Read More >>"> I FEEL YOU AS A HOME (AIR MATA TERA) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - I FEEL YOU AS A HOME
MENU
About Us  

Mulai dari detik ini… gua benci sama elo dengan segenap jiwa raga gue!

Dan, gue nggak sudi lihat muka lo lagi!—Tera

 

 

            Jumat siang Ucan resmi dijual, Tera tidak bisa menyembunyikan kesedihan ketika motor yang sudah menemaninya selama lebih dari empat tahun itu dibawa sang pemilik baru, bahkan dia sampai bersembunyi di dalam kamar hanya untuk menangis. Namun, kesedihan itu sedikit terobati ketika iklan jasa les private yang dia dan Anggia pasang di dunia maya hari Rabu kemarin mendapat respon,  banyak yang berminat menggunakan jasa Tera, bahkan ia sudah tiga kali meeting dengan calon client walau belum ada yang cocok sampai sekarang.

            Semua memang menawarkan bayaran yang lumayan besar, namun berhubung tawaran kebanyakan datang dari sekitaran Cibubur, Tera dengan berat hati menolak karena dirinya tak sanggup kalau setiap hari harus bolak-balik ke daerah tersebut mengingat tak ada lagi Ucan. Biarlah, toh mungkin memang bukan rezeki, pikir Tera saat dia berjalan di antara stand-stand makanan di food festival paska bertemu mantan calon client. Berhubung jarum jam masih di angka tujuh, dan malam belum semakin merangkak, Tera memutuskan untuk memanjakan lidah dengan menyantap Mpek-Mpek. Berhenti di stand masakan Palembang, dan ketika ia sedang asik melihat daftar menu pada spanduk yang tergantung di kanopi stand tersebut, tubuhnya mendadak menegang merasakan sebuah tangan mendarat di sebelah bahu.

            “Elo memang ditakdirkan buat gue, nyatanya waktu gue kangen berat sama lo, Tuhan mempertemukan kita di sini.”

            Suara di atas ubun-ubunya itu membuat sekujur tubuh Tera merinding, dengan enggan memutar kepala, dan  senyum Al pun langusng terlihat olehnya.

(***)

            Al tersenyum gemas saat melihat wajah Tera yang syok dengan kehadirannya itu, namun ternyata bukan hanya Tera saja yang terkejut atas pertemuan ini karena Al juga merasakan hal yang sama. Ini bisa dikatakan pucuk di cinta ulam pun tiba, saat Al tengah berada di puncak kerinduan pada Tera, Tuhan malah membuat skenario pertemuan mereka berdua di tempat ini. Padahal sejak hari Rabu kemarin di mana Al kebut-kebutan di jalan seperti orang gila untuk mengejar Tera, ia susah sekali menemukan gadis itu di kampus bahkan sampai di hari-hari berikutnya. Semua terjadi karena beberapa hari ke belakang dirinya sibuk observasi di luar kampus demi menyusun tugas makalah sebagai syarat mengikuti praktik kerja lapangan di semester depan. Jadilah Al hanya bisa memendam hasrat untuk melihat gadisnya, bahkan mati-matian menahan diri untuk tidak menyambangi Tera di rumah karena ia tak ingin membuat cewek itu mengamuk atas kehadirannya.

            “Kok kaget gitu?” Al bertanya geli.

            “Ngapain sih lo di sini?” ketus Tera sembari mengingat-ingat mimpinya semalam sampai-sampai ia harus bertemu mahluk ini di luar kampus, padahal beberapa hari belakangan hidupnya begitu damai karena tak ada gangguan dari Al.

            “Mau nyulik orang,” Menyeringai sebelum tergelak ketika Tera melotot padanya. “Ya mau makan lah, Sayang, elo pikir mau ngapain, hmm?” menjawil dagu Tera, dan gadis itu langsung misuh-misuh terlebih dia tidak nyaman dengan posisi mereka, berbeda dengan Al yang terlihat asyik-asyik saja. Bahkan, cowok itu sudah mendongak untuk memilih menu tanpa memindahkan tangannya dari pundak Tera. “Elo mau makan Mpek-Mpek, kan?” tanya Al masih di atas ubun-ubun Tera, dan yang ditanyai menjawab ketus. “Elo mau yang mana? Samain ya.”

