Read More >>"> Sang Penulis (E05) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sang Penulis
MENU
About Us  

Bel pulang sekolah berbunyi dengan sangat merdu di telinga para pelajar SMA Nusa Satu. Suasana kelas-kelas yang tadinya sepi pun berubah menjadi riuh akibat suara bel yang sangat dirindukan oleh para murid SMA Nusa Satu.

“Baiklah, saya rasa hari ini sampai di sini saja,” kata Bu Sarah yang merupakan guru Biologi di kelas Marsya.

Setelah murid-murid di kelas XII MIPA 5 memberikan hormat kepada Bu Sarah, beliau pun keluar dari kelas itu.

“Cin, lo langsung pulang atau sama Arsen dulu?” tanya Marsya.

“Gue langsung pulang, Sya, Arsen lagi ada urusan katanya. Emangnya kenapa?” tanya Cindy balik.

“Engga ada apa-apa, Cin,” jawab Marsya.

“Gue balik duluan, ya, Sya,” pamit Cindy lalu dia menyampirkan tasnya di bahu kanannya dan kemudian berjalan menjauhi Marsya.

Marsya mengambil ponselnya dari dalam saku roknya, bermaksud untuk mengirimkan pesan kepada Fira dan Lala.

“Marsyaku sayang!” panggil Lala yang sudah berdiri di ambang pintu kelas Marsya dengan Fira di sampingnya.

Marsya pun menoleh ke sumber suara dan mendapati kedua sahabatnya sudah berdiri di ambang pintu kelasnya.

Marsya pun berjalan ke arah mereka tanpa membawa tasnya karena Marsya masih harus menyelesaikan beberapa hal penting terkait pergantian artikel yang ada dan penambahan rubrik yang baru diberitahu Fika tadi pagi.

“Lo berdua bisa bantu gue gak?” tanya Marsya.

“Bantu apaan?” tanya Fira.

“Meriksa mading-mading yang ada di gedung B, C, dan D,” jawab Marsya.

Lala menganggukkan kepalanya. “Sekarang nih?”

“Kalau lo berdua bisa sekarang, ya, sekarang,” jawab Marsya.

“Kita titip tas di kelas lo, ya,” ucap Fira.

Marsya menganggukkan kepalanya lalu Fira dan Lala pun meletakkan tas mereka di dekat tas Marsya.

“Sya, bukannya mading di gedung D udah gak dipakai lagi, ya?” tanya Fira saat mereka sedang dalam perjalanan menuju mading gedung B.

Marsya mengedikkan bahunya pertanda dia tidak mengetahui jawaban atas pertanyaan Fira. “Setau gue, yang ngelola itu anak kelas sebelas. Jadi, gue gak tau.”

“Gila, gue baru pertama kali baca mading gedung B,” kata Lala saat mereka sudah berada di depan mading gedung B.

Sekadar informasi, gedung SMA Nusa Satu terdiri dari empat gedung, yaitu gedung A, B, C, dan D. Keempat gedung itu membentuk bangun persegi panjang dengan gedung A sebagai gedung utama dan terletak di tengah. Gedung B terletak di kiri, gedung C terletak di sebelah kiri dan berhadapan dengan gedung B, sementara itu gedung D terletak di belakang gedung C. Dan di hadapan gedung A adalah kantin sekolah, perpustakaan, dan musala.

Gedung D sudah lama tidak dipakai oleh pihak sekolah dikarenakan ruangan gedung A, B, dan C sudah cukup untuk menampung seluruh murid SMA Nusa Satu. Terkadang gedung D juga dipakai sebagai ruang rapat organisasi sekolah. Namun beberapa bulan belakangan ini, gedung D tidak lagi dipakai karena adanya cerita mistis yang disebarkan oleh para anggota organisasi sekolah yang pernah mengadakan rapat di gedung D

“Ya, iyalah, kelas lo ‘kan di gedung A, ngapain capek-capek ke gedung B cuma buat baca mading?” tanya Fira.

“Iya, juga, ya?” tanya Lala kepada dirinya sendiri.

“Ini yang ngelola anak kelas berapa?” tanya Fira.

“Kelas sebelas,” jawab Marsya. “Yang ngelola mading di gedung itu sesuai dengan kelas mereka. Gedung A ‘kan isinya kelas dua belas, jadi, ya, kelas dua belas yang ngelola. Kalau gedung B kelas sebelas, dan gedung C kelas sepuluh.”

