Read More >>"> Satu Nama untuk Ayahku (2. Abiyasa Syamsah Fajaro) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Satu Nama untuk Ayahku
MENU
About Us  


Abiyasa Syamsah Fajaro. Nama yang memiliki arti seorang anak yang sempurna pendidikan dan akhlaknya seperti matahari diwaktu fajar. Abiyasa diambil dari bahasa Jawa sedangkan Syamsah dan Fajaro diambil dari nama surat didalam Alquran. Al-Syamsiyah yang artinya seperti matahari dan Al-Fajr diwaktu fajar.

Nama itu dicetus sendiri oleh Diah Lauradita, sang ibu kandung dari Abi yang rela membawanya melihat indah dunia seperti sekarang. Baginya Abi adalah sebuah kekuatan dirinya sebagai seorang wanita untuk memperjuangkan cinta yang bisa dikatakan sepihak?

Pernah berfikir kesempatan manusia jatuh cinta hanya satu kali? Berusaha berpindah ke lain hati setelah ditinggal pergi?

Diah hanya mampu menangis saat hatinya menjerit penuh luka. Mengikuti langkah kakinya menjauhi dari orang-orang berharga. Ia takut... Sangat takut jika hanya menjadi beban dan menanggung banyak kesedihan.

Karena itulah dia pergi menunggu hari untuk kembali.

Pagi ini matahari bersinar agak telat, menyembul dengan membawa intensitas cahayanya hingga menerobos masuk kecela-cela jendela kelas. Sang surya menjadi teman bagi seorang gadis yang kini tengah menghitung uang sakunya untuk dibagi kebeberapa keperluan diatas mejanya. Keperluan untuk menabung, membayar uang kas dan sisanya untuk jajan dikantin. Tapi saat netranya melihat seorang cowok berjalan melewatinya, gadis itu segera memungut kembali semua uangnya dan dimasukkan asal-asalan kedalam tas.

"Pagi... Abi udah sarapan?" tanya gadis itu ramah.

Alih-alih menjawab, cowok itu malah mengeluarkan kertas dan menulis sesuatu disana, setelah selesai ia tunjukkan kepada gadis itu. Sontak saja kerutan muncul didahinya.

Jangan ngomong sama gue. Hari ini gue lagi mogok ngomong.

"Mogok ngomong? Abi marahan lagi sama si Bunda? tapi salah Kasih apa? Kan Abi marahannya sama Bunda, ko Kasih jadi kena imbasnya sih"

Mata Abi menajam seketika. Telinganya tiba-tiba seperti ada sesuatu yang akan keluar dari sana. Mendengar celotehan Kasih yang super berisik itu membuatnya bisa saja membatalkan puasanya hari ini. Iya, puasa berbicara.

Kasih menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Pipinya yang chubby jadi semakin terlihat saat gadis itu tersenyum.

"Ya sudah Abi gak usah ngomong apa-apa. Cukup dengerin Kasih aja"

"Jadi nih ya Abi, kemarin Kasih tuh udah berusaha buat ngerjain PR matematika sendiri tapi malah digangguin sama dedeknya Kasih, jadi belum sempet bikin. Abi mau kan kalo---"

Belum sempat keinginannya tersampaikan, Abi dengan segera mengetahui gelagat Kasih yang mengarah pada tujuan gadis itu untuk mencontek tugasnya.

Abi melempar buku kehadapan Kasih yang sudah tersenyum lebar itu. Tanpa merasa bersalah Kasih langsung menarik buku Abi.

"Makasih Abi. Nanti Kasih bakalan contekin PR bahasa Inggris Kasih besok"

Abi mengangguk dan membiarkan Kasih melakukan sesuka hatinya. Yang penting Abi besok tidak usah pusing memikirkan pelajaran bahasa Inggris yang membuatnya pusing.

***

Abi benar-benar membuktikan ucapannya pagi itu. Hingga sore hari pun ia belum mengucapkan satu kata pun pada orang-orang yang mengajaknya bicara. Entah itu si Kasih yang cerewet ataupun Bi Ida yang tidak salah apapun.