           Tera menghela napas, pasrah saja. Lalu, setelah memesan dua porsi Mpek-Mpek kapal selam, dan teh botol dingin, Al langsung menarik sebelah tangan Tera yang tidak membawa  nampan untuk menduduki meja kosong, namun sebelum menghempaskan bokongnya di kursi, Tera menyempatkan diri untuk memindai sekeliling, berharap menemukan celah yang bisa dipakainya kabur dari Al karena ia benar-benar tidak nyaman dengan kebersamaan mereka.

       “Mau kabur? Nggak akan bisa, Ra,” Seringaian di wajah Al membuat Tera bergidik ngeri, makadari itu ia lebih memilih menurut ketika Al memintanya untuk duduk, dan diam-diam mengumpati Al yang sudah mengambil tempat di seberang meja sembari tersenyum puas menyaksikan wajah masam Tera.

         Mereka pun makan dalam keheningan, selagi Tera sibuk dengan makanan dan pikirannya, Al malah sibuk mengunyah makanan sambil memandangi Tera yang sedari tadi hanya menunduk dengan wajah murung. Gara-gara makan sama gue atau hal lain, sih? Al jadi menerka-nerka sendiri.

       “Elo sendirian aja?” Al mulai membuka percakapan ketika tak tahan lagi merasakan keheningan di antara mereka.

        “Berdua sama lo, dan orang beloon pun tahu itu,” katus Tera.

        Al terkekeh, “Jadi elo mengakui keberadaan gue dong, ya?” Tera memilih mengabaikannya, membuat Al mengerenyit ketika menyadari kalau hari ini gadisnya tampak berbeda. Bukan… dia tetap cantik seperti biasa, tapi… “Elo kenapa, sih?”

      “Bete ngeliat lo,” Tera masih belum mengangkat kepala.

      “Lagi punya masalah, ya?” Al mengabaikan jawaban Tera sebelumnya.

     “Peduli apa lo?” Kali ini Tera manatap Al geram.

      “Ada apa?” Oke, Al benar-benar peduli, dia tidak sedang berakting.

      “Bukan urusan lo juga sih!” Tera meraih teh botol itu, lalu menandaskan isinya. Seolah masalah Ucan tak membuat suasana hatinya menjadi buruk saja, kini entah karena kutukan atau apa dia malah dipertemukan dengan Al.

       Senaksir-naksirnya Al pada Tera, ia tatap tak suka diketusi seperti itu, jadilah dengan jengkel ia menaruh sendok dalam genggamannya di atas meja sebelum meraih tangan kiri Tera yang membuatnya sukses dipelototi cewek itu. Bukannya melepaskan, Al malah semakin menguatkan cekalannya. “Bisa, kan, elo bersikap manis sedikit aja sama gue?” kata Al sambil menatap tajam Tera.

       “Kenapa gue harus?” tantang Tera.

       “Kenapa nggak?”

         “Seolah lo pantas aja diperlakukan dengan manis!” dengus Tera, tidak peduli kalau Alakan marah dengan ucapannya, toh saat ini mereka tengah berada di keramaian, pastilah Al tidak akan berani macam-macam padanya.

       Namun, dugaan Tera salah, Al yang marah mendengar ucapan barusan langsung bangkit, lalu tanpa basa-basi menarik gadis itu sampai berdiri. Tera  pun berusaha melepaskan cekalan Al, namun tak bisa, jadilah ia menelaah sekeliling dengan panik untuk memastikan kalau dirinya tetap aman. Tapi saat menyadari kalau orang-orang terlalu sibuk dengan aktifitasnya masing-masing, yang dilakukan Tera hanya bisa berdoa dalam hati, semoga Al masih memiliki sisi baik untuk tak menempatkannya dalam bahaya.

       “Lo jangan kurang ajar, ya.” Geram Tera, tak ingin terlihat lemah di hadapan cowok ini.

       “Lo lucu deh, sejak kapan, sih, pegang tangan pacar sendiri disebut kurang ajar?” Sekali lagi tubuh Tera bergidig ngeri melihat senyum Al, terlebih ketika wajah itu mendekat pada telinga kanannya untuk membisikan sesuatu. “Kecuali kalau gue nyium pipi lo di tempat umum kayak gini, itu baru kurang ajar.” Al menarik diri, senyum mengerikan masih bertahan di wajahnya.

