Read More >>"> CELOTEH KUTU KATA (KUTU JIWA) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - CELOTEH KUTU KATA
MENU
About Us  

KUTU JIWA

 

Setiap jiwa sesungguhnya merupakan wadah bagi segala rasa yang dianugerahkan Yang Maha uasa untuk makhluk bernama manusia. Tentang bagaimana sebentuk jiwa itu akan berkembang, semua tergantung pada kuantitas dan kualitas interaksi sosial yang dilakukan dengan sesama. Jiwa yang kerdil akan memandang kehidupan sebagai bentangan aral yang menguras air mata. Sebaliknya bagi jiwa yang besar justru memandang kehidupan sebagai samudra pendadaran untuk menempa diri agar lebih dewasa dalam berpikir dan bertindak. Namun masalahnya setiap jiwa pasti dihuni sekumpulan kutu jiwa yang senantiasa berupaya menjerumuskan kehidupan seseorang ke lembah nista.

Pernahkah kalian merasa uring-uringan dan dilanda iri ketika adaseorang tetangga yang membeli barang baru? Atau kalian justru merasa bersedih saat menyaksikan ada seseorang yang merasa bahagia?

Hati-hati kawan, seperti embusan angin yang mengalir lembut di sela dedaunan, kehadiran kutu jiwa lebih sering tidak terasa bagi yang mengalaminya. Kutu jiwa hadir bagai sebuah nyanyian syahdu yang mampu mengundang kantuk bagi setiap telinga yang mendengarnya. utu jiwa seringkali datang menyerupai rasa bahagia sehingga tanpa sadar kita telah terjerat olehnya. Seperti gemericik air di tepian telaga, kutu jiwa hadir berbungkus keindahan dan kenikmatan dunia. Tak jauh beda dengan kilauan embun yang menjamah pucuk daun, kutu jiwa mampu membuat kita tertegun, bahkan manyun, lantaran jiwa kita yang merasa terayun.

Iri dan dengki adalah nama lain dari kutu jiwa yang gemar bercokol di hati manusia. Kutu jiwa memiliki toksin yang kuat untuk meracuni pikiran orang agar secara suka rela melenggang jauh meninggalkan kebenaran. Sisi apatis yang dimiliki manusia menjadi media yang luas bagi kutu jiwa untuk berkembang biak. Tidak cuma dalam otak, dengan kepiawaiannya kutu jiwa mampu mengendalikan hati dan pikiran sehingga tanpa sadar orang berperilaku layaknya orang edan.

ita yang sering menggadaikan Tuhan pada saat sedang mendapatkan kebahagiaan, adalah makanan empuk bagi kutu jiwa yang tak pernah merasa kenyang. Bagi kutu jiwa, manusia tak ubahnya layang-layang yang sedang putus dari benangnya. Melayang tak tentu arah sekedar mengikuti kemana angin kan membawa. Pikiran yang terombang-ambing di tengah samudra kehidupan, menjadi pemicu bagi seseorang untuk menanggalkan keyakinan yang sebelumnya jadi pegangan. Akibatnya, kita sering berpikir secara terbalik. Tanpa sadar kita menjelma jadi kelelawar. Tidur dengan posisi menggantung (digantung harapan-harapan indah yang mustahil untuk digapai).

Kutu jiwa menyeret kita ke dasar lembah hitam, tempat segala kata dan perilaku yang paling kelam. Ruang hati yang semula benderang, perlahan tapi pasti diselimuti kegelapan yang tercipta dari serangkaian gundah gulana akibat rasa syukur yang makin sirna. Segenap ruang jiwa terkontaminasi tindakan dan prasangka negatif yang muncul sebagai bentuk penolakan akan hadirnya aura positif. Ibarat matahari, jiwa kita sedang tertutup mendung. Tetap bersinar namun tak mampu menerangi bumi yang dituju. Seumpama mendung kita gagal  menjelma jadi titik-titik air hujan, sebab angin keburu datang sebelum kohesi udara dingin menyempurnakan.Layaknya bunga, kita dipaksa gugur sebelum berkembang hanya karena kupu-kupu yang datang tak seindah yang kita harapkan.

