Mama berdiri sambil membungkukkan badannya begitu melihat kedatangan orang itu. Kakak juga, dia menundukkan kepalanya, aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
"Jadi, benar jika Pangeran Arjuna sudah sadar?" ucap orang itu sambil melepas topeng tembaga yang menutupi wajahnya. Nampak seorang pria botak dengan rambut dan jenggot panjang-yang semuanya berwarna putih keabuan. Bila dilihat sekilas, ia bisa dibilang mirip dengan Profesor Dumbledore, kepala sekolah Hogwarts di film Harry Potter- salah satu film Bumi yang pernah aku tonton bersama temanku.
"Jadi ini, cucu perempuanku Putri Roselia?" seseorang datang bersama pria tua itu, ia langsung memelukku, mengecup dahiku. Ia melepas topeng tembaganya,"Kau memang cantik seperti ibumu, lihat matamu, indah seperti mata Surya, warna biru laut.", dia ternyata perempuan, sudah cukup uzur, terlihat dari kulitnya yang keriput. Wajahnya mirip seperti Mrs. Mc Gonnagal, guru Harry Potter.
"Bagaimana keadaanmu Pangeran Arjuna? Apa tubuhmu terasa sakit?" tanya orang tua itu.
"Saya sudah merasa lebih baik Kakek, mohon jangan khawatirkan saya. Tolong perhatikan kesehatan Anda."
"Kau memang anak yang perhatian, Pangeran Arjuna.", orang tua itu melirik ke arahku,"dia memang cantik seperti kau, Ratu. Bagaimana keadaanmu Putri Roselia?" aku tak menjawab. Masih berusaha kucerna keadaan yang terjadi.
"Mereka siapa Mama?", ucapku spontan. Suasana menjadi hening, kedua orang itu nampak tidak senang. Keadaan menjadi tegang, sampai....
"HAHAHA!!!" orang yang dipanggil Kakak-kakek-itu mulai tertawa,"Nampaknya kita harus memperkenalkan diri, Emily.", CUP!!! Orang tua perempuan yang bersamanya kembali mengecup dahiku, lalu memelukku.
"Dia begitu manis", aku masih ada dipelukan wanita tua itu,"kami ini kakek dan nenekmu, Sayang. Mungkin kau belum pernah bertemu kami ya, kau sudah sebesar ini. Waktu memang cepat berlalu. Tak perlu takut, tak ada yang akan memarahimu di sini, anggap saja sama seperti rumahmu di Free Land. Aku sudah lama ingin bertemu dan memelukmu seperti ini," dia memelukku semakin erat,"oh ya ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu, Sayang," sebuah kotak berlapis beludru biru muda diberikan padaku,"ayo bukalah!", aku melihat ke arah Mama, Mama mengiyakan.
"WOW!!!" ada sebuah topeng emas di dalamnya, topeng itu seluruhnya berwarna kuning dengan ukiran keindahan lautan,"ini untukku?"
"Tentu, Sayang," pria tua itu mengelus-elus kepalaku,"karena ini memang milikmu. Kau adalah seorang putri, kudengar Pangeran Arjuna sudah menceritakan semuanya, mungkin terlihat aneh, rumit dan memusingkan. Tetapi, itulah yang sebenarnya terjadi."
"Aku bahagia, akhirnya kau bisa datang kemari. Ini rumahmu, jangan sungkan dan takut. Tak akan ada yang menyakitimu di sini."
"Terima kasih, Yang Mulia....", ucapku ragu-ragu.
"Panggil saja aku nenek, Sayang!" perempuan tua itu, kembali memelukku erat.
"Dan panggil aku, kakek!" aku dipeluk oleh dua orang-kakek dan nenek yang belum pernah kutemui seumur hidupku-tidak terlalu buruk.
"Suatu keajaiban Pangeran Arjuna bisa sadar kembali. Padahal dokter kerajaan sudah memvonis tidak ada harapan. Tetapi kami tidak putus harapan, suatu saat dia pasti akan sadar kembali. Syukurlah, harapan itu menjadi nyata. Cucuku sadar ketika adiknya datang. "
"Apa kepalamu baik-baik saja, Nak?" tanya pria tua itu padaku.
"Emm...kepala saya sudah tidak sakit lagi, emm...Ka..kek...", aku sedikit ragu saat menjawabnya.
"Kau memang anak yang manis!" ucap Nenek Emily, sambil menarik hidungku. Mungkin dia ingin hidungku lebih mancung, "Sebaiknya kita kembali Sayang, biarkan cucu kita istirahat!"
"Ya, benar mereka butuh istirahat. Sebaiknya kita sudahi kunjungan kita,hehehe."
"Terima kasih sudah mengunjungi kami, Ayah, Ibu Suri.", Mamaku tersenyum, sambil menunduk. Keduanya memakai topeng tembaganya, lalu keluar dari kamar.
"HU!", Mama menghela napas, kedua tangannya mencubit pipiku,"Kau ini membuatku jantungan, untung saja Ayah dan Ibu Suri tak marah saat kau tak mengenali mereka. Bukankah ciri anggota kerajaan diajarkan di pelajaran ketatanegaraan di kurikulum Kerajaan Star Light, bagaimana kau tidak tahu jika topeng tembaga itu untuk raja dan ratu yang sudah turun tahta?" cubitan Mama semakin kencang.