       “Lepasin!”

       “Nggak semudah itu, Sayang,” Tersenyum sinis, “Gue bakal bawa lo pergi dari sini. Ingat, jangan coba-coba buat teriak atau kabur. Kalau lo tetap nekat, gue bisa melakukan hal yang lebih dari ini.” Ancaman Al sebenarnya hanya main-main, makadari itu ia kasihan juga melihat wajah Tera yang mendadak pucat. Tapi, ia bisa apa? Tera pasti akan langsung kabur saat ini juga jika dirinya tidak menggelontorkan kata-kata barusan. Dan sekali lagi, Al membisikan sesuatu di telinga Tera saking gemasnya ia pada sang gadis, “Elo gemesin banget sih, Ra.”

          Tera langsung merinding dibisiki seperti itu sementara tubuhnya mendadak lemas sembari bertanya-tanya hal apa yang akan Al lakukan padanya, dan kemana pula cowok itu akan membawanya pergi? Entah kenapa di saat seperti ini Tera berharap Bram ada di dekatnya.

         Sembari menggamit tangan Tera erat-erat seolah tak sudi membiarkan cewek itu lepas, Al segera membawanya melewati kerumunan. Dan ketika tiba di parkiran, Al kembali melontarkan ancaman selagi tangannya yang bebas membuka pintu.  “Jangan berani-berani berpikir untuk kabur.” Mendorong Tera lembut sampai terduduk di bangku depan, lalu membanting pintu sebelum mengitari mobil untuk duduk di belakang stir.

        “Elo mau bawa gue ke mana?” bisik Tera di sisa-sisa kekuatannya.

        Menoleh pada Tera, Al pun menyunggingkan senyum misteriusnya. “Ke surga, Sayang.”

 (***)

          Tera hanya bisa melongo saat ia menyadari kalau Al mengarahkan mobil ke daerah tempat tinggalnya. Perasaan takut yang sempat ia rasakan pun mendadak hilang berganti kebingungan. Sebelum ini ia sempat berpikir kalau Al akan membawanya ke suatu tempat, dan melakukan hal-hal yang tidak bisa Tera bayangkan, namun di luar dugaan laki-laki itu malah membawanya pulang.

          “Kenapa? Elo kaget gue anterin balik?”  Suara itu membuat Tera menoleh ke sisi kanan, namun cewek itu tak mengatakan apa-apa sementara senyum sinis kembali muncul di wajah Al. “Nggak semua yang elo lihat buruk itu buruk, Ra,” katanya muram.

         Tera tak menanggapi, mengabaikan ucapan serta ekspresi wajah Al. Bahkan sampai mobil tiba di depan pagar rumahnya pun ia masih tak mengatakan apa-apa. Di sisi lain, Al mulai membuka sabuk pengaman, dan siap membuka pintu ketika Tera akhirnya bersuara. “Mau ngapain, lo?”

            “Mampir dong. Gue, kan harus ketemu calon mertua.” Tera tertohok, dan Al tersenyum gemas melihat reaksinya. “Ayo buka sabuk pengaman lo,” namun Tera masih terlalu syok untuk melakukan perintah tersebut. “Ck! Apa lagi sih, Ra? Apa lo mau gue yang bukain?” Al bertanya setengah jengkel setengah gemas terlebih ketika Tera mendelik sebal sembari buru-buru melepaskan sabuk pengamannya sebelum keluar dari mobil.

            Mereka berdua kini sudah berdiri di teras, selagi Al sangat bersemangat untuk bertemu dengan orang tua Tera, Tera malah merasa sebaliknya karena jika Mama melihat Al bisa dipastikan kalau beliau akan menyukai laki-laki gondrong yang malam ini mengikat rambunya itu mengingat Al memiliki sejuta pesona untuk mengambil hati perempuan bahkan di segala usia. Di saat seperti ini, Tera ingin sekali alien membawanya pergi dari bumi, dan menurunkannya di Planet Mars. Mendesah frustasi, dan saat itulah tatapannya bersirobok dengan Al yang beridiri di samping, terlihat terlalu bersemangat untuk sebuah pertemuan, bahkan cowok itu menatapnya solah mengatakan cepat-ketuk-pintunya, membuat Tera mau tak mau mengetuk-ngetuk pintu bercat coklat tersebut dengan enggan.

