Read More >>"> Two World (Penculikan (?)) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Two World
MENU
About Us  

Sepertinya aku diculik.

Bangun tidur tiba-tiba sudah ada di tempat yang berbeda. Aku ingat betul kalau sebelumnya sedang berada di ruang kerja ibu. Merebahkan diri di atas sofa empuk sambil mendengarkan lagu melalui headphone.Kupikir jenis lagu yang kudengarkan tidak akan membuatku tidur, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Aku tertidur pulas sampai-sampai tidak sadar kalau tubuh ini sudah berpindah tempat. Meskipun suasananya sedikit gelap, setidaknya aku masih bisa melihat kalau ruangan yang sekarang kutemukan tidak tampak seperti ruangan yang sebelumnya kutinggalkan. Lebih tampak seperti ruang tamu sebuah rumah dengan ukuran lumayan besar beserta perlengkapan ruang tamu pada umumnya.

Tapi siapa yang mau menculikku? Kenapa juga aku mesti diculik? Kalaupun aku diculik, tidak mungkin aku dibiarkan dalam keadaan bebas tanpa ada satu orang pun yang menjagaku. Tangan dan kaki tidak terikat, muluttidak disumpal ataupun ditutupi lakban hitam seperti halnya di film-film. Aku benar-benar bebas. Hanya dibiarkan berbaring di atas kursi kayu yang panjang juga ada bantal yang menyangga kepala. Sungguh penculik yang baik. 

Ah tidak. Di dunia ini tidak ada penculik yang baik. Semua penculik pasti adalah orang jahat. Niatnya saja sudah jahat. Aku tidak boleh lengah cuma karena dibiarkan bebas. Mungkin saja ini merupakan perangkap. Sengaja membuatku berpikir jika aku dalam keadaan aman, lalu nantinya dia menyergapku dan langsung berbuat jahat padaku. 

Perlahan aku menapakkan kaki di atas lantai. Baru menyentuh ujung jari saja sudah langsung terkejut ketika merasakan lantai yang dingin. Permukaan lantainya kasar, tidak rata. Rasa-rasanya seperti berbahan dasar kayu. Begitu pula dengan dinding yang sengaja kuraba. Aroma yang tercium juga berupa aroma sejuk seperti perpaduan antara dedaunan, kayu lembab, serta embun. Terlebih lagi suasananya sunyi. Nyaris tidak terdengar suara ramai orang-orang ataupun kendaraan berlalu-lalang. 

Rasa penasaran yang semakin menjadi-jadi, membuatku langsung berjalan berjinjit menuju jendela yang masih tertutup rapat oleh gorden tebal yang menjuntai. Sampai-sampai tak ada sedikitpun celah untuk melihat keadaan di luar. Mengingat suasana sekitar yang dingin, sejuk dan tenang, kurasa hal semacam itu sudah sulit ditemui apabila kita sedang berada di tengah kota. Lebih-lebih rumah berukuran besar ini terbuat dari kayu. Tapi mustahil jika apa yang ada di pikiranku adalah benar. Tidak mungkin jika sebenarnya sekarang aku sedang berada jauh dari kota dan aku berusaha untuk tidak memikirkan kemungkinan yang jauh lebih parah dari itu.

Namun seketika tidak ada kata-kata yang keluar. Aku hanya berdiri kaku bak patung yang terpajang di toko pakaian sewaktu melihat penampakan apa yang ada di depan matamelalui gorden yang sedikit kubuka. Walau belum ada cahaya matahari yang menerangkan suasana sekitar, dengan bermodalkan kondisi mata yang masih normal, aku yakin jika yang tampak di luar sana adalah berbatang-batang pohon besar nan tinggi yang tumbuh menjulang. Napasku serasa berhenti sesaat. Bukan lagi sekedar jauh dari kota, tapi aku benar-benar sudah berada jauh di dalam hutan.

Ini tidak benar. Tubuhku mendadak gemetar. Aku sudah mencoba menenangkan diri dengan tidak berpikirmacam-macam. Sialnya usaha penenangan diri yang kulakukan tetap tidak memberi pengaruh apapun. Mengetahui kenyataan bahwa aku sedang berada di dalam sebuah rumah yang terletak di dalam hutan, justru semakin membuatku panik. Akan tetapi yang kulakukan sekarang cuma mondar-mandir sambil menggigit kuku. 