"Mama sakit!" protesku, Mama melepaskan cubitannya,"Aku kan tidak suka pelajaran yang berhubungan dengan kerajaan atau pemerintahan. Aku saja tidak tahu kok kalo raja dan ratu memiliki anak, nama kakak dan namaku saja tak pernah terpikir. Aku selalu tidur saat pelajaran itu Mama. Hehehe."
"Ya ampun, Lia!" Mama memukulkan telapak tangan kanan ke wajahnya, ia geleng-geleng kepala."kau memang lebih cocok dibesarkan di Free Land daripada di istana."
"Iya, Mama. Aku memang lebih suka pelajaran yang ada kaitannya dengan penelitian. Aku tidak suka tentang kerajaan, politik atau apalah itu. Aku besok ingin jadi peneliti atau dokter seperti Mama. Oh ya Mama, bagaimana perkembangan kasus yang membuatku jadi begini? Itu kecelakaan, sabotase atau apa Ma? Kenapa di kamar ini tak ada TV? Aku jadi tidak tahu apa-apa."
"Dengar, Sayang! Sekarang pikirkan dulu kesehatanmu. Memang aku sengaja menempatkanmu di kamar yang tidak ada TV atau alat komunikasi agar kamu bisa fokus menyembuhkan diri."
"Tapi Ma...", aku mencoba protes.
"Ssssttt! Jangan protes, sekarang istirahatlah ya Mama pergi dulu. Ada keperluan." CUP!! CUP!! Mana mencium kepalaku juga kepala Kakak."
"Apa yang kau lakukan, Dik?!", Kakakku terlihat khawatir. Aku bangun dari tempat tidur, lalu berdiri ya aku ingin berjalan sudah lama aku terbaring di tempat tidur. Kakiku sudah tak sakit kok.
"Belajar jalan,Kak," aku mencoba berdiri tanpa bantuan tongkat penyangga, kegerakkan kaki kiriku. Selangkah demi selangkah,"lihat kan aku sudah tidak apa-apa, Mama terlalu khawatir."
"Kakak!" aku mendekati Kakakku yang terduduk di kursi roda itu, aku berjongkok di sampingnya,"Apa aku boleh meminta sesuatu darimu?", aku menatap matanya. Dia tersenyum.
"Jika saya bisa, akan saya lakukan, Dik. Memangnya apa yang ingin kamu minta?"
"Jangan bicara formal padaku Kak, aku tidak suka. Rasanya seperti ada jarak diantara kita. Bisakah kau melakukannya? Aku bisa gila jika kau terus berbicara formal padaku, bahkan ketika kita berdua seperti ini."
"Emm....", dia terlihat berpikir,"akan kucoba, tapi hanya jika kita berdua saja ya, atau jika kita bersama Ayahanda dan Ibunda saja ya."
"Ya, tidak apa-apa. Yang penting jangan bicara formal ketika di hadapanku Kak, aku bisa gila karena itu."
"Kau harus membiasakannya, Dik. Setidaknya jika di hadapan Kakek, Nenek serta pejabat istana lainnya."
"Kak, apa di istana ini tidak ada pelayan? Dari kemarin aku hanya melihat Mama, Mama dan Mama."
"Ada kok, ada banyak. Ada manusia, mesin serta robot sebagai pelayan. Tetapi karena ini ring I, jadi hanya Ibunda, Ayahanda, kita dan Kakek serta Nenek juga The King's/ Queen's Guard saja yang bisa mengaksesnya."
"Tapi mengapa aku belum pernah melihat orang kepercayaan Mama? Lalu kita harus memakai topeng juga di dalam istana?"
"Ya, Ibunda kan dokter, dari kecil jika saya, emm..maksudku jika aku sakit memang yang merawat Ibunda sendiri bukan orang lain. Maafkan Kakak ya jika 2 tahun ini jika kau sakit Ibunda mungkin tidak menjengukmu, beliau sibuk merawatku."
"Sudahlah Kak, jangan minta maaf terus. Lalu bagaimana soal topeng Kak? Dimana saja kita harus memakainya?"
"Ya, kita memakainya saat keluar dari ring I, saat keluar dari kompleks kediaman raja dan ratu, saat di tempat publik serta saat bertemu tamu negara."
"Mengapa kita harus memakai topeng Kak?"
"Ya itu sudah kewajiban Dik, agar kita aman. Yang boleh melihat wajah kita hanya keluarga kerajaan, kepala pengawal serta orang kepercayaan raja dan ratu."
"Wah!" aku membayangkan kehidupan yang sudah dilalui Kakak,"apa Kakak tidak stres seperti ini terus? Kakak bersekolah di sekolah umum seperti aku? Punya teman tidak? "
"Tidak, saya sudah terbiasa Dik. Aku tidak sekolah umum, aku homeschooling, aku diajar oleh guru khusus serta Kakek. Tidak, aku tidak punya teman sekolah, temanku hanya anak pejabat istana serta anak guruku. Putra mahkota tidak boleh punya teman akrab, agar terbiasa mengambil keputusan sendiri."
"Wow! Sehari di sini bisa membuatku gila jika seperti itu. Rasanya aku lebih suka jadi Roselia Hope daripada Putri Roselia Goldenlight."