Fira dan Lala mengangguk-anggukan kepala mereka. Mereka berdua baru tahu kalau yang mengelola mading adalah kelas yang berada di gedung itu.

“Terus yang gedung D kenapa kelas sebelas, Sya?” tanya Lala.

“Itu karena mereka angkatan utama dari tiga angkatan,” jawab Marsya. “Kelas dua belas terlalu sibuk buat ngurus mading itu sementara kelas sepuluh dianggap anak baru gitu, jadi, belum dikasih tanggungjawab bauat ngurus mading gedung D.”

“Mereka ada best Instagram post of the week, ya,” kata Fira. “Ada si Jevan, La.”

“Hah? Mana?” tanya Lala lalu dia berjalan ke arah Fira yang masih memandangi foto yang ada di depannya.

“Jevan famous banget ternyata,” kata Marsya.

Caption-nya kok bagus banget? Gak nyangka gue dia pandai buat caption bijak kayak gitu,” kata Fira.

“Itu yang buat gue,” ucap Lala.

“Serius lo?” tanya Marsya.

Lala menganggukkan kepalanya.

“Menurut lo berdua mading ini perlu penambahan atau pergantian gak?” tanya Marsya.

Lala menggelengkan kepalanya. “Kayaknya mading yang ini udah lengkap, Sya, gak usah ada penambahan, nanti ramai banget.”

Fira menganggukkan kepalanya pertanda dia setuju dengan apa yang diucapkan oleh Lala.

“Oke, kalau gitu kita ke mading gedung C, yuk,” ajak Marsya.

Lalu mereka bertiga pun berjalan menuju mading gedung C.

“Ini kenapa mereka balas-balasan tisam coba?” tanya Fira setelah ia membaca dua kertas yang berisikan tisam, titip salam, dan tisam yang kedua membalas tisam yang pertama.

“Paling buatan mereka,” jawab Marsya.

“Fir, Fir, ada yang nulis nama Archie,” kata Lala setelah ia membaca sebuah tisam yang di dalamnya terdapat nama Archie.

“’Andai saja aku mengenalmu, aku ‘kan menjagamu. Untuk Bang Archie, kukirimkan salammu walau kutahu kau takkan membacanya di mading ini’.” Fira membacakan isi tisam itu.

“Alay banget gila,” komentar Lala.

“Kayaknya itu seharusnya ditempel ke mading gedung A biar dibaca Archie,” kata Marsya.

“Jangan dong, nanti kalau Archie penasaran terus nyari tau dia terus mereka jadi dekat gimana dong?” tanya Fira.

“Gila, Fir, lo lebih alay dari adik kelas ini ternyata,” kata Lala.

“Biarin alay, yang penting dia gak diambil orang,” ucap Fira membela dirinya sendiri.

“Emangnya lo siapanya dia sampai lo gak mau dia diambil orang?” tanya Marsya.

Fira terdiam. “Sya, sumpah, ya, lo jahat banget.”

Marsya tertawa melihat respons dari Fira. Marsya sangat senang melihat Fira sedih jika mengingat ketidakpastian hubungannya dengan Archie.

“Sya, kayaknya yang ini perlunya di koreksi deh, soalnya ‘kan ada beberapa tisam yang seharusnya ditaruh di gedung A atau B karena tujuannya ke kakak kelas,” kata Lala.

Marsya menganggukkan kepalanya. Ia setuju dengan perkataan Lala.

“Penambahan juga perlu, Sya, mereka kurang dekorasi. Konten mereka bagus, cuma mereka masih harus mendekorasi mading supaya banyak yang baca,” tambah Fira.

Marsya memperhatikan mading gedung C untuk yang kedua kalinya dan ia menganggukkan kepalanya. Apa yang dikatakan oleh Fira benar adanya, mading gedung C harus diberi hiasan sebagus mungkin.

“Ya udah, kita ke mading gedung D, yuk,” ajak Marsya.

Mereka bertiga pun berjalan menuju gedung D yang terletak di belakang gedung D.

Ada sebuah pagar yang diletakkan di antara gedung A dan gedung C, pagar itu merupakan jalan masuk mereka ke gedung D.

“Di kunci, Sya,” kata Fira setelah ia memeriksa gembok yang ada di pagar itu.