Kalaupun pada akhirnya aku memilih keluar dari rumah ini, lalu kemana aku harus pergi? Aku tidak tahu-menahu dimana lokasinya dan akan lebih baik jika handphone-ku ada di sini. Tapi kenyataannya tidak ada. Telepon rumah pun juga tidak ada. Sudah jelas ini hanyalah sebuah rumah kayu terbengkalai yang tak berpenghuni selama puluhan tahun. Dan sekarang aku ada di sini. Satu-satunya penghuni rumah yang tak tampak seperti penghuni rumah yang sesungguhnya. Seorang perempuan pula. 

Mungkin memang ada baiknya jika aku keluar. Siapa tahu aku bisa menemukan rumah lainnya untuk meminta pertolongan meskipun harus berjalan sekian jauh. Sayangnya kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan yang ada di pikiran. Barusan aku berpikir demikian seolah-olah si penculik ini merupakan penculik bodoh atau sekadar iseng yang secara sengaja membiarkan pintu rumah tidak terkunci, sehingga aku bisa pulang dengan mudah. 

Lantas aku harus bagaimana? Ibu pasti sedang menangis sesenggukan mencariku. Anak perempuan satu-satunya. Anggota keluarga satu-satunya yang dia punya setelah ayah pergi jauh lebih dulu. Sungguh aku tidak bisa berpikir apa tujuan si penculik melakukan hal ini padaku. Selama hidup aku tidak pernah berbuat salah pada siapapun, merugikan siapapun, berhutang pada siapapun. Sebisa mungkin aku selalu berbuat baik. Tapi kenapa balasan yang kuperoleh malah seburuk ini? Aku baru saja sah menjadi seorang mahasiswi di suatu universitas yang sejak lama kuidam-idamkan, tidak mungkin aku rela kalau akhirnya justru begini. Perjalananku masih panjang. Dan yang paling penting adalah aku juga belum bertemu dengan seorang lelaki yang nantinya jadi teman hidupku. Aku tidak bisa ada di sini. Aku ingin kembali. Aku ingin pulang.

Mengingat rumah, mengingat ibu, tiba-tiba saja air mata langsung mengucur deras. Memang benar jika yang bisa kulakukan sekarang hanyalah menangis. Tidak bisa melakukan hal lain yang bisa membantuku keluar dari masalah ini, kecuali dengan menangis. Duduk meringkuk di lantai kayu sembari bersandar pasrah pada pintu. Menundukkan kepala sambil terus menangis. 

Tak lama kemudian sebuah cahaya terang muncul. Terdengar seperti satu jentikan jari yang keras di tengah-tengah suara tangisanku sendiri. Cahaya itu berhasil membuat air mataku berhenti. Memang kepalaku masih dalam posisi menunduk. Tenggelam pada kedua lengan yang melingkari kedua kaki. Namun dengan jelas aku bisa merasakan adanya pergantian suasana yang terjadi di sekelilingku. Jujur aku ingin segera mendongak. Ingin melihat apa yang barusan terjadi. Tapi aku takut. Takut menghadapi apa yang ada di depanku nanti. Seorang penculik bertubuh besar, berpakaian jaket kulit hitam serta celana denim bolong yang lusuh, rambut gondrong berantakan, lengan bertato, wajah sangar. Apa yang ada di bayanganku sangatlah buruk. Oleh karena itu aku tidak bisa mengangkat wajah. Tidak akan mau.

Lalu aku mendengar sesuatu berderit. Begitu pelan. Seperti suara langkah kaki seseorang yang menginjak lantai kayu yang rapuh. Kehadirannya semakin lama terasa semakin dekat. Semakin kencang pula tubuhku bergetarsaking takutnya. Bahkan kepalaku sampai tidak bisa terangkat, padahal sekarang aku ingin mengangkatnya. Kakiku sampai tidak bisa digerakkan, padahal aku ingin segera berdiri dan bersembunyi. Semua anggota tubuhku mendadak kaku. Aku sudah menyerah. Beberapa detik lagi hidupku akan tamat.

Jelas-jelas aku merasakan seseorang sudah berada tepat di depanku yang masih menunduk gemetar. Dia berdiri menghalau cahaya. Tidak berkata atau melakukan apapun sampai akhirnya ada sesuatu yang menyenggol kakiku. Membuatku panik. Aku terus memejamkan mata. Menggigit bibir kuat-kuat. Berdoa dalam hati agar ini semua cepat berakhir. Dan sekali lagi dia menyenggol kakiku. Sungguh aku tidak mengerti apa yang sedang penculik ini lakukan. Dia terus saja menyenggol kakiku. Merasa semakin takut, aku pun kembali menangis. 

