Read More >>"> Sang Penulis (E06) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sang Penulis
MENU
About Us  

“Jantung gue serasa mau copot, gila,” kata Lala saat mereka bertiga sudah berada di ruang kelas Marsya.

Marsya tidak menanggapi perkataan Lala karena dia masih menetralkan detak jantungnya. Begitu juga dengan Fira. Mereka berdua seperti tidak mempunyai tenaga untuk menanggapi perkatan Fira.

“Serem banget, sumpah,” ucap Fira setelah ia merasa dirinya sudah tenang.

Marsya menanggapi ucapan Fira dengan sebuah anggukan.

“Lo udah dapet fotonya?” tanya Lala.

Marsya menggeelengkan kepalanya. “Waktu gue mau foto, suara gila itu tiba-tiba datang. Jadinya gue gak sempat.”

“Gue gak berani lagi ke sana,” kata Fira.

“Kayaknya semenjak gak dipakai gedung D jadi serem gitu deh,” ucap Lala.

Marsya dan Fira menganggukkan kepala mereka pertanda mereka setuju dengan ucapan Lala.

“Lo berdua gak penasaran sama tulisan itu?” tanya Marsya yang tiba-tiba saja teringat akan tulisan yang tertempel di mading gedung D.

“Gue penasaran, Sya, banget malah, tapi gue takut buat ke sana,” jawab Fira.

“Sama, gue juga,” timpal Lala.

“Kok gue ngerasa tulisan itu bukan sekadar tulisan biasa, ya?” tanya Marsya.

“Menurut gue, ada sesuatu yang berbeda dari tulisan itu,” kata Lala.

“Astaga,” ucap Fira dan berhasil membuat Marsya serta Lala menatap ke arahnya.

“Kenapa, Fir?” tanya Marsya.

“Gue rasa tulisan itu ada supaya kita memperhatikan orang yang ada di dalam tulisan itu,” jawab Fira.

“Darimana kita tau orang yang ada di dalam tulisan itu kalau orang yang nulis tulisan itu gak ngasih tau ciri-ciri orang itu?” tanya Lala.

“Dia ngasih tau ciri-ciri orang itu, La,” jawab Marsya.

“Dia menggambarkan orang itu sebagai orang yang sempurna, orang itu cerdas, cantik, dan selalu tersenyum,” kata Fira.

“Jangan-jangan itu lo, Fir,” kata Lala.

“Apaan, sih? Gue gak gitu kali,” bantah Fira.

“’Gimana kalau kita balik ke sana besok?” usul Lala.

Fira menganggukkan kepalanya.

“Untuk sementara waktu, gue rasa kita gak usah ngasih tau soal itu ke yang lain dulu. Tunggu sampai kita tau kepastian tulisan itu,” kata Marsya.

Fira dan Lala menganggukkan kepala mereka.

“Ini kita udah selesai, ‘kan?” tanya Lala.

Marsya menganggukkan kepalanya. “Lo berdua kalau mau balik, balik duluan aja. Gue masih mau ke perpustakaan.”

“Ya, udah, gue sama Lala balik duluan, ya, Sya?” pamit Fira sembari mengambil tasnya.

Marsya kembali menganggukkan kepalanya.

“Hati-hati lo sendiri di sini,” pesan Lala lalu ia mengambil tasnya.

“Alay lo,” kata Marsya walaupun pada kenyataannya, dia sedikit takut dan berharap semuanya akan baik-baik saja.

Bye, bye, Marsya,” ucap Fira dan Lala bersamaan lalu mereka melangkahkan kaki mereka keluar dari kelas Marsya.

Marsya yang tinggal sendiri di kelasnya pun memutuskan untuk duduk sebentar di tempat favoritnya, yaitu kursi guru, sembari memikirkan kembali apa yang baru saja ia alami bersama dengan kedua sahabatnya.

“Oh, iya,” ucap Marsya tanpa sadar saat ia mengingat sesuatu yang sempat terlupakan olehnya dan juga Fira serta Lala.

Marsya baru ingat kalau ada sebuah inisial yang dicantumkan oleh penulis itu. Tetapi, Marsya lupa apa inisial itu. Marsya juga baru ingat kalau dia belum mengunci gembok pagar itu.

“Apa gue harus balik ke sana?” tanya Marsya kepada dirinya sendiri.

“Tapi, gue takut.” Marsya menjawab pertanyaannya sendiri.

Marsya pun memutuskan untuk mengirim pesan kepada Fira untuk meminta saran.