"Ya, memang berat tetapi itulah takdirku sebagai anak tertua, apalagi anak laki-laki. Oh ya bagaimana keadaan Kakek dan Nenek? Terakhir kali aku video call 2 tahun yang lalu beliau kurang sehat."
"Kakak berkomunikasi dengan kakek dan nenek di Free Land? Ya keduanya sehat, 2 tahun lalu Kakek memang sakit tetapi hanya sakit flu dan rematik. Tidak parah kok, hehehe."
"Tentu saja, saya kan masih cucu mereka."
"Apa Kakak pernah ke Free Land? Jika tidak menemui kami?"
"Jika Ayahanda dan Ibunda mengunjungimu saya juga ikut kok. Tetapi tak pernah bertemu langsung denganmu, saya hanya mengamatimu dari jauh. Saya emmm maksudku aku juga bertemu Kakek dan Nenek serta Tante Jasmin dan suaminya, tetapi tanpa sepengetahuanmu dan saudari sepupu kita, Miranda."
"Kak, apa Kakak pernah punya pacar? Perempuan seperti apa yang Kakak idamkan?", aku menggodanya. Kakakku terdiam, mukanya merah seperti kepiting rebus, imut sekali.
"Mengapa kau bertanya hal itu...ak..aku be...lum...per...nah...pa..ca...ran..", ia terbata-bata. Aku mencubit kedua pipinya dengan kedua tanganku.
"Kau imut sekali Kak, jika malu-malu kucing seperti ini."
"Hentikan Dik! Kau membuatku kesakitan, kau sendiri bagaimana? Kau dulu bilang jika kau ke sini untuk menghadiri pelantikan kekasihmu kan? Apa dia baik-baik saja?", air mataku langsung menetes,"ada apa? Kenapa kau menangis?" aku memeluk Kakak.
"Aku tidak tahu Kak!" tangisku pecah,"yang kuingat dia tertembak peluru, salah satu tangannya terpotong pedang laser, aku tak tahu dimana dia, bagaimana keadaannya."
"Tenanglah Dik", Kakak mengelus rambutku,"berdoalah kepada Yang Mahakuasa, berpasrahlah pada-Nya. Tetap yakinlah bahwa keajaiban itu ada."
"Oh ya Kak...", aku terus bertukar cerita dengan Kakak, rasanya cukup menyenangkan.
***
"Yang Mulia Ratu, ini hamba Dallena. Apakah hamba boleh masuk?", seseorang mengetuk pintu kamar, aku yang sedang tertidur pulas di pangkuan Mama jadi terbangun.
"Masuklah, pintunya tidak dikunci",GREKK!!! Seseorang wanita dengan pakaian militer berwarna hijau masuk ke dalam kamar. Dia membawa sebuah koper berwarna silver yang ukurannya cukup besar. Mama terlihat berbincang-bincang dengannya.
"Nah Lia, Perkenalkan beliau bernama Mrs. Dallena Choi, beliau adalah seorang Queen's Guard, dari masa ketika Ibu Suri Emily bertakhta sebagai ratu."
"Senang bertemu dengan Anda, Mrs. Dallena."
"Suatu kehormatan bisa bertemu dengan Anda, Putri Roselia. Saya selalu siap melindungi dan melayani Anda. Yang Mulia Ratu, jika tidak ada yang diperlukan lagi saya memohon ijin untuk undur diri.", ia menunduk, lalu berlalu pergi.
"Nah kebetulan kau sudah bangun, Sayang!" Mama mengecup dahiku,"Sekarang mandilah, kau ingin tahukan bagaimana perkembangan kasus yang menimpamu?"
"Tentu saja Ma, tentu saja", aku langsung bersemangat,"aku...."
"Sudah jangan banyak bicara, sekarang mandilah!" aku bergegas ke kamar mandi. Apa yang ingin Mama lakukan? Mengapa ia menyuruhku mandi lagi? Padahal aku sudah mandi pagi tadi. Selesai melakukan perintahnya, aku bergegas menghampirinya. Di sekitarnya sudah ada banyak alat make up, ada juga satu setelah blazzer lengkap dengan bawahannya berwarna serba hitam.
"Nah! Sekarang duduklah!" aku duduk di sebuah kursi berwarna biru yang memiliki roda sehingga bisa berputar.
"Apa yang akan Mama lakukan?", Mama mulai mengeringkan rambutku dengan super hairdryer, dalam satu detik rambutku kering. Ia lalu memegang alat seperti shower, diisinya alat itu dengan semacam serbuk berwarna coklat tua. Alat itu menyala, lalu di letakkan di atas rambutku. Seketika air yang mirip pancuran dari shower menetes ke rambutku. Dalam sekejap rambutku yang berwarna kuning keemasan berubah warna seluruhnya menjadi coklat tua,"Ma, apa yang..."
"Diamlah Lia! Turuti saja apa yang aku lakukan.", Mama lalu mencatok rambutku agar bergelombang. Wajahku disemprot dengan semacam spray, rasanya dingin. Sebuah lapisan lentur sewarna dengan kulitku dikeluarkan dari kotak perak itu. Mama lalu menempelkannya ke wajahku. Kedua mataku dipasangi softlens entah apa warnanya. Tak lupa Mama meriasku lalu menata rambutku,"Nah, akhirnya selesai juga!" Mama mengambil cermin,"Lihatlah Lia!"