            “Di rumah nggak ada orang kayaknya,” seru Tera sambil berusaha menyembunyikan senyum ketika ketukannya tak mendapatkan respon.

            Al tertegun, lalu dengan sebelah alis terangkat dia bertanya. “Elo punya kunci serepnya, kan?” Tera hanya mengangguk. “Yaudah, tunggu apalagi? Cepetan buka pintunya.”

            “Elo mau masuk? Kan nyokap guenya nggak ada!” suara Tera lebih tinggi daripada seharusnya, dan Al mengangguk mantap. “Nggak boleh!”

            Mengerenyit, “Kenapa?” ia bertanya, kaki Al sudah maju selangkah, dan Tera otomatis mundur sampai punggungnya menempel pada pintu. Untuk kesekian kalinya Tera berada dalam posisi tak menguntungkan, namun ia tak gentar, tak sudi membiarkan Al masuk kedalam selagi tak ada orang lain di rumah. Berbahaya! “Kenapa?” tuntut Al lagi.

          Mengangkat dagunya tinggi-tingga, tidak… tidak boleh takut. Ini wilayah kekuasaannya. “Karena haram hukumnya rumah gue diinjak orang macam lo!”

            Al melotot, tersinggung dengan ucapan Tera, dan Tera yang menyadari hal tersebut hanya bisa menelan ludah bahkan ketika Al semakin merapatkan tubuh. “Sampai kapan lo mau kayak gini?” desis cowok itu dari sela-sela gigi.

            Keberanian Tera yang sudah susah payah dipertahankan luruh juga ketika kilatan kemarahan sudah muncul di mata Al. Sekali lagi menelan ludah, dengan suara bergetar dia menyahut,  “Ka… kayak gini gimana maksud lo?”

            Al mengangkat sebelah tangan, menyapukan ujung-ujung jari kanannya ke wajah Tera, dan Tera langsung merinding karenanya. “Nolak gue mati-matian, memandang gue kayak sampah,  dan bersikap kurang ajar sama gue,” bisiknya marah sampai-sampai tak peduli pada ketakutan Tera.

            “Kalau gue jawab sampai embusan terakhir napas gue, lo mau apa?” tantang Tera.

            Rahang Al semakin mengeras, Tera benar-benar telah menginjak-injak harga dirinya, membuat Al tanpa sadar sudah menggertakan gigi menahan amarah yang menggelegak. Ingin sekali memberikan pelajaran pada Tera agar cewek itu tidak kurang ajar lagi padanya. Namun, anehnya ada bagian dari diri Al yang tidak ingin menyakiti Tera, dan hal itu membuatnya benar-benar frustasi.    

            “Jaga mulut lo, cewek.” Desisi Al penuh ancaman, namun Tera masih mencoba untuk tak gentar walau tubuhnya semakin gemetaran. “Gue bisa melakukan hal yang nggak pernah elo bayangin sebelumnya.”

            “Misalnya apa, Al?!” Tera masih saja menantang

            Mendelik tajam, lalu… “Shit!” Al meraih kedua sisi wajah cewek itu sebelum melakukan sesuatu yang membuat hati Tera seolah tercabik-cabik kuku tajam seorang iblis. Ia merasa terhina, harga dirinya hancur terinjak oleh Al yang kini bertingkah seperti orang kesetanan. Namun, entah dari mana kekuatan itu, sehingga Tera berhasil mendorong Al menjauh yang sukses melepas pagutan cowok itu dari bibirnya sebelum mendaratkan satu tamparan di pipi Al.

            Al terkejut, mematung memandangi Tera dengan napas terengah-engah karena ternyata tamparan barusan berhasil mengembalikan kewarasannya. Dan, saat itulah ia meyadari kondisi Tera yang kini tengah balas memandanginya dengan raut wajah siap menerkam, bibir memerah bengkak, dan mata bening itu… Tera menangis!