Kutu jiwa senantiasa menyelinap di antara kepingan udara yang yang kita isap tanpa jeda. Bulu hidung yang lembut tak mampu menyaring keberadaan kutu jiwa, sehingga mereka bebas masuk ke paru-paru, untuk kemudian mempengaruhi setiap pikiran dan tindakan yang hendak kita perbuat. Kutu jiwa selalu berenang liar dalam aliran darah di sepanjang urat nadi yang kian lemah. Pikiran menjadi lelah ketika hendak bersedekah. Hati menjadi gamang sewaktu hendak lakukan sembahyang. Otak menjadi bebal jika dalam diri lahir niat untuk beramal.

Layaknya setan yang tak pernah pensiun menggoda manusia, kutu jiwa juga tak akan pernah berhenti menginvansi pikiran dan hati. Kutu jiwa tak akan pernah rela melihat manusia berbaik hati pada sesamanya. Kutu jiwa tak akan pernah sudi jadi penyaksi bagi orang-orang yang mendekatkan diri pada Illahi. Kutu jiwa akan enggan untuk tinggal dan diam pada hati dan pikiran orang-orang yang berpegang teguh pada nilai keimanan.

Kemunduran jaman telah menjadi bukti atas kemenangan kutu jiwa yang telah berhasil menguasai hati sebagian besar manusia di muka bumi. Banyaknya pejabat yang terjerat kasus korupsi, merupakan bukti nyata betapa suburnya kutu jiwa beranak pinak di hati manusia. Maraknya kasus tindakan asusila dan sex bebas adalah pertanda bahwa penyebaran kutu jiwa semakin luas. Meningkatnya berbagai bentuk kejahatan adalah perlambang bahwa perjuangan kutu jiwa sudah berada di ambang kemenangan. Terciptanya kebijakan yang tak berpihak pada rakyat menjadi pemicu betapa kutu jiwa berkembang dengan pesat. Banyknya wanita yang mengumbar aurat lewat unggahan foto-foto vulgar di media sosial, bisa dipakai sebagai cerminan kalau kutu jiwa telah sukses menggerogoti rasa malu kita yang seharusnya menjunjung tinggi adat ketimuran.

Seperti daun-daun yang luruh ke bumi ketika angin berembus di malam hari, sebagai perangkai kata, aku hanya bisa mengelus dada. Tanpa air mata yang bisa kuteteskan, kujalani hari sambil berusaha menghindari hadirnya kutu jiwa yang berupaya mempengaruhi. Lewat beragam diksi yang kugores pada bait-bait puisi, kucoba memerangi kutu jiwa yang hendak singgah di hati.  Saking terlenanya aku dalam rangkaian kalimat yang tersusun rapi, tahu-tahu ide yang melintas di kepalaku terhenti. Aku kehilangan inspirasi. Lalu kuteguk secangkir kopi untuk kembalikan liarnya imajinasi. Tapi lagi-lagi ideku terbengkalai. Otakku buntu. Hingga terselesaikannya tulisan ini, aku belum juga menyadari bahwa diriku telah terjangkit kutu jiwa yang paling ganas.

Di tengah kesadaran diri yang semakin menipis, di antara bau pesing saat aku pipis, perlahan tapi pasti, aku akui dengan berat hati bahwa tulisan KUTU JIWA ini lahir dari todongan sepasukan kutu jiwa yang memaksaku untuk menuliskan kisahnya agar semua orang mengakui kalau kutu jiwa benar-benar nyata dan ada.

Baik di jiwaku, jiwamu, jiwa kita, jiwa mereka, terlebih jiwa orang-orang yang enggan berbuat apa-apa!