"HAH!!!" teriakku, aku sampai tak mengenali wajahku sendiri, rambutku menjadi kuning kecoklatan seperti ras rambut api keturunan campuran, mataku berwarna coklat kayu manis, hidungku yang pesek dibuat mancung,"Ma, apa yang...."
"Ssstttt!!!! Jangan banyak tanya, gantilah pakaianmu dengan blazzer hitam itu.", aku menuruti perintah Mama, apa yang akan dilakukan Mama melalui penampilanku yang seperti ini? Selesai ganti baju di kamar mandi, aku keluar. Kulihat Mama sudah memakai topeng emasnya.
"Ayo ikut Mama! Jangan bangunkan kakakmu, biarkan dia tertidur.", aku mengikuti Mama,"ingat setelah kau keluar dari area ring I, jangan panggil aku Mama. Kau akan ikut dengan Papamu sebagai asisten pribadinya hari ini. Namamu adalah Merisa Sky. Jangan pernah melepas bando dan Watch-i-mu, demi keamananmu. Data diri Merisa Sky, sudah ada di Watch-i-mu. Kau mengerti?", Mama berjalan begitu cepat, aku tergopoh-gopoh mengikutinya.
"I...iya Ma...", aku terus berjalan sambil mengutak-atik Watch-i baruku.
"Jangan memainkan Watch-i sambil berjalan, perhatikan tingkah lakumu. Bertingkahlah dewasa, jangan sampai orang lain curiga dengan penyamaranmu.", Penyamaran? Apa maksud Mama? Mama memasangkan semacam tanda pengenal di blazzer-ku. Aku terus mengikuti Mama, TING!!! Terdengar suara pintu lift terbuka. "Kita sampai di ring II, anti gravitasi sudah diaktifkan. Mulai sekarang panggil aku Yang Mulia Ratu, ya.", aku bingung, bercampur takut. Tapi aku hanya mengangguk-angguk, tak tahu apa yang harus kutanyakan.
Aku melihat sekeliling, "WOW!!!" baru pertama kali aku memasuki istana ring II. Nampak semua orang melayang. Para pelayan istana berpakaian seperti pegawai kantoran. Semuanya memakai kemeja atau blazzer berwarna kuning dengan rok atau celana panjang berwarna hitam. Semua sibuk melakukan pekerjaannya, ada yang membersihkan jendela istana, mengangkut dokumen entah dokumen apa, mengganti karpet istana, dan sebagainya. Seperti kata Kakak, pegawai istana tidak hanya manusia, ada juga robot yang membantu mereka. Dari pengamatanku, para pelayan itu hanya sebagai supervisor. Pekerjaan kasar sepenuhnya dilakukan oleh robot humanoid yang sebagian besar berwarna perak, dengan tuxedo berwarna kuning keemasan. "Selamat pagi Yang Mulia Ratu!" semua menghentikan pekerjaannya ketika Mama lewat.Mereka semua menundukkan kepalanya.
"Selamat pagi, selamat bekerja. Jangan lupa istirahat.", Mama menyapa balik dengan ramah. Aku dan Mama sampai di sebuah pintu besi yang cukup lebar. Di kiri kanannya, ada Royal's Guard ring I dengan seragam berwarna biru dongker, lengkap dengan senjata laras panjang dan segala atribut senjata lainnya. Mereka semua tidak memakai topeng. Ada juga robot penjaga berwarna hitam dengan gigi taring yang menakutkan serta wajah berupa layar berwarna merah."Tolong beritahukan kedatanganku kepada Yang Mulia Raja.", salah satu penjaga masuk ke dalam. Tak lama kemudian, beberapa pejabat istana jeluar dari dalam ruangan.
"Silahkan, Yang Mulia Ratu." pintu terbuka, Mama melangkah masuk ke dalam.
"Mohon maaf Yang Mulia Ratu, untuk orang ini...", penjaga itu menatapku tajam, "dia..."
"Dia ikut bersamaku, Anda boleh memeriksanya.", ada penjaga wanita yang datang, dia memeriksaku secara manual maupun dengan alat sensor. Penjaga itu menggangguk.
"Anda boleh masuk, Nona!" ucap penjaga wanita itu padaku. Aku masuk ke dalam ruangan itu, ruangannya cukup besar. Ada semacam meja kayu coklat dan beberapa sofa berwarna merah bata, yang nampaknya untuk rapat kecil. Di salah satu sudut ada beragam perangkat komputer keluaran terbaru. Di salah satu sisi lainnya ada semacam lemari kaca dengan isi penuh dokumen cetak dan buku. Ruangan itu bernuansa kuning gading, dinding hingga plafonnya berwarna senada. sederhana tapi tetap elegan. Jadi ini ya ruang kerja Papa sebagai raja.
"Dasar Mama dan Papa!" aku menggeleng-geleng kepala. Keduanya sibuk berpelukan, Mama dengan manja duduk di pangkuan Papa yang baru duduk di kursi pada meja kerjanya. Papa masih memakai topeng peraknya, dia memakai seragam militer berwarna hijau lengkap dengan segala atributnya. Aku tak tahu harus berkata apa, mereka tak berubah. Dulu ketika mengunjungiku di Free Land pun mereka sibuk berdua. Wajah keduanya saling berdekatan, dekat sekali.
"Kau tak mengunjungiku tadi malam! Apa yang kau lakukan? Aku juga butuh perhatian!" Papa memeluk Mama semakin erat.