Marsya Nadhifa: Gue baru inget klo ada inisial nama di kertas itu

Fira Shallita: Lo serius?

Marsya Nadhifa: Kayaknya gue bakal balik ke sana deh fir

Marsya Nadhifa: Gue jg baru ingat klo gue blm kunci gemboknya

Fira Shallita: Lo yakin mau balik ke sana?

Marsya Nadhifa: Yakinn

Fira Shallita: Sya

Fira Shallita: Karna gue sm lala khawatir sama lo

Fira Shallita: Tlg banget, lo ke sana bawa teman

Fira Shallita: Siapapun itu

Fira Shallita: Tpi lo jgn bawa dia smpe ke mading

Marsya Nadhifa: Yaampun fir

Marsya Nadhifa: Gue aman kok

Marsya Nadhifa: Kalo ada yg gue kenal bakal gue ajak kok

Fira Shallita: Hati hati ya sya

Fira Shallita: Doa gue sm lala menyertai lo

Marsya membalas pesan dari Fira dengan ucapan terima kasih dan setelah itu dia menyimpan ponselnya ke dalam saku roknya lalu mengambil tasnya.

Kalau Marsya boleh jujur, sebenarnya ia sangat takut untuk kembali ke gedung D. Namun, takdir menyuruhnya untuk kembali ke gedung D agar Marsya tahu siapa orang yang dimaksud oleh penulis kertas itu.

Dengan segala keberanian dan kemampuan yang Marsya punya, ia pun melangkahkan kakinya keluar dari kelasnya dan menuju pagar pembatas gedung A dan C dengan gedung D.

Sesampainya Marsya di pagar itu, ia dikejutkan dengan posisi gembok yang sudah terkunci dengan kunci yang sudah tak lagi tertanam di gembok itu.

“Lha? Kok ini udah ke kunci, sih?” tanya Marsya dengan panik.

Ia mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya, bermaksud untuk mencari seseorang yang bisa ia tanya. Tetapi hasilnya nihil. Marsya tidak menemukan seorangpun untuk ditanyai.

Marsya pun mengambil ponselnya dan langsung menghubungi Fira.

“Fira, mati gue,” kata Marsya setelah teleponnya sudah tersambung dengan Fira.

Kenapa? Lo ketemu setan?

“Bukan. Kunci gemboknya hilang.”

Hah? Lo serius? Siapa yang ngambil?

“Gue gak tau, sumpah, ya ampun, Fir, ‘gimana ini?” tanya Marsya dengan sangat panik. Ia takut jikalau kunci tersebut telah berada di tangan orang yang salah.

Sya, lo tenang, sekarang coba lo ke pos satpam terus tanya sama satpam di mana penjaga sekolah sekarang.”

“Oke, Fir, ‘makasih, ya,” ucap Marsya sebelum ia menutup sambungan teleponnya.

“Lo nyariin kuncinya?” tanya seseorang dari belakang Marsya.

Marsya pun langsung menoleh ke belakang dan mendapati seseorang yang sangat tak ia duga kedatangannya.

Marsya menganggukkan kepalanya.

“Udah gue balikin ke penjaga sekolah,” kata Arsen.

Ya, Arsen adalah orang yang bertanya kepada Marsya.

“Kok bisa lo yang balikin?” tanya Marsya.

“Tadi gue lihat pagarnya kebuka, ya, gue tutup, terus gue kunci dan gue kasih ke penjaga sekolah,” jawab Arsen.

“Oh, gitu, ‘makasih, ya, Sen,” ucap Marsya. “Gue balik duluan, ya?”

Marsya pun langsung melangkahkan kakinya melalui Arsen dan kembali ke kelasnya. Marsya sebenarnya sangat ingin mempunyai durasi percakapan yang panjang dengan Arsen. Akan tetapi Marsya sadar, ia tak seharusnya mempunyai keinginan seperti itu dan tak seharusnya ia berbicara dengan Arsen.