Alasan Abi melakukan mogok itu adalah untuk membuat Marisha mau kembali berbaikan dengan Kashaf. Abi tahu, jelas ia sangat tahu kalau Bundanya sangat mencintai kekasihnya. Meskipun sampai umur tiga belas tahun Abi tidak pernah mengenal siapa suami Marisha, Bundanya. Yang jelas Abi tidak ingin jika Marisha bersedih lama-lama.

"Abi kamu ko gitu? Sampai kapan masih mau mogok ngomong sama Bunda?" teriak Marisha dari arah tangga dan memperhatikan Abi yang lebih asik menonton serial kartun di televisi.

"Wong karo Bi Ida yo gak ngomong, Nyonya" (orang sama Bi Ida juga nggak ngomong, nyonya) sahut Bi Ida yang sedang membereskan meja dapur.

Abi hanya berpura-pura saja tidak mendengar apapun. Tidak akan ia bicara barang satu hurufpun jika Marisha masih bertengkar dengan Kashaf.

"Kamu mau tau kenapa Bunda putus dari Om Kashaf?"

Abi melirik sekilas kearah Marisha kemudian memperhatikan kembali benda kotak dihadapannya. Acara kartun anak-anak menjadi pilihan Abi menghabiskan waktunya disore hari sepulang sekolah.

Marisha duduk disebelah Abi dan meletakkan kantung plastik berwarna putih dipangkuan Abi. Dari aromanya bisa Abi tebak bahwa isinya adalah martabak spesial kesukaannya. Jika dalam keadaan normal maka Abi sudah pasti teriak kegirangan tapi, ia masih cukup ingat dengan misinya.

"Bunda sama om Kashaf udah ngerasa gak cocok. Kita udah beda prinsip. Abi kan tau, ini masalah orang dewasa. Abi masih kecil, baru juga tiga belas tahun. Jadi, Bunda mau Abi mengerti keinginan Bunda"

Bukannya Abi tidak mengerti apa yang dirasakan Marisha. Abi justru peduli padanya. Selama ini Marisha sudah menjadi seorang single parents--menurut yang Abi ketahui-- mengurus dirinya seorang diri. Tentu Abi kasihan pada Marisha. Bundanya itu pasti membutuhkan seseorang untuk bersandar.

"Abi ngomong sama Bunda. Abi ayo..."  Marisha menggoyang-goyangkan tubuh Abi.

Drrt...drrt...
Gerakan Marisha terhenti karena sebuah panggilan masuk diponselnya. Tertera nama Kashaf disana, mau tidak mau ia pun menjauh dari Abi untuk bicara berdua dengan Kashaf.

"Ada apa lagi? Kita sudah berhenti sampai disini ya Kashaf"

Abi menyembulkan kepalanya dari sofa memperhatikan percakapan Marisha yang sangat kentara tidak ingin didengar orang lain.

"Tapi urusan kita sudah selesai.... Minta maaf saja tidak bisa membuat aku kembali padamu... Ya, iya Kashaf... Jujur, aku masih mencintaimu"

Bibir Abi melengkung, ia memang tidak paham arti kata mencintai menurut pemahaman dan pemikiran otaknya yang baru menginjak tiga belas tahun. Tapi ia bahagia karena melihat binar cahaya dimata dan senyum Marisha.

"Baiklah... Kau tidak perlu menjemputku aku akan datang kesana nanti.... Iya, Bye.."

Melihat Marisha yang akan berbalik Abi buru-buru kembali ke posisi awalnya. Bersender di sofa dengan bungkus martabak dipangkuannya dan tangannya yang memegang remote control.

"Bunda sudah baikan sama om Kashaf. Masih gak mau ngomong? Ya sudah..." Marisha menyerah dan sudah akan pergi tapi ia melihat sebuah lengan melingkar diperutnya saat ini. Perempuan itu berbalik dan balas memeluk Abi dari depan.

Setelah pelukan mereka usai Abi mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sesuatu kemudian diperlihatkan kearah Bundanya.

Buka puasa itu dimana-mana pasti kalo udah denger azan maghrib, bunda.

Marisha mengerutkan keningnya melihat kepolosan Abi. Anak itu kembali mengetik sesuatu diponselnya lalu diperlihatkan pada Marisha.

Abi sayang Bunda :)

"Bunda juga sayang Abi"

***

"Bunda, Abi keluar dulu ya mau beli buku gambar" Abi menuruni anak tangga sambil tergesa-gesa. Ia segera menuju sepedanya yang berdiri didepan halaman rumah.