"Aku sibuk merawat anak-anak. Kau sendiri kan yang bilang untuk memprioritaskan mereka?" Mama mencium pipi Papa. Papa mengarahkan bibirnya mendekat ke wajah Mama."Jangan sekarang! Aku ke sini bukan untuk itu..."
"Mengapa kau tak bilang jika bersama seseorang?!" Papa melepaskan pelukannya, ia menatapku dengan curiga. Matanya sama dengan mataku berwarna biru laut. Meski tertutup topeng perak, aku bisa merasakan aura kharismanya sebagai seorang raja dan itu membuatku takut.
"Jangan galak-galak padanya, kau menakuti putri kita," Mama mencium pipi Papa lagi,"kau ingatkan apa yang pernah kita bicarakan? Aku melakukannya sekarang, dia sudah sembuh, sudah bisa berjalan dan menggerakkan tangan."
"Kau mendandaninya sampai tak bisa mengenalinya sejenak.", Papa menatap Mama.
"Ya, tujuannya kan agar wajah aslinya tertutup. Jaga dia baik-baik, jangan sampai pejabat atau pegawai istana usil padanya. Jika ada yang bertanya jawab saja, dia asistenmu hari ini.", CUP!!! Akhirnya itu terjadi, Mama mencium bibir Mama,"Aku harus pergi Juna sendirian di kamar, jangan sampai dia bingung ketika bangun nanti!" Mama berlalu pergi.
"Jadi hari ini kau yang menjadi asistenku, Nona Merisa Sky?", Papa memperhatikan tanda pengenalku.
"Emm...benar...Yang Mulia Papa! Ups!" aku menutup mulutku dengan tanganku,"maksudku Yang Mulia Raja."
"Yang Mulia Raja!", seseorang masuk, orang itu sepertinya tak asing. Dia seorang pria berbadan tegap, warna rambutnya kuning kecoklatan. Warna matanya kuning limun, kulitnya putih. Dia menatapku sejenak.
"Dia asisten pribadiku, Boma. Ratu sedang sibuk mengurus putra-putriku, jadi Ratu mengutus seseorang untuk membantuku.", Boma?! Oh iya, dia kan King's Guard yang sering muncul di TV itu. Meski sudah cukup tua, tapi beliau masih berkharisma.
"Yang Mulia, seperti peritah Anda. Ini waktunya untuk bertemu Kepala Polisi dan Panglima Militer Kerajaan Star Light. Hari ini hasil investigasi kejadian berdarah itu akan dibahas.", kejadian berdarah? Jadi Mama membuatku seperti ini untuk alasan ini?
"Aku akan bersiap Boma, tunggulah di bawah!"
"Baik, Yang Mulia Raja, hamba mohon ijin undur diri.", Mr. Boma meninggalkan aku dan Papa. Papa mendekatiku, ia membawa sebuah tas jinjing.
"Dengar Sayang!" Papa menunduk, ya aku memang pendek, entah mewarisi gen pendek dari siapa,"Hari ini kau akan menemani Papamu bertugas sebagai raja. Tidak ada yang tahu bahwa kau seorang putri, hari ini kau adalah Merisa Sky, asisten utusan Ratu. Mamamu ingin kau melihat bagaimana kehidupan istana secara langsung makanya dia melakukan ini. Kau mengerti kan apa yang harus kau lakukan? Di tas ini ada alat tulis manual, buku notulen dan alat komunikasi beraktinglah sebagai asistenku dengan ini ya.", CUP!! Papa mencium dahiku,"Ayo kita pergi!". Aku mengikuti Papa, sebelum pergi, beliau memakai topi bundar berwarna hijau dengan pad di depan. Ada lambang kerajaan di atas topi itu. Tak lupa beliau memakai sarung tangan berwarna putih. Sama seperti ketika Mama lewat, ketika Papa lewat, semua orang dan robot menunduk sambil mengucapkan, "Selamat pagi Yang Mulia Raja!". Papa tidak menjawabnya, ia hanya tersenyum. Aku sudah sabar segera ingin tahu apa penyebab peristiwa berdarah itu, siapa tahu aku bisa menemukan dimana Revan berada. Aku tercengang, Papa tidak keluar dari kompleks istana untuk pergi ke tempat pertemuan, tetapi menuju sebuah ruangan di bawah tanah.
"Yang Mulia, kendaraan sudah siap!" ucap Mr. Boma membukakan pintu kendaraan. Kendaraan itu seperti mobil limousin-yang pernah ada di Bumi, tetapi tidak beroda. Kendaraan berwarna dominan putih itu melayang, sepertinya dirancang anti gravitasi. Aku hanya berdiri, aku tak tahu harus ikut masuk atau duduk dimana,"apa yang kau tunggu, masuklah ke dalam bersama Yang Mulia Raja, Nona. Asisten Yang Mulia Raja harus selalu berada di sampingnya.", aku pun masuk ke dalam, di dalam kendaraan itu susunan kursinya persis seperti mobil limousin. Ada semacam sekat yang membatasi ruangan duduk Raja dan supir. Aku duduk di samping Papa, ternyata Mr. Boma juga ikut diduk di tempat yang sama.
"Yang Mulia, ini hasil investigasi sampai saat ini!" Mr. Boma menyerahkan semacam chip kecil, Papaku membaca dokumen itu dengan Watch-i-nya.