Akibat percakapan singkatnya dengan Arsen, Marsya gagal kembali ke mading gedung D. Ia malah melangkahkan kakinya untuk keluar dari sekolah.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
sHE's brOKen
71      20     0     
Romance
Pertemuan yang tak pernah disangka Tiara, dengan Randi, seorang laki-laki yang ternyata menjadi cinta pertamanya, berakhir pada satu kata yang tak pernah ingin dialaminya kembali. Sebagai perempuan yang baru pertama kali membuka hati, rasa kehilangan dan pengkhianatan yang dialami Tiara benar-benar menyesakkan dada. Bukan hanya itu, Aldi, sahabat laki-laki yang sudah menjadi saksi hidup Tiara yan...
Kesempatan
96      2     0     
Romance
Bagi Emilia, Alvaro adalah segalanya. Kekasih yang sangat memahaminya, yang ingin ia buat bahagia. Bagi Alvaro, Emilia adalah pasangan terbaiknya. Cewek itu hangat dan tak pernah menghakiminya. Lantas, bagaimana jika kehadiran orang baru dan berbagai peristiwa merenggangkan hubungan mereka? Masih adakah kesempatan bagi keduanya untuk tetap bersama?
Sekotor itukah Aku
3      3     1     
Romance
Dia Zahra Affianisha, Mereka memanggil nya dengan panggilan Zahra. Tak seperti namanya yang memiliki arti yang indah dan sebuah pengharapan, Zahra justru menjadi sebaliknya. Ia adalah gadis yang cantik, dengan tubuh sempurna dan kulit tubuh yang lembut menjadi perpaduan yang selalu membuat iri orang. Bahkan dengan keadaan fisik yang sempurna dan di tambah terlahir dari keluarga yang kaya sert...
Salju di Kampung Bulan
5      5     0     
Inspirational
Itu namanya salju, Oja, ia putih dan suci. Sebagaimana kau ini Itu cerita lama, aku bahkan sudah lupa usiaku kala itu. Seperti Salju. Putih dan suci. Cih, aku mual. Mengingatnya membuatku tertawa. Usia beliaku yang berangan menjadi seperti salju. Tidak, walau seperti apapun aku berusaha. aku tidak akan bisa. ***
Closed Heart
11      3     0     
Romance
Salah satu cerita dari The Broken Series. Ini tentang Salsa yang jatuh cinta pada Bara. Ini tentang Dilla yang tidak menyukai Bara. Bara yang selalu mengejar Salsa. Bara yang selalu ingin memiliki Salsa. Namun, Salsa takut, ia takut memilih jalan yang salah. Cintanya atau kakaknya?
In Love With the Librarian
98      24     0     
Romance
Anne-Marie adalah gadis belia dari luar kota walaupun orang tuanya kurang mampu, ia berhasil mendapatkan beasiswa ke universitas favorite di Jakarta. Untuk menunjang biaya kuliahnya, Anne-Marie mendaftar sebagai pustakawati di kampusnya. Sebastian Lingga adalah anak tycoon automotive yang sombong dan memiliki semuanya. Kebiasaannya yang selalu dituruti siapapun membuatnya frustasi ketika berte...
seutas benang merah
18      8     0     
Romance
Awalnya,hidupku seperti mobil yang lalu lalang dijalan.'Biasa' seperti yang dialami manusia dimuka bumi.Tetapi,setelah aku bertemu dengan sosoknya kehidupanku yang seperti mobil itu,mengalami perubahan.Kalau ditanya perubahan seperti apa?.Mungkin sekarang mobilnya bisa terbang atau kehabisan bensin tidak melulu berjalan saja.Pernah mendengar kalimat ini?'Jika kau mencarinya malah menjauh' nah ak...
Cheossarang (Complete)
77      15     0     
Romance
Cinta pertama... Saat kau merasakannya kau tak kan mampu mempercayai degupan jantungmu yang berdegup keras di atas suara peluit kereta api yang memekikkan telinga Kau tak akan mempercayai desiran aliran darahmu yang tiba-tiba berpacu melebihi kecepatan cahaya Kau tak akan mempercayai duniamu yang penuh dengan sesak orang, karena yang terlihat dalam pandanganmu di sana hanyalah dirinya ...
Oh My Heartbeat!
5      4     0     
Romance
Tentang seseorang yang baru saja merasakan cinta di umur 19 tahun.
My Secret Wedding
20      9     0     
Romance
Pernikahan yang berakhir bahagia adalah impian semua orang. Tetapi kali ini berbeda dengan pernikahan Nanda dan Endi. Nanda, gadis berusia 18 tahun, baru saja menyelesaikan sekolah menengah atasnya. Sedangkan Endi, mahasiswa angkatan terakhir yang tak kunjung lulus karena jurusan yang ia tempuh tidak sesuai dengan nuraninya. Kedua nya sepakat memutuskan menikah sesuai perjodohan orang tua. Masin...