Ia harus segera mencari benda itu untuk pelajaran seni budaya besok. Gara-gara aksi mogoknya itu Abi jadi melupakan buku gambar. Sudah pukul delapan malam, ia berharap toko diseberang jalan depan gang rumahnya masih buka.

Abi bernafas lega kala melihat sinar lampu dari toko yang ia maksud. Ia segera memasang standar disepedanya kemudian menghampiri toko tersebut.

"Pak Yasin, buku gambar A3 satu ya" ujar Abi sedikit mengagetkan Pak Yasin, penjual ditoko tersebut. Umurnya sudah menginjak lima puluh tahun, dia termasuk orang-orang yang ramah pada siapa saja termasuk Abi yang memang sering membeli sesuatu padanya.

Pak Yasin menyerahkan sebuah buku gambar berukuran A3 yang diminta Abi kemudian mengambil uang yang disodorkan Abi padanya.

"Gak sekalian mampir Abi, ada Kasih lagi main sama Fina didalem" tawar Pak Yasin. Fina adalah anak dari Pak Yasin yang kebetulan sahabat dekat Kasih. Mereka memang saling kenal, tapi karena tidak sekelas dengan Fiona, Abi tidak sering terlibat percakapan. Kecuali dengan Kasih, gadis cerewet itu.

"Jangan bilang Kasih kalo Abi kesini Pak Yasin. Nanti cewek kunti itu kesurupan"

"Ada-ada saja kamu, ngatain orang kunti"

"Hehe... Biarin Pak. Duluan ya Pak" Abi menaiki sepedanya dan melempar senyum kearah Pak Yasin.

Tapi baru saja ia akan mengayuh sepedanya, tiba-tiba ada seseorang yang berdiri didepan sepedanya.

"Abi, anterin Kasih pulang ya? Kasih takut pulang sendiri nanti ketemu setan. Sumpah tadi Kasih sama Fina baru aja selesai nonton film horor. Ya Abi ya..?" Kasih menyatukan kedua telapak tangannya memohon pada Abi agar menerimanya.

"Cewek kunti. Lagian tuh jangan main malem-malem bego! Udah bego, jelek, penakut lagi"

Kasih memdengus kesal seraya menendang ban depan sepeda Abi pelan. Kasih harus bisa menahan emosi jika berbicara dengan Abi yang suka sekali mengejeknya itu.

"Untuk malam ini hinaan Abi gak mempan. Kasih rela dibego-begoin seribu kalipun asal Abi mau anterin Kasih pulang. Ya Abi ya?"

Abi menengok kearah gang yang menghubungkan jalanan menuju rumah Kasih. Hanya beberapa meter saja sih jauhnya, tapi suasananya memang sepi meskipun penerangan disana cukup.

Karena tidak tegaan, Abipun menangangguk. Dengan masih tidak percaya Kasih mengambil posisi duduk didepan Abi tepatnya dibagian besi yang menghubungkan jok sepeda yang Abi duduki dengan pegangan atau setirnya.

Aroma shampo dari rambut Kasih yang dikepang satu merasuki indra penciuman Abi. Ia dapat menebak wangi itu berasal dari buah-buahan.

"Abi udah gak mogok ngomong lagi? Abi udah baikan sama Bunda dong?"

"Diem, ganggu konsentrasi"

Bibir Kasih mengerucut, Kesal.

"Abi jalannya jangan cepet-cepet ya. Santai aja"

"Emang kenapa?"

Kasih terkikik sekilas sebelum menjawab pertanyaan Abi.

"Biar kita lama berduaan nya"

Kalau saja tidak ingat ini malam hari Abi sudah berniat menurunkan Kasih ditengah jalan.

"Abi udah ngerjain PR bahasa Inggris buat besok?"

"Belumlah. Kan lo janji mau nyontekin besok"

"Ya udah berarti buku Kasih dibawa aja sama Abi ya malam ini, biar Abi tenang nyalinnya"

"Iya" ternyata mengantar Kasih pulang tidak seburuk yang Abi pikirkan. Untunglah ia jadi bisa menyalin tugas Kasih secepatnya tanpa harus terburu-buru.