"Begitu ya!" ucap Papa. Padahal dari pengamatanku dokumen digital itu berlembar-lembar tapi Papa nampaknya langsung paham apa isinya,"Aku akan lebih mempercayai jika melihat bukti dengan mataku sendiri.",
"Kita sudah sampai Yang Mulia.", pintu kendaraan terbuka, nampaknya ini juga di bawah ruang bawah tanah.
"Yang Mulia Raja, suatu kehormatan Anda bisa berkunjung ke tempat kami!" nampak seorang dengan seragam coklat muda menyalami Papa. Dari lencana yang dipakainya, nampaknya ia seorang jenderal polisi. Di samping jenderal polisi itu ada panglima militer,seragamnya berwarna putih.
"Sebaiknya kita langsung membahas masalah itu!" Papa tanpa basa-basi langsung memerintah.
"Yamg Mulia, sebelum masuk le dalam mohon untuk memakai pakaian lab ini", Jenderal Polisi itu menyerahkan jas lab warna putih lengkap dengan google glass, sarung tangan, sepatu bot, serta masker dan pelindung rambut. Aku, Papa dan Mr. Boma memakainya. Kami masuk ke dalam ruangan yang dingin. Aku hampir menjerit, ruangan ini dipenuhi dengan tubuh manusia. Aku tak tahu berapa jumlahnya, Mereka semua dibaringkan di ranjang besi, sebagian besar tertutup kain berwarna putih. Lab ini lebih mirip kamar mayat daripada laboratorium. Beberapa orang berpakaian lab lengkap lalu lalang memeriksa beberapa tubuh manusia itu. Aku bergidik ngeri, mayat-mayat itu kondisinya mengerikan. Dari beberapa mayat yang tersingkap kain penutupnya, aku dapat melihat kondisinya. Ada yang wajahnya terbakar, ada yang tak memiliki lengan, ada yang tanpa kaki, ada yang dadanya penuh luka tembak, ada juga yang penuh goresan dalam akibat pedang laser.
"Kami masih berusaha mengidentifikasi setiap jenazah agar bagian tubuhnya tidak tertukar satu sama lain," Jenderal Polisi itu berbincang dengan Papa,"kami juga sudah mencoba membuat daftar korban selamat dan tidak selamat berdasarkan identifikasi sementara.", daftar korban? Revan! Pikiranku langsung tertuju padanya. Aku ingin berbicara pada Papa untuk melihat daftar itu, tapi aku teringat pada posisiku saat ini.
"Jadi, bagaimana hasil investigasinya? Apa yang menyebabkan pasukan pengaman menjadi menyerang pasukan yang baru saja dilantik? Apa ini sabotase dari kelompok separatis pemberontak atau mungkin ulah Kerajaan Integra?"
"Yang Mulia, untuk membahasnya mari kita naik ke ruang pertemuan!" ajak Panglima Militer. Aku hendak mengikuti rombongan Papa.
"Hey Nona!" seseorang menepuk pundakku, orang itu merupakan salah satu dari orang yang memeriksa mayat tadi.
"Iya, ada yang bisa saya bantu?" aku berusaha menjawab senatural mungkin.
"Ini daftar identifikasi korban sampai saat ini," orang ini menyerahkan sebuah kotak bening berisi chip kecil,"tolong kau bawa lalu serahkan pada Yang Mulia Raja ya!" kotak itu telah ada di tanganku. Waktu rasanya berhenti, ingin segera kubuka kotak itu. Revan! Bagaimana keadaanmu?
"Nona!" lamunanku buyar,"apa yang kau tunggu! The King's Guard sudah menunggumu di atas. "
"Oh iya!" aku segera menyimpan kotak itu ke dalam tas jinjing. Untung aku tidak tertinggal, Papa masih mengobrol di depan pintu keluar lab. Nampak ada Walikota Heart of Star, yang pernah aku lihat pada stiker bagian belakang Spin Taxy. Walikota memakai setelan tuxedo berwarna abu-abu.
"Yang Mulia, mohon untuk melepas pakaian lab Anda!" seorang polisi wanita membawa baki mendekati Papa. Papa dengan cekatan melepas perlengkapan labnya. Beberapa polisi wanita lain juga membawakan baki untuk kami.
"Mari Yang Mulia!" Panglima Militer itu mempersilahkan Papa untuk masuk ke sebuah ruangan. Pintu ruangan itu dijaga oleh beberapa Royal's Guard ring II, nampak dari seragam mereka yang berwarna merah. Di dalam ruangan itu ada sebuah meja berbentuk bundar dengan sepuluh kursi mengelilinginya . Meja dan kursi itu dari logam berwarna perak. Ada kain beludru berwarna merah menutupi bagian sandaran dan alas duduk pada kursi itu. Di dalam ruangan itu juga ada Royal's Guard ring II, polisi serta beberapa tentara yang siap siaga mengelilingi meja dan kursi itu. Papa, Jenderal Polisi, Panglima Militer, serta Mr. Boma duduk di kursi itu. Aku hanya berdiri di samping Papa.