            “Bajingan!” desis Tera, suaranya tercekat oleh air mata. “Mulai dari detik ini gua benci sama elo dengan segenap jiwa raga gue! Dan, gue nggak sudi lihat muka lo lagi!” membalikkan tubuh, lalu dengan tangan gemetaran ia mencoba merogoh tas untuk mencari kunci. Saat pintu sudah terbuka, ia bergegas masuk sembari membanting pintu di belakangnya.

            Al pun terlonjak, masih syok dengan apa yang baru saja terjadi, bahkan satu penyesalan merayap hadir saat kembali teringat air mata Tera. Bukan itu saja, ucapan Tera barusan pun berhasil menyentakkan hatinya yang selama ini tertidur pulas. Karena, untuk pertama kali di sepanjang eksistensi hidup, ia benar-benar takut akan kehilangan. Dia tidak ingin kehilangan Tera.

            Mulai dari detik ini gua benci sama elo dengan segenap jiwa raga gue! Dan, gue nggak sudi lihat muka lo lagi!

(***)

            Tera langsung berlari ke kamarnya, membanting pintu sekali lagi sebelum menggelosor ke lantai. Masih dengan terisak-isak karena hatinya terluka sudah diperlakukan seperti perempuan murahan, ia menekuk kedua kaki untuk kemudian dipeluknya.

          Selama ini dia selalu diperlakukan dengan baik oleh laki-laki, tidak ada yang berani bertingkah kurang ajar bahkan hanya sekedar menggodanya. Sehingga, ia tidak bisa menoleransi apa yang baru saja dilakukan Al, bahkan ketika bayangan cowok itu menciumnya paksa, Tera refleks mengelap bibir dengan kasar menggunakan punggung tangan sementara air matanya kian berderai. Marah, sakit hati, dan muak menjadi satu, tak seharunya ia menangis hanya gara-gara cowok itu, jadi dengan satu hentakan dia segera bangkit, naik ke atas ranjang, meraih tasnya, dan mengambil ponsel dari sana. Saat benda tersebut sudah menempel di sebelah telinga, saat itulah ia mendengar deru mesin yang menjauh, menandakan kalau orang yang paling ia benci sudah meninggalkan rumah ini..

            “Kurang ajar!” tanpa sadar Tera mengumpat, susah payah menghentikan air matanya sampai Anggia muncul di seberang sana.

            “Hai, Ra. Ada apa?” Mendengar suara Anggia kembali membuat air mata Tera meluncur, terisak-isak di telepon yang malah membuat sahabtanya khawatir. “Ra, elo kenapa?” Bukannya menjawab, tangisan Tera  semakin meledak. “Jangan kemana-mana. Gue bakal ke rumah lo.”

            Tera hendak mencegah Anggia untuk datang, namun telepon diputus begitu saja.

(***)

            Sesuai janjinya, Anggia tiba lebih dari lima belas menit kemudian. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu ia langsung nyelonong masuk ke ruang tamu, dan menemukan Tera tengah duduk di lantai, bersandar pada kaki sofa sambil memeluk kakinya sendiri dengan kepala menunduk. Melihat pemandangan itu membuat Anggia meringis, lalu mendekat untuk berjongkok di depan Tera. Direngkuhlah gadis itu ke dalam dekapannya, dengan khawatir ia bertanya, “Elo kenapa, Ra?” Membelai rambut Tera yang masih terisak-isak sebelum melepaskan pelukan demi melihat keadaan sang sahabat.

        Anggia kembali meringis, dan menyadari kalau sesuatu yang buruk telah terjadi jika melihat mata sembab serta hidung Tera yang memerah. Namun, ia menahan diri untuk berkomentar, tidak sampai gadis itu selesai menceritakan semua apa yang terjadi. “Itu namanya peleceha. Al nggak bisa dibiarin lagi, Ra. Dia harus dikasih pelajaran!”

            “Elo mau ngelakuin apa, Gi? Ngasih tahu dia kalau gue nangis setelah dia lecehin, gitu?” kata Tera serak, ia sudah berhasil menguasai diri walaupun hatinya masih diliputi amarah, sementara Anggia bergeming sembari menatap Tera bingung. “Kalau Al sampai tahu keadaan gue saat ini, dia bukannya merasa bersalah, tapi malah kegirangan.” Jelas Tera, selama beberapa bulan diusik Al, sedikit banyak dia tahu jalan pikiran cowok itu.