“Duh malah nangis lagi. Heh.” ujarnya sambil kembali menyenggol kaki. “Ayo bangun.”

Posisiku belum berubah. Berdasarkan jenis suara yang kudengar, kelihatannya tidak pantas dimiliki oleh penculik seperti yang ada di dalam pikiranku sebelumnya. Suaranya barusan nyaring, tidak berat. Seperti suara remaja. Tapi jika dilihat dari kata-katanya yang ketus, bagaimana caranya memerintah, juga perlakuannya yang seenaknya padaku, kurasa dia memang seorang penculik. Mungkin seorang penculik muda yang masih pemula.

“Heh ayo bangun!”

“Iya ini bangun bawel banget sih!” sergahku langsung berdiri sampai-sampai tanpa sengaja tempurung kepalaku menubruk dagu si penculik.

Dia tidak menjerit, karena mungkin tenagaku tidak ada apa-apanya jika disandingkan dengan tubuhnya yang besar. Melainkan aku yang malah menjerit kesakitan. Lalu apa yang kutemukan setelah dengan berani menghantam si penculik? Sosoknya. Sosoknya yang ternyata sangat jauh dari yang ada di bayanganku. Apa yang ada pada dirinya hampir seluruhnya bertolak belakang dengan yang aku bayangkan. 

Dia lelaki muda. Sulit kutebak berapa umurnya, mungkin tidak jauh berbeda denganku yang masih berusia delapan belas tahun. Wajahnya bersih. Kulitnya putih. Rambutnya tidak gondrong. Memang agak panjang, tapi tertata rapi dan sesuai dengan wajah juga umurnya. Tidak gendut juga tidak terlalu kurus. Sesuai dengan tinggi tubuhnya. Proporsional. Tentunya, tidak memiliki tato. Aku sampai tidak sadar sudah berapa lama waktu kuhabiskan hanya untuk menatapnya. Padahal tadinya aku begitu tidak berani bicara ataupun bertatap muka dengan si penculik. Tapi kalau model penculiknya seperti ini, entahlah.

“Kenapa malah kamu yang marah-marah? Keluar.” 

Apa aku tidak salah dengar? Dia menyuruhku keluar? Luar biasa. Baru kali ini aku tahu ada penculik yang justru menyuruh tawanannya keluar untuk melarikan diri.

“Keluar? Kok keluar? Ini gimana ceritanya sih?” tanyaku bingung. 

Setumpuk rasa takut yang ada pada diriku sebelumnya, seketika lenyap saat ini juga. Mengetahui kalau aku akan berhadapan dengan penculik tidak waras, buat apa aku panik dan ketakutan sepanjang waktu. Dia tampan tapi aneh. Sayang sekali.

“Ya kamu ngapain malam-malam masuk ke dalam rumah orang? Perempuan ngga benar ya?” 

“Loh kok malah ngatain? Siapa juga yang mau ada di sini? Kamu jangan pura-pura baik deh. Kamu kan yang bawa aku kesini?”

Dia tertawa. Tidak tahu alasan kenapa dia tertawa. Tawanya juga terdengar tidak mengenakkan. Lebih ke arah meledek.

“Lagi sakit ya? Mimpi?”

Saking tidak tahu harus merespon apa, aku hanya diam melihatnya. Dia juga diam melihatku. Aku sudah terlalu lelah menghadapi apa yang sedang terjadi.Entah mengapa tampaknya jadi lebih buruk dibanding berhadapan dengan penculik yang sebenarnya. Sebenarnya siapa lelaki ini? Kenapa dia malah menyuruhku keluar? Apa benar dia bukan seorang penculik? Lantas kalau bukan dia yang membawaku, bagaimana bisa aku tiba-tiba ada disini? Kalau begitu ini rumahnya kah? Dia tinggal sendirian di tengah hutan? Sok berani sekali. 