"Silahkan mulai laporannya!" Papa mengawali pembicaraan. Oh iya, aku segera membuka tas jinjing itu. Aku mengekuarkan sebuah kotak berwarna perak ada lambang kerajaan di pinggirannya. Kotak itu seukuran dan setipis kartu pos, alat ini bernama AdCam-X, sebuah alat yang biasa dipakai untuk membuat notulen. Seorang asisten seperti aku tinggal mengarahkannya pada pembicara dan secara otomatis rekaman serta notulen dalam bentuk digital sudah terbuat. Untung dulu aku pernah berperan sebagai asisten Tante Jasmin, saat rapat di perusahaan Kakek , jadi aku bisa langsung memakainya.
"Berdasarkan hasil penyelidikan gabungan dari unsur polisi, militer dan pasukan Royal's Guard. Dapat disimpulkan bahwa tragedi berdarah tersebut bukan disebabkan oleh sifat alami manusia berupa pemberontakan atau kudeta kekuasaan. Tetapi disebabkan akibat efek dari senjata rahasia kita, The Parama....", Panglima Militer itu mempresentasikan hasil penyelidikan melalui layar hologram raksasa di tengah meja bundar.
"Apa akibat The Parama?!" Papa terkejut,"Bagaimana itu bisa terjadi, Panglima? Bukankah senjata itu masih pada tahap uji coba? Bagaimana senjata itu bisa menyebabkan pasukan kita saling membunuh satu sama lain?"
"Yang Mulia, seperti yang kita ketahui The Parama atau Paranoia Maker (Pembuat Penyakit Ketakutan) merupakan senjata berbentuk gas yang memanfaatkan gas halusinogen. Saat pesta kembang api tengah dilakukan, saat itu pula kendaaraan yang mengangkut The Parama mengalami kecelakaan.", gambar kendaraan oleng akibat kecelakaan diperlihatkan,"kami tak bisa menginterogasi supir pengawas kendaraan ini Yang Mulia, karena dia tewas di tempat."
"Tapi bukankah The Parama berada di dalam tabung yang kuat, Panglima. Bagaimana bisa menyebabkan tragedi itu?"
"Yang Mulia, ternyata akibat proses guncangan pada kendaraan pengangkutnya, sifat The Parama menjadi lebih kuat. Kecelakaan itu menimbulkan panas sehingga menyebabkan tabung The Parama mengembun. Ketika diangkat oleh para pasukan penjaga pelantikan yang membantu evakuasi, embun tersebut partikelnya terbawa oleh oksigen. Kami sudah mewawancarai dan meneliti para korban selamat dan para pelaku yang selamat. Semua pelaku mengalami halusinogen yang menyebabkan mereka melihat orang yang berpakaian militer sebagai musuh yang harus dibunuh."
"Dari korban yang selamat, beberapa diantaranya pasukan penjaga pelantikan, dari pengakuan mereka. Mereka melawan teman-temannya, Yang Mulia. Kami sudah memeriksa sampel pasukan penjaga yang gugur dalam kejadian tersebut, beberapa diantara sampel darahnya positif mengandung zat The Parama dalam jumlah kecil, beberapa diantaranya tidak.", sambung The King's Guard, Mr. Boma.
"Jadi maksudmu ini murni kecelakaan akibat human error begitu? Tidak ada unsur sabotase dari musuh?" Papaku terlihat kritis.
"Benar, Yang Mulia. Kendaraan pengangkut bisa mengalami kecelakaan akibat diubah ke mode manual oleh supir. Supir kendaraan tersebut mengantuk sehingga terjadilah kecelakaan, hal ini bisa diketahui dari data pada orange box, kendaraan tersebut Yang Mulia.", Jenderal Polisi itu menunjukkan data dari orange box-semacam black box pada pesawat yang dulu pernah ada di Bumi. Murni kecelakaan ya? Jadi lambang musuh yang aku lihat waktu itu hanya efek halusinogen dari The Parama?
"Apa kalian sudah mengeceknya ulang? Apa kalian sudah memastikan tidak ada sabotase musuh yang menyusup masuk pada pasukan?" Papa menatap tajam.
"Kami telah memeriksanya berulangkali Yang Mulia, hasilnya nihil. Tragedi berdarah itu murni kecelakaan di luar kendali kita."
"Hamba bersalah Yang Mulia", ucap Panglima Militer itu tiba-tiba, ia berdiri lalu menunduk.
"Apa maksudmu Panglima?" Mr. Boma segera berdiri di samping Papa.
"Hamba bersalah sudah memberikan ijin untuk mengangkut The Parama, senjata yang masih diuji coba untuk diuji coba akhir, langsung pada musuh kita Integra. Seharusnya senjata itu diuji coba akhir di Free Land saja. Akibat keteledoran hamba, banyak nyawa tak berdosa gugur, Yang Mulia", Panglima Militer itu menangis,"hamba pantas dicopot, Yang Mulia, hamba pantas mendapat hukuman mati.", suasana hening, semuanya tertunduk.
"Jangan salahkan dirimu, Panglima!" Papa mencairkan suasana,"Ini sudah takdir dari Sang Pencipta, kita hanya manusia biasa. Kita mungkin sudah berusaha semaksimal mungkin mencegah terjadinya kecelakaan, tetapi jika Sang Pencipta berkehendak lain, kita hanya bisa berusaha pasrah dan tabah."
"Apa yang harus kita katakan pada rakyat? Jika kita jujur, senjata rahasia yang baru kita kembangkan untuk melawan Integra bisa bocor, tapi jika kita jujur akan jadi kebohongan publik, Yang Mulia?", Walikota Heart of Star terlihat khawatir.