Marsya mengambil kunci pagar yang tadi telah ia minta kepada penjaga sekolah dari saku bajunya. “Gue udah minta kuncinya tadi.”

Marsya pun membuka gembok itu dengan kunci yang baru saja diambilnya.

“Kok madingnya ditutupin koran gini sih?” tanya Lala setelah mereka sampai di depan mading gedung D.

“Kayaknya mading gedung ini emang gak dipakai lagi deh, Sya,” jawab Fira.

“Coba kita buka korannya,” kata Marsya sembari menyobek bagian tengah koran itu karena Marsya tahu bagian pinggir koran itu pasti diberi lem.

Lala dan Fira pun membantu Marsya menyobek koran itu dan tampaklah secarik kertas putih yang berisikan sebuah tulisan.

Tulisan tersebut adalah:

Siapa yang mengira kalau siswa terpintar di sekolahmu bisa menjadi orang terbodoh yang ada di dunia?

Mungkin saja dia terlihat sempurna, mempunyai kecerdasan yang luar biasa, wajah yang rupawan serta memilik senyum manis  yang selalu terlukis di wajahnya.

Tapi, siapa yang tahu kalau dia adalah seorang penipu ulung? Siapa yang tahu kalau dia tidak sempurna yang kita bayangkan? Siapa yang tahu kalau dia akan menjadi orang terbodoh yang ada di dunia?

Tak ada yang tahu sampai orang mencaritahu.Untuk Y, kuharap kau tetap bersabar.

Marsya, Fira, dan Lala saling bertukar pandang setelah mereka membaca tulisan itu.

“Siapa yang kurang kerjaan nulis kayak gini di mading ini?” tanya Fira kepada Marsya.

Marsya menggelengkan kepalanya. Lalu ia mengambil ponselnya, bermaksud untuk bertanya kepada Fika mengenai pengurus mading gedung D.

Marsya Nadhifa: Fik

Marsya Nadhifa: Yang ngurus mading gedung D siapa?

Tak berapa lama kemudian, balasan dari Fika pun muncul.

Fika Anandia: oh ya gue lupa kasih tau

Fika Anandia: mading gedung D gak usah diperiksa lagi

Fika Anandia: gak dipakai lagi soalnya

Marsya Nadhifa: oh gitu

Marsya Nadhifa: makasi fik

Tanpa menunggu balasan dari Fika, Marsya menyimpan ponselnya ke dalam saku roknya.

“Mading ini udah gak dipakai lagi,” kata Marsya.

Fira dan Lala terkejut mendengar perkataan Marsya. Menurut mereka berdua, tulisan yang ada di dalam mading itu masih baru. Dan itu berarti, seharusnya ada murid yang mengurus mading ini dan menempelkan kertas yang berisi tulisan aneh itu.

“Lo gak lagi bercanda, ‘kan?” tanya Lala.

“Gue serius,” jawab Marsya.

“Kunci mading siapa yang pegang?” tanya Fira.

“Fika,” jawab Marsya.

“Gak mungkin Fika yang nulis kayak ginian,” kata Lala.

Marsya dan Fira mengangguk-anggukkan kepala mereka pertanda mereka juga yakin bukan Fika yang menuliskan tulisan aneh itu.

“Coba lo tanya sama Fika siapa yang nyimpan kunci mading ini,” suruh Lala.

Marsya kembali mengambil ponselnya dan mengirim pesan kepada Fika.

Marsya Nadhifa: Kuncinya masih ada sama lo?

Fika Anandia: Kuncinya udh ilang sya

Fika Anandia: Makanya gak dipakai lagi

Marsya Nadhifa: Lo serius?

Fika Anandia: Iyaa

Fika Anandia: Emangnya knp sya?

Marsya Nadhifa: Gak ada apa-apa fik

Setelah mengirimkan balasan itu kepada Fika, Marsya langsung menyimpan ponselnya.

“Demi apa, kunci mading ini udah hilang, makanya gak dipakai lagi,” kata Marsya.

“Gue takut gila,” ucap Lala sembari melihat ke sekeliling.

“Kita pergi dari sini, tapi gue foto dulu tulisannya,” ucap Marsya lalu dia membuka fitur kamera di ponselnya.