Kuabaikan dulu semua itu. Satu hal yang paling penting sekarang adalah sampai kapan dia akan terus diam sambil terus menatapku? Sekilas dia memang menyebalkan, tapi dia tampan. Berulang kali kutegaskan penilaianku yang satu itu. Sebagai seorang perempuan tulen, tentunya satu faktor semacam itu masih bisa menyebabkan jantungku berdebar dan membuatku juga sedikit salah tingkah apabila dia terus menatapku dengan tatapan yang belum pernah kuterima dari lelaki manapun. Terlebih lagi bola matanya jernih. Terlepas dari bagaimana sikapnya, jujur saja penculik ini sudah mencuri perhatianku sejak pertama kali aku menatap.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
I'M
65      22     0     
Romance
"Namanya aja anak semata wayang, pasti gampanglah dapat sesuatu." "Enak banget ya jadi anak satu-satunya, nggak perlu mikirin apa-apa. Tinggal terima beres." "Emang lo bisa? Kan lo biasa manja." "Siapa bilang jadi anak semata wayang selamanya manja?! Nggak, bakal gue buktiin kalau anak semata wayang itu nggak manja!" Adhisti berkeyakinan kuat untuk m...
sHE's brOKen
90      23     0     
Romance
Pertemuan yang tak pernah disangka Tiara, dengan Randi, seorang laki-laki yang ternyata menjadi cinta pertamanya, berakhir pada satu kata yang tak pernah ingin dialaminya kembali. Sebagai perempuan yang baru pertama kali membuka hati, rasa kehilangan dan pengkhianatan yang dialami Tiara benar-benar menyesakkan dada. Bukan hanya itu, Aldi, sahabat laki-laki yang sudah menjadi saksi hidup Tiara yan...
Salendrina
20      12     0     
Horror
Salendrina adalah boneka milik seorang siswa bernama Gisella Areta. Dia selalu membawa Boneka Salendrina kemanapun ia pergi, termasuk ke sekolahnya. Sesuatu terjadi kepada Gisella ketika menginjakan kaki di kelas dua SMA. Perempuan itu mati dengan keadaan tanpa kepala di ruang guru. Amat mengenaskan. Tak ada yang tahu pasti penyebab kematian Gisella. Satu tahu berlalu, rumor kematian Gisella mu...
ADA SU/SW-ARA
45      10     0     
Romance
Ada suara yang terdengar dari lubuknya Ada Swara....
The Black Envelope
18      4     0     
Mystery
Berawal dari kecelakaan sepuluh tahun silam. Menyeret sembilan orang yang saling berkaitan untuk membayarkan apa yang mereka perbuatan. Nyawa, dendam, air mata, pengorbanan dan kekecewaan harus mereka bayar lunas.
Nirhana : A Nirrathmure Princess
113      26     0     
Fantasy
Depresi selama lebih dari dua belas tahun. Hidup dalam kegelapan, dan berlindung di balik bayangan. Ia hanya memiliki satu harapan, yang terus menguatkan dirinya untuk berdiri dan menghadapi semua masalahnya. Ketika cahaya itu datang. Saat ketika pelangi akhirnya muncul setelah hujan dan awan gelap selama hidupnya, hal yang tak terduga muncul di kehidupannya. Fakta bahwa dirinya, bukanlah m...
REASON
59      20     0     
Romance
Gantari Hassya Kasyara, seorang perempuan yang berprofesi sebagai seorang dokter di New York dan tidak pernah memiliki hubungan serius dengan seorang lelaki selama dua puluh lima tahun dia hidup di dunia karena masa lalu yang pernah dialaminya. Hingga pada akhirnya ada seorang lelaki yang mampu membuka sedikit demi sedikit pintu hati Hassya. Lelaki yang ditemuinya sangat khawatir dengan kondi...
Anything For You
19      8     0     
Humor
Pacar boleh cantik! Tapi kalau nyebelin, suka bikin susah, terus seenaknya! Mana betah coba? Tapi, semua ini Gue lakukan demi dia. Demi gadis yang sangat manis. Gue tahu bersamanya sulit dan mengesalkan, tapi akan lebih menderita lagi jika tidak bersamanya. "Edgar!!! Beliin susu." "Susu apa?' "Susu beruang!" "Tapi, kan kamu alergi susu sayang." &...
LELAKI DI UJUNG JOGJAKARTA
38      10     0     
Romance
Novel yang mengisahkan tentang seorang gadis belia bernama Ningsih. Gadis asli Jogja, wajahnya sayu, kulitnya kuning langsat. Hatinya masih perawan belum pernah mengenal cinta sampai saatnya dia jatuh hati pada sosok lelaki yang saat itu sedang training kerja pada salah satu perusahaan besar di Jogjakarta. Kali ini Ningsih merasakan rasa yang tidak biasa, sayang, rindu, kangen, cemburu pada le...
Jendral takut kucing
5      5     0     
Humor
Teman atau gebetan? Kamu pilih yang mana?. Itu hal yang harus aku pilih. Ditambah temenmu suka sama gebetanmu dan curhat ke kamu. Itu berat, lebih berat dari satu ton beras. Tapi itulah jendral, cowok yang selalu memimpin para prajurit untuk mendahulukan cinta mereka.