            “Tapi pelecehan yang dia lakuin harus dilaporin!” Anggia tak sependapat.

            Tera menggeleng, “Nggak, Gi.” Lalu, dengan mata menerawang dia kembali bersuara, “Biarin aja. Karena, gue akan anggap dia nggak pernah ada.”

 

NEXT >>>>

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Memoria
1      1     0     
Romance
Memoria Memoria. Memori yang cepat berlalu. Memeluk dan menjadi kuat. Aku cinta kamu aku cinta padamu
Secret Love Story (Complete)
119      30     0     
Romance
Setiap gadis berharap kisah cinta yang romantis Dimana seorang pangeran tampan datang dalam hidupnya Dan membuatnya jatuh cinta seketika Berharap bahwa dirinya akan menjadi seperti cinderella Yang akan hidup bahagia bersama dengan pangerannya Itu kisah cinta yang terlalu sempurna Pernah aku menginginkannya Namun sesuatu yang seperti itu jauh dari jangkauanku Bukan karena t...
Rasa yang Membisu?
4      2     0     
Romance
Menceritakan 4 orang sahabatnya yang memiliki karakter yang beda. Kisah cerita mereka terus terukir di dalam benak mereka walaupun mereka mengalami permasalahan satu sama lain. Terutama kisah cerita dimana salah satu dari mereka memiliki perasaan terhadap temannya yang membuat dirinya menjadi lebih baik dan bangga menjadi dirinya sendiri. Pertemanan menjadikan alasan Ayu untuk ragu apakah pera...
Black Roses
373      60     0     
Fan Fiction
Jika kau berani untuk mencintai seseorang, maka kau juga harus siap untuk membencinya. Cinta yang terlalu berlebihan, akan berujung pada kebencian. Karena bagaimanapun, cinta dan benci memang hanya dipisahkan oleh selembar tabir tipis.
Pertualangan Titin dan Opa
35      12     0     
Science Fiction
Titin, seorang gadis muda jenius yang dilarang omanya untuk mendekati hal-hal berbau sains. Larangan sang oma justru membuat rasa penasarannya memuncak. Suatu malam Titin menemukan hal tak terduga....
CATATAN DR JAMES BONUCINNI
21      13     0     
Mystery
"aku ingin menawarkan kerja sama denganmu." Saat itu Aku tidak mengerti sama sekali kemana arah pembicaraannya. "apa maksudmu?" "kau adalah pakar racun. Hampir semua racun di dunia ini kau ketahui." "lalu?" "apa kau mempunyai racun yang bisa membunuh dalam kurun waktu kurang dari 3 jam?" kemudian nada suaranya menjadi pelan tapi san...
A & B without C
1      1     0     
Romance
Alfa dan Bella merupakan sepasang mahasiswa di sebuah universitas yang saling menyayangi tanpa mengerti arti sayang itu sendiri.
Your Secret Admirer
0      0     0     
Romance
Pertemuan tak sengaja itu membuat hari-hari Sheilin berubah. Berubah menjadi sesosok pengagum rahasia yang hanya bisa mengagumi seseorang tanpa mampu mengungkapkannya. Adyestha, the most wanted Angkasa Raya itulah yang Sheilin kagumi. Sosok dingin yang tidak pernah membuka hatinya untuk gadis manapun, kecuali satu gadis yang dikaguminya sejak empat tahun lalu. Dan, ada juga Fredrick, laki-l...
Ikatan itu Bernama Keluarga
2      2     0     
Inspirational
Tentang suatu perjalanan yang sayang untuk dilewatkan. Tentang rasa yang tak terungkapkan. Dan tentang kebersamaan yang tak bisa tergantikan. Adam, Azam, dan Salma. Hal yang kerap kali Salma ributkan. Ia selalu heran kenapa namanya berinisial S, sedangkan kedua kakaknya berinisial A. Huruf S juga membuat nomor absennya selalu diurutan belakang. Menurut Salma, nomor belakang itu memiliki ban...
Dua Sisi
23      6     0     
Romance
Terkadang melihat dari segala sisi itu penting, karena jika hanya melihat dari satu sisi bisa saja timbul salah paham. Seperti mereka. Mereka memilih saling menyakiti satu sama lain. -Dua Sisi- "Ketika cinta dilihat dari dua sisi berbeda"