Sepanjang perjalanan, Kasih terus saja berceloteh ini-itu tidak jelas. Kadang Abi menanggapi kadang juga tidak. Tergantung isi kalimat yang Kasih keluarkan layak dijawab atau tidak olehnya.

Begitu sampai didepan rumah Kasih segera berlari masuk kedalam dan mengambil buku tugas bahasa Inggrisnya. Kemudian gadis itu kembali keluar dan menyerahkannya pada Abi.

"Makasih ya Abi udah nganterin"

"Iya sama-sama"

"Abi semangat nulis PR nya ya"

"Iya bawel lu"

"Abi..."

"Apalagi? Lo ngomong terus kapan gue pulangnya, Kunti?"

Kasih terkekeh dan mengerlingkan matanya. Gadis itu sangat tidak rela jika harus secepat itu berpisah dengan Abi. Meskipun besok dikelas mereka pasti akan bertemu. Iya, Kasih memang se-lebay itu untuk urusan Abi.

"Abi tau bedanya Abi sama Dilan?"

"Yang pasti gantengan gue. Gue kaya Arjuna gini" kata Abi membanggakan dirinya. Cowok itu sudah bersiap memegang setir tapi memilih memandangi Kasih, lebih tepatnya ia penasaran dengan apa yang akan gadis itu ucapkan.

"Iya sih itu salah satunya. Menurut Kasih bedanya Abi sama Dilan itu, kalo Dilan boncengin Milea pake motor kalo Abi boncengin Kasih pake sepeda. Cie.. Cie... Abi baper cie.."

Abi yakin Kasih memang keturunan makhluk gaib. Ia tidak salah jika mengatai gadis itu cewek kunti.

***

Lima menit lagi bel masuk akan berbunyi, tapi Kasih masih belum juga terlihat. Abi yang saat itu sedang menimang buku tugas Kasih sambil berdiri diambang pintu kelas tiba-tiba dikagetkan dengan kedatangan seseorang dihadapannya.

"Abiyasa Syamsah Fajaro" kata wanita didepannya yang Abi yakini masih berumur sekitar empat puluh tahunan.

"Iya. Ibu, guru di sekolah ini juga?" tanya Abi sopan. Jujur ia masih belum hapal dengan semua guru-guru di sekolahnya.

Wanita itu menggeleng ragu tapi kemudian mengangguk. Abi jadi bingung, mata perempuan itu juga nampak sudah berkaca-kaca.

Kebingungan Abi makin bertambah saat dirasakan telapak tangan wanita itu menyentuh permukaan pipinya. Rasanya sangat hangat dan menenangkan.

"Ibu... Kenapa?"

Wanita itu merogoh sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah foto yang memperlihatkan wajah seorang lelaki tampan. Wanita itu mengulurkan foto itu kepada Abi yang tidak mengerti maksudnya.

"Simpan itu" pintahnya.

"Untuk apa, Bu? Ibu siapa ya? jujur saya masih belum mengenal semua guru disini karena masih kelas tujuh"

Wanita itu tersenyum tipis kemudian menyeka ujung matanya. Aneh, Abi seperti pernah melihat wanita itu sebelumnya. Tapi dimana? Ah, jelas saja Abi pernah merasa melihatnya. Orang dia guru di sekolahnya.

"Kalo Abi mau tau, cari jawabannya sama Marisha"

"Bunda?"

Wanita itu menegang ditempat mendengar Abi menyebut Marisha bunda membuat sedikit sisi hatinya tergores.

"Abiiiiiii..... Abiyasa....."

Mendengar ada anak lain memanggil Abi wanita itu lantas meninggalkan tempatnya begitu saja. Abi yang saat itu tengah menoleh ke arah teriakan Kasih dibuat terkejut karena wanita yang mengaku sebagai guru itu sudah hilang dari pandangannya.

"Abiyasa Syamsah Fajaro. Good pagi selamat morning calon jodoh"

"Kaleng kerupuk!"

Kasih mencuri pandang ke sebuah foto yang berada ditangan Abi saat ini. Tanpa meminta izin lagi gadis itu berani merebutnya dari Abi dan begitu serius memandangi foto itu.

"Ini siapa? Ini siapa? Abiiiii ini siapa?"

Kasih itu tipikal cewek yang berisik dan penuh energi. Abi heran bagaimana bisa pita suaranya tidak putus jika digunakan untuk terus berteriak.