Belum sempat Marsya mengambil foto tulisan itu, tiba-tiba saja mereka bertiga mendengar suara benda jatuh yang berasal dari salah satu ruangan yang ada di gedung D.

Tanpa saling memberi instruksi satu sama lain, mereka bertiga lari secepat mungkin. Suara itu cukup membuat mereka bertiga berinisiatif untuk pergi dari gedung D.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Warna Untuk Pelangi
80      20     0     
Romance
Sebut saja Rain, cowok pecinta novel yang dinginnya beda dari yang lain. Ia merupakan penggemar berat Pelangi Putih, penulis best seller yang misterius. Kenyataan bahwa tidak seorang pun tahu identitas penulis tersebut, membuat Rain bahagia bukan main ketika ia bisa dekat dengan idolanya. Namun, semua ini bukan tentang cowok itu dan sang penulis, melainkan tentang Rain dan Revi. Revi tidak ...
Kinanti
0      0     0     
Romance
Karena hidup tentang menghargai yang kamu miliki dan mendoakan yang terbaik untuk masa nanti.
TRIANGLE
84      27     0     
Romance
"Apa pun alasannya, yang namanya perselingkuhan itu tidak bisa dibenarkan!" TRIANGLE berkisah tentang seorang gadis SMA bernama Dentara dengan cerita kesehariannya yang jungkir balik seperti roller coaster. Berasa campur aduk seperti bertie botts bean. Berawal tentang perselingkuhan pacar tersayangnya. Muncul cowok baru yang berpotensi sebagai obat patah hati. Juga seorang dari ...
Help Me to Run Away
4      4     0     
Romance
Tisya lelah dengan kehidupan ini. Dia merasa sangat tertekan. Usianya masih muda, tapi dia sudah dihadapi dengan caci maki yang menggelitik psikologisnya. Bila saat ini ditanya, siapakah orang yang sangat dibencinya? Tisya pasti akan menjawab dengan lantang, Mama. Kalau ditanya lagi, profesi apa yang paling tidak ingin dilakukannya? Tisya akan berteriak dengan keras, Jadi artis. Dan bila diberi k...
Can You Love Me? Please!!
26      10     0     
Romance
KIsah seorang Gadis bernama Mysha yang berusaha menaklukkan hati guru prifatnya yang super tampan ditambah masih muda. Namun dengan sifat dingin, cuek dan lagi tak pernah meperdulikan Mysha yang selalu melakukan hal-hal konyol demi mendapatkan cintanya. Membuat Mysha harus berusaha lebih keras.
EXPOST
82      4     0     
Humor
Excecutive people of science two, mungkin itu sebutan yang sering dilayangkan dengan cuma-cuma oleh orang-orang untuk kelas gue. Kelasnya excecutive people, orang-orang unik yang kerjaannya di depan laptop sambil ngapalin rumus kimia. So hard. Tapi, mereka semua ngga tau ada cerita tersembunyi di dalam kelas ini. Di sini ada banyak species-species langka yang hampir ngga pernah gue temuin di b...
Dimensi Kupu-kupu
113      33     0     
Romance
Katakanlah Raras adalah remaja yang tidak punya cita-cita, memangnya hal apa yang akan dia lakukan ke depan selain mengikuti alur kehidupan? Usaha? Sudah. Tapi hanya gagal yang dia dapat. Hingga Raras bertemu Arja, laki-laki perfeksionis yang selalu mengaitkan tujuan hidup Raras dengan kematian.
Black Roses
328      59     0     
Fan Fiction
Jika kau berani untuk mencintai seseorang, maka kau juga harus siap untuk membencinya. Cinta yang terlalu berlebihan, akan berujung pada kebencian. Karena bagaimanapun, cinta dan benci memang hanya dipisahkan oleh selembar tabir tipis.
SHEINA
4      4     0     
Fantasy
Nothing is Impossimble
If Is Not You
97      28     0     
Fan Fiction
Kalau saja bukan kamu, mungkin aku bisa jatuh cinta dengan leluasa. *** "Apa mencintaiku sesulit itu, hmm?" tanyanya lagi, semakin pedih, kian memilukan hati. "Aku sudah mencintaimu," bisiknya ragu, "Tapi aku tidak bisa melakukan apapun." Ia menarik nafas panjang, "Kau tidak pernah tahu penderitaan ketika aku tak bisa melangkah maju, sementara perasaank...