SE-KUTU
Sekutu adalah nama pasukan gabungan dari Amerika, Inggris, dan Perancis yang dulu pernah datang kembali ke Indonesia untuk menjajah setelah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan. Terlepas dari segala bentuk penjajahan yang harus dihapuskan dari muka bumi, tahu gak kenapa pasukan besar itu justru menyebut dirinya sebagai SEKUTU?
Menurut beberapa kutu yang pernah menjadi penyaksi dari jaman itu, nama Sekutu diambil karena mereka ingin agar keberadaan pasukan besar itu dianggap kecil para musuhnya. Dengan begitu mereka bisa mengecoh setiap negara yang hendak dijajah. Namun tidak demikian dengan Indonesia. Karena sudah kenyang digerogoti kutu pada masa pendudukan Jepang, bangsa Indonesia jadi teramat peka dengan segala hal yang berbau kutu. Termasuk kedatangn tentara Sekutu yang berlagak ingin melucuti senjata Jepang yang sudah keok dalam perang Asia Timur Raya.
Begitu lamanya bangsa ini dijamah oleh kutu-kutu penjajah, membuat orang-orang Indonesia kebal terhadap serangan bermacam kutu yang coba menghisap darah pribumi. Imun kebal kutu itu akhirnya berkembang turun temutun hingga saat ini. Makanya ketika muncul orang-orang bertopeng yang ingin mencari sekutu guna mengabadikan kursi jabatan yang didudukinya, rakyat kelas bawah sudah memiliki tameng untuk menangkis kutu-kutu yang tak bersahabat itu.
Orang kecil yang terpaksa tinggal di pinggir-pinggir kali sudah paham segala bentuk permainan kutu yang suka mengobral janji tanpa kepastian. Kutu di republic ini sudah merebak ke segenap lini kehidupan. Segala sektor dan sendi perekonomian yang dianggap basah dan menghasilkan pundi-pundi uang, digerogoti dari dalam sehingga rakyat yang kehidupannya sudah dipenuhi hama kutu tak kebagian yang namanya kesejahteraan.
Demikian pula dengan uang negara yang selama ini kerap raib ke kantong para pejabat yang telah bersekutu dengan raja kutu. Dengan menjelma sebagai tikus-tikus berdasi, para pelaku birokrasi merampok uang negara untuk kepentingan pribadi. Berbagai praktik suap menyuap juga digalakkan meski notabenenya mereka bukan lagi bayi yang pantas untuk disuapi.
Ironisnya lagi lembaga yang dibentuk untuk memberantas para kutu yang hobi ngentit duit negara justru terus menerus coba dikebiri ruang geraknya. KPK telah dianggap sebagai obat pembasmi hama yang paling ditakuti para kutu yang mengincar duit negara.
Akibatnya, pepatah tikus mati di lumbung padi sering menimpa rakyat negeri ini. Betapa enggak! Ketika semua lembaga telah dirasuki oleh pasukan kutu, jangan harap keadilan dan kemakmuran bisa terpicu. Sebab kutu-kutu yang telah bersekutu dengan nafsu iblis begitu bangga ketika melihat rakyat menderita. Dengan beragam tipu daya, rakyat dianggap tuli dan buta.
Di balik janji manis mereka saat kampanye, diam-diam mereka kembang kembiakkan jenis kutu spesies baru yang mereka harap bisa lebih ganas dari pasukan sekutu. Di balik dasi mewah yang melengkapi baju safari, kutu-kutu rakus mereka semai.
Tak ayal, ketika negara dalam kondisi berkecukupan, pejabat berotak dan berjiwa kutu justru merasa kenyang paling duluan. Namun ketika negara dalam keadaan kekurangan, pejabat berotak kutu yang akan merasa kelaparan paling belakang. Rakyat hanya dianggap sebatas obyek layaknya kutu gurem yang layak untuk dikorbankan.
Tentunya termasuk diriku. Sebagai bagian dari kelompok kutu yang dianggap tak memiliki sekutu, kerap kusaksikan berbagai kejanggalan yang tak mampu kuelakkan. Berbagai kebijakan pemerintah yang tak berpihak pada rakyat kecil tak dapat kutolak karena lenganku terlalu ringkih untuk menangkal kekuatan kutu yang bersekutu dengan ketamakan.
Ingin aku berteriak kencang, tapi ribuan kutu datang menyerang dan langsung membungkam mulutku. Sehingga suara lirihku makin tak terdengar. Suaraku tak mampu lagi menembus tebalnya dinding kekuasaan. Dalam tekanan kutu-kutu yang bersekutu, aku dan orang-orang pinggiran yang akrap dengan kemiskinan hanya bisa pasrah pada keadaan.
Kadang ingin kutulis semua bentuk penyelewengan itu jadi sebuah buku agar kelak dapat kuwariskan pada anak cucu. Namun pasukan kutu sudah terlebih dulu datang dan melahap habis semua kertas dan pena yang kupunya. Bahkan setiap kalimat bermakna yang hendak kurangkai ikut pula digerogoti kutu sehingga yang tersisa tinggal kalimat sumpah serapah tanpa arti yang jelas.
Kutu-kutu yang telah jadi sekutu sengaja menciptakan pusara untuk orang-orang yang pernah berteriak lantang untuk menentang, sebelum tiba saat kematiannya. Bahkan mungkin para sekutu itu juga sudah menyiapkan sebuah lubang kubur untukku yang pernah menulis kalimat pedas dan membuat gelisah para kutu.
Aku memang tak punya sekutu. Otak dan pemikiranku juga telah habis dimakan para kutu. Bahkan dari setiap pori-pori kulit tubuhku, senantiasa tercium aroma kutu tiap kali aku mandi keringat karena suhu politik di negeriku yang meningkat. Di tengah tekanan nasip yang membelenggu, aku masih punya secuil harap, semoga sekutu-sekutu yang menggerogoti negeriku bisa segera punah.
Kasihan Ibu Pertiwi jika di setiap generasi selalu terlahir manusia-manusia kutu yang telah bersekutu dengan hawa nafsu. Pancasila yang sekarang keropos dimakan kutu, telah pudar gaung kesaktiannya. Bhinneka Tunggal Ikka yang jadi penyelaras dari beragam suku, mulai luntur nilai luhurnya.
Aku dan orang-orang kumuh yang kalah bersaing dengan sekutu para kutu hanya bisa diam. Dengan mulut terbungkam dan hati menyimpan dendam. Aku rindu sosok Bung Karno yang mampu menghalau sekutu dengan semangat merah putih yang menggebu.
Sedang semangatku telah ludes dilahap kutu yang bercokol dalam otak dan pikiranku. Tanpa sekutu kucoba perangi nasip hitamku.
Ceritanya keren. ku udah like and komen. tolong mampir ke ceritaku juga ya judulnya 'KATAMU' ://tinlit.com/story_info/3644 jangan lupa like. makasih :)
Comment on chapter PRAKATAKUTU