"Aku akan berdiskusi dengan mantan Raja Bima sebelum mengambil keputusan. Bagaimana pun senjata ini dikembangkan di masa pemeritahan beliau, jadi akan lebih baik jika aku meminta pendapat beliau," Papaku berdiri.
"Saya setuju, Yang Mulia.", ucap Jenderal Polisi itu.
"Saya juga setuju.", ucap Panglima Militer.
"Saya juga sependapat dengan Jenderal dan Panglima, Yang Mulia", ucap Walikota Heart of Star.
"Bagaimana denganmu, Mr. Boma? Sebagai perwakilan dari Royal's Guard?" Papa menatap Mr. Boma.
"Jika Yang Mulia Bima ikut dilibatkan, saya juga sependapat Yang Mulia."
"Baiklah, sebaiknya kita sudahi pertemuan kali ini.", Papa diikuti Mr. Boma meninggalkan ruangan, aku sedikit tertinggal.
***
"Apa yang kau lakukan Dik?", aku langsung berpura-pura tidur, sambil menutup mata. Gawat, jika sampai ketahuan kakak bisa gawat! Aku takkan sempat membacanya,"jangan berpura-pura tidur,aku tahu kau belum tidur.", Kakak menarik selimutku.
"Apa yang kau lakukan, Juna?" Mama datang membawa air minum untuk stok di kamar.
"Ibunda, Adik belum tidur. Saya melihatnya terus bermain Watch-i. Itukan mencuriga...."
"Juna, jangan curiga seperti itu pada Adikmu. Memangnya apa yang bisa dia lakukan? Jika mau me-hacker atau mencuri data, data apa yang mau dicurinya? Paling dia cuma mencoba fitur di Watch-i barunya", Mama tidur di tempat tidur antara tempat tidur single bed milikku juga Kak Juna. Yah, sejak Kakak sadar, aku tidur bertiga dengan Mama dan Kakak. Masing-masing satu tempat tidur tetapi diletakkan berdekatan,"nah sekarang sebaiknya kita tidur...", NGEKKK!!!Pintu tiba-tiba saja terbuka. Aku bisa merasakan langkah kaki seseorang yang nampak lelah. BRUK!!! Ini hanya perasaanku, atau aku memang semakin terdesak dan hendak jatuh dari tempat tidur. Aku membuka mataku lalu...
"Surya, kau bisa menimpa Juna!" terdengar suara Mama, pantas saja aku merasa akan jatuh dari tempat tidur. Ada Papa yang sudah tidur sambil memeluk badan Mama. Papa masih memakai seragam militer hijau yang dipakainya tadi pagi, dari topi, topeng perak sampai sepatu semuanya masih melekat di badan. Tetapi, aku heran ia bisa langsung tertidur pulas sambil memeluk Mama.
"Kakimu sakit ya Juna? Tertimpa badan Ayahanda?" terlihat Kakak yang terbangun sama sepertiku, ia hanya menggeleng sambil mengucek matanya,"Yah seperti inilah jika Papa kalian sedang stres dan kelelahan, dimana pun Mama berada pasti dicari untuk dijadikan guling pengantar tidur," Mama melepas topeng perak,topi, dasi dan atribut militer di seragam Papa,,"Juna, tolong letakkan di meja sebelahmu, Lia. Tolong lepas sepatu Papa ya!" aku hanya mengikuti perintah Mama,"Ya, sepertinya kita akan tidur berempat malam ini. Sudah kalian kembalilah tidur," Mama menyelimuti badan Papa, tangan kanan Mama membenahi selimutku,"sudah tidurlah ya! Malam ini Mama tidak bisa memelukmu. Kau bisa memeluk tangan Mama." , aku langsung memeluk tangan Mama, agak menyebalkan juga, biasanya tidurku bisa lebih nyenyak jika dipeluk Mama. Aku bisa melihat dari balik badan Mama yang membelakangiku, Papa tidur nyenyak seperti bayi. Apakah jadi raja seberat itu? Aku tetap tak bisa tidur, memeluk tangan Mama tak bisa membuatku tidur nyenyak. Aku bangun, kulihat di samping kiriku, paling pojok ada Kakak yang tidur terlentang, di sebelahnya ada Papa yang tidur sambil memeluk Mama, ya lalu Mama yang tidur membelakangiku sedikit miring, agar tangan kanannya bisa kupeluk. Ini pertama kalinya aku bisa tidur dengan keluargaku secara lengkap. Aku memastikan bahwa semuanya sudah terlelap tidur. Kubuka Watch-i-ku lalu kucari data yang kukopi dari chip berisi data korban tragedi berdarah itu. Semoga Papa tidak terbangun tiba-tiba, aku belum meminta ijinnya tadi. Aku membacanya dengan seksama, hanya satu nama yang kucari. Lembar demi lembar file digital kulihat, hingga akhirnya....Aku berusaha menahan emosiku, agar tak membuat yang lain bangun. Mungkinkah itu? Aku membaca data dan nama itu berulang kali, meyakinkan bahwa aku tidak bermimpi. Ternyata dia.....
penyajian bahasanya oke, seperti dibawa larut dalam alurnya. udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu
Comment on chapter Part 1. Menuju Pusat Kerajaan