"Balikin" Abi merebut paksa foto itu dari tangan Kasih yang sekarang merengut kesal.

"Nih buku tugas lo" Abi menyerahkan buku tugas bahasa Inggris Kasih tepat ditangan gadis itu.

"Ih... Itu jangan-jangan foto ayah mertua"

Perkataan Kasih yang biasanya hanya masuk telinga kanan kemudian keluar lewat pori-pori kulitnya hari ini berhasil merembes hingga kerelung hati Abi.

Abi akan bertanya pada Bunda siapa lelaki difoto itu.

Juga siapa wanita tadi yang mengaku sebagai guru.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
I\'ll See You In The Future
264      217     3     
Short Story
Kasus pencurian berlian bernilai 10 milyar telah terungkap! Detektif hebat itu telah menemukan siapa pelakunya. Akan tetapi, siapa sangka, strategi kriminal itu merupakan perbuatan yang mulia. Kau tertangkap basah!
The Hidden Kindness
2      2     0     
Fan Fiction
Baru beberapa hari menjadi pustakawan di sebuah sekolah terkenal di pusat kota, Jungyeon sudah mendapat teror dari 'makhluk asing'. Banyak sekali misteri berbuntut panjang yang meneror sekolah itu ternyata sejak ada siswi yang meninggal secara serius. Bagaimana cara Jungyeon harus menghadapi semua hal yang mengganggu kerja di tempat barunya? Apakah ia harus resign atau bertahan?
Took A Step Back
2      2     0     
Short Story
Turning sadness to happiness with a step.
Saat Aku Bersama Sarra
2      2     0     
Short Story
Saat aku bersama Sarra rasanya menyebalkan. Namun, saat bersamanya pula aku menyadari sesuatu yang tak pernah aku sadari sebelumnya.
The Dumb Love
47      19     0     
Romance
Aku bukan cewek pendiam, namun jika bicara soal cinta, aku mendadak menjadi bisu. Aku; keturunan kampung yang mengharapkan seorang kota. Apa aku bisa mendapatkanmu?
Drama untuk Skenario Kehidupan
99      22     0     
Romance
Kehidupan kuliah Michelle benar-benar menjadi masa hidup terburuknya setelah keluar dari klub film fakultas. Demi melupakan kenangan-kenangan terburuknya, dia ingin fokus mengerjakan skripsi dan lulus secepatnya pada tahun terakhir kuliah. Namun, Ivan, ketua klub film fakultas baru, ingin Michelle menjadi aktris utama dalam sebuah proyek film pendek. Bayu, salah satu anggota klub film, rela menga...
Melody untuk Galang
2      2     0     
Romance
Sebagai penyanyi muda yang baru mau naik daun, sebuah gosip negatif justru akan merugikan Galang. Bentuk-bentuk kerja sama bisa terancam batal dan agensi Galang terancam ganti rugi. Belum apa-apa sudah merugi, kan gawat! Suatu hari, Galang punya jadwal syuting di Gili Trawangan yang kemudian mempertemukannya dengan Melody Fajar. Tidak seperti perempuan lain yang meleleh dengan lirikan mata Gal...
Ikhlas, Hadiah Terindah
4      4     0     
Short Story
Menceritakan ketabahan seorang anak terhadap kehidupannya
Secercah Harapan Yang Datang
3      3     0     
Short Story
Ini adalah cerita yang dipinta aurora diterbitkan sang fajar ditenggelamkan sang makar sebuah kisah terkasih dalam dunia penuh cerita, dan ini adalah kisah yang dibawa merpati untuk sebuah kisah persahabatan yang terakhir. #^_^
Lost Daddy
246      23     1     
Romance
Aku kira hidup bersama ayahku adalah keberuntungan tetapi tidak. Semua kebahagiaan telah sirna semenjak kepergian ibuku. Ayah menghilang tanpa alasan. Kakek berkata bahwa ayah sangat mencintai ibu. Oleh sebab itu, ia perlu waktu untuk menyendiri dan menenangkan pikirannya. Namun alasan itu tidak sesuai fakta. AYAH TIDAK LAGI MENCINTAIKU! (Aulia) Dari awal tidak ada niat bagiku untuk mendekati...