan minta maaf sama gue itu gak ngaruh, sama bu Meike harusnya."

Jivan menunduk, membuat gue terkikik geli. Selalu saja begini tiap kali gue marahin, kadang gue suka mikir kenapa dia selalu nurut perkataan gue sih.

"Geblek, lain kali jangan diulang. Gak usah melas, muka lo tambah jelek tau gak."

"Masa? Bukannya tambah ganteng ya?" Tanyanya membuat gue memutarkan mata jengah.

Sontak dia tertawa yang dengan mudah dikuti gue, rasanya ini begitu lucu hubungan yang gue rasa gak akan pernah maju ini nyatanya sudah lebih dari cukup, seperti kebaikan bu Meike yang gak pernah minta pamrih gue rasa cinta gue akan terus berkembang seperti itu.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • AlifAliss

    Masih banyak typo dan campur aduk gaya bahasa. Mampir bentar doang, semoga bisa dirapiin lagi yah.

    Comment on chapter Memori Masa Lalu
Similar Tags
Bintang Biru
31      5     0     
Romance
Bolehkah aku bertanya? Begini, akan ku ceritakan sedikit kisahku pada kalian. Namaku, Akira Bintang Aulia, ada satu orang spesial yang memanggilku dengan panggilan berbeda dengan orang kebanyakan. Dia Biru, ia memanggilku dengan panggilan Bintang disaat semua orang memanggilku dengan sebutan Akira. Biru teman masa kecilku. Saat itu kami bahagia dan selalu bersama sampai ia pergi ke Negara Gingsen...
Hunch
207      42     0     
Romance
🍑Sedang Revisi Total....🍑 Sierra Li Xing Fu Gadis muda berusia 18 tahun yang sedang melanjutkan studinya di Peking University. Ia sudah lama bercita-cita menjadi penulis, dan mimpinya itu barulah terwujud pada masa ini. Kesuksesannya dalam penulisan novel Colorful Day itu mengantarkannya pada banyak hal-hal baru. Dylan Zhang Xiao Seorang aktor muda berusia 20 tahun yang sudah hampi...
Pisah Temu
6      2     0     
Romance
Jangan biarkan masalah membawa mu pergi.. Pulanglah.. Temu
Bullying
5      5     0     
Inspirational
Bullying ... kata ini bukan lagi sesuatu yang asing di telinga kita. Setiap orang berusaha menghindari kata-kata ini. Tapi tahukah kalian, hampir seluruh anak pernah mengalami bullying, bahkan lebih miris itu dilakukan oleh orang tuanya sendiri. Aurel Ferdiansyah, adalah seorang gadis yang cantik dan pintar. Itu yang tampak diluaran. Namun, di dalamnya ia adalah gadis rapuh yang terhempas angi...
Memoar Damar
6      2     0     
Romance
Ini adalah memoar tiga babak yang mempesona karena bercerita pada kurun waktu 10 sampai 20 tahun yang lalu. Menggambarkan perjalanan hidup Damar dari masa SMA hingga bekerja. Menjadi istimewa karena banyak pertaruhan terjadi. Antara cinta dan cita. Antara persahabatan atau persaudaraan. Antara kenangan dan juga harapan. Happy Reading :-)
Delilah
67      20     0     
Romance
Delilah Sharma Zabine, gadis cantik berkerudung yang begitu menyukai bermain alat musik gitar dan memiliki suara yang indah nan merdu. Delilah memiliki teman sehidup tak semati Fabian Putra Geovan, laki-laki berkulit hitam manis yang humoris dan begitu menyayangi Delilah layaknya Kakak dan Adik kecilnya. Delilah mempunyai masa lalu yang menyakitkan dan pada akhirnya membuat Ia trauma akan ses...
Aku benci kehidupanku
2      2     0     
Inspirational
Berdasarkan kisah nyata
Aditya
14      7     0     
Romance
Matahari yang tak ternilai. Begitulah Aditya Anarghya mengartikan namanya dan mengenalkannya pada Ayunda Wulandari, Rembulan yang Cantik. Saking tak ternilainya sampai Ayunda ingin sekali menghempaskan Aditya si kerdus itu. Tapi berbagai alasan menguatkan niat Aditya untuk berada di samping Ayunda. "Bulan memantulkan cahaya dari matahari, jadi kalau matahari ngga ada bulan ngga akan bersi...
HOME
3      3     0     
Romance
Orang bilang Anak Band itu Begajulan Pengangguran? Playboy? Apalagi? Udah khatam gue dengan stereotype "Anak Band" yang timbul di media dan opini orang-orang. Sampai suatu hari.. Gue melamar satu perempuan. Perempuan yang menjadi tempat gue pulang. A story about married couple and homies.
Ruang, Waktu Dan Cinta
40      4     0     
Romance
Piya Laluna, Gadis yang riang itu berubah kala ia ditinggal ayahnya untuk selama-lamanya. Ia kehilangan semangat, bahkan ia juga jarang aktif dalam komunitas sosialnya. Selang beberapa waktu, ia bertemu dengan sosok laki-laki yang ia temui di beberapa tempat , seperti toku buku, halte, toko kue, dan kedai kopi. Dan di ruang waktu itulah yang memunculkan rasa cinta diantara keduanya. Piya yang sed...