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (11)
  • HeruP

    @[dear.vira] trims sudah mampir, tunggu kunjunganku ya

    Comment on chapter PRAKATAKUTU
  • HeruP

    @dear Vira, makasih sudah mampir, lain waktu pasti aku mampir ke ceritamu

    Comment on chapter PRAKATAKUTU
  • dear.vira

    Bagus ceritanya sangat menginspirasi, kalau berkenan like ceritaku juga ya https://tinlit.com/read-story/1436/2575
    Salam semangat! :)

    Comment on chapter PRAKATAKUTU
  • AstardiSkai

    @HeruP sama2, semangat berkarya terus ya

    Comment on chapter CINTA KUTU KALBU
  • HeruP

    @kairadish trims sudah baca celotehanku tentang kutu

    Comment on chapter CINTA KUTU KALBU
  • HeruP

    @AstardiSky. Trims udah mampir dan baca celotehanku ini,

    Comment on chapter CINTA KUTU KALBU
  • AstardiSkai

    Wow, pilihan dan permainan katanya keren. Membaca karya ini, serasa membaca satu paket 2 in 1, puisi sekaligus novel

    Comment on chapter CINTA KUTU KALBU
  • kairadish

    Permainan katanya bikin wah sendiri, sukses terus kak!!

    Comment on chapter KUTU KATA
  • ShiYiCha

    Baru nyadar kalo jika disambung dengan kata khusus yang mengikutunya, kata "Kutu" artinya bisa unpredictable banget. Kerenn banget. Kasih krisar buat punyaku, dongg Kak. Masih acakadut, nih

    Comment on chapter PRAKATAKUTU
  • yurriansan

    hanya dengan satu kata "KUTU" bisa jadi berjuta makna. Permainan katamu keren, kayaknya udah expert ya...
    Boleh nih kasih saran buat veritaku yang masih pemula. sukses ya...

    Comment on chapter KUTU BERDAMAI DENGAN LUKA
Similar Tags
Cinta tanpa kepercayaan
11      11     0     
Short Story
ketika sebuah kepercayaan tak lagi ada dalam hubungan antara dua orang saling yang mencintai
Tak berwajah (Puisi)
10      10     0     
Short Story
Puisi tentang manusia berdarah dingin
Karena Aku Bukan Langit dan Matahari
8      8     0     
Short Story
Aku bukan langit, matahari, dan unsur alam lainnya yang selalu kuat menjalani tugas Tuhan. Tapi aku akan sekuat Ayahku.
Laci Meja
11      11     0     
Short Story
Bunga yang terletak di laci meja Cella akhir-akhir ini membuatnya resah. Dia pun mulai bertekad untuk mencari tahu siapa pelakunya dan untuk apa bunga ini dikirim. Apa ini....teror?
Detektif
8      8     0     
Short Story
Sebuah Puisi dari pengagum rahasia
Hujan Bulan Juni
7      7     0     
Romance
Hujan. Satu untaian kata, satu peristiwa. Yang lagi dan lagi entah kenapa slalu menjadi saksi bisu atas segala kejadian yang menimpa kita. Entah itu suka atau duka, tangis atau tawa yang pasti dia selalu jadi saksi bisunya. Asal dia tau juga sih. Dia itu kaya hujan. Hadir dengan serbuan rintiknya untuk menghilangkan dahaga sang alang-alang tapi saat perginya menyisakan luka karena serbuan rintikn...
Forget Me After The Rain
10      10     0     
Short Story
\"Kalau begitu, setelah hujan ini, lupakan aku, seperti yang aku lakukan\" Gadis itu tersenyum manis
P O T E K
13      13     0     
Short Story
Aku memang menyukainya, tapi bukan berarti aku rela menyakiti hatiku sendiri.
Secuil Senyum Gadis Kampung Belakang
13      13     0     
Short Story
Senyumnya begitu indah dan tak terganti. Begitu indahnya hingga tak bisa hilang dalam memoriku. Sayang aku belum bernai menemuinya dan bertanya siapa namanya.
Mobil Baru
9      9     0